Cerpen

Pertemuan Tak Terduga

Ahad, 12 Mei 2019 | 16:30 WIB

Oleh Abdullah Alawi

Kita –lebih tepatnya aku dan kamu- sudah lama tidak bertemu. Aku tidak tahu bagaimana kabarmu sekarang. Kamu pun mungkin tidak tahu keadaanku. Aku berharap apa yang kaugumuli sekarang baik adanya. Tapi aku pernah punya keyakinan bahwa aku akan bertemu lagi denganmu dalam keadaan dan suasana berbeda. Dengan kedudukan dan status yang berbeda. Dengan kesan dan perasaan yang tak bisa kuduga. Seperti pertama kali kita bertemu tanpa diduga-duga. Seperti hidup itu sendiri yang sulit diduga. Seperti kata orang, segala sesuatu pasti akan ada perubahan. 

Sengaja atau tidak sengaja perubahan itu. Kamu pun mungkin seperti itu. Tapi dalam perubahan itu masih ada sebagian yang memungkinkan aku mengenalimu. Dan mungkin kamu pun seperti terhadapku.

Aku menyukai pertemuan tak terduga. Dalam pertemuan semacam itu, kita –lebih tepatnya aku dan kamu- dalam keadaan yang tak dibikin-bikin, dipoles atau dibuat seolah-olah. Kata-kata yang meluncur, intonasi, mimik muka di luar yang direncanakan. Semuanya tercipta dengan tiba-tiba. Yang ada, adalah aku yang seadanya. Kamu yang seadanya. Kita yang tidak mempersiapkan diri untuk berbuat  seolah-olah. Kita dalam keadaan waktu itu. 

Itulah mungkin kenapa aku malas bertemu denganmu jika direncanakan dan tentunya dengan tempat dan waktu yang ditentukan pula. Hal itu jangan kamu artikan aku tak mau bertemu denganmu. Bukan! Ada beberapa hal kenapa aku menghindari pertemuan semacam itu. Biasanya pikiranku selalu gelisah membayangkan bagaimana saat-saat pertemuan yang  direncanakan itu. Apa pertama kali yang akan atau harus aku katakan dan aku lakukan. Dan tentu saja aku tidak tahu yang akan kamu katakan dan kamu lakukan.

Pikiran-pikiran semacam itu sungguh menggangguku. Aku tak bisa berdamai dengan keadaan seperti itu. Hari-hariku terasa panjang aku jalani. Dan biasanya aku tak tahu apa yang harus  aku lakukan. Tapi sekali lagi itu bukan berarti aku tak mau bertemu denganmu. Sungguh! Bertemu denganmu adalah sebagian dari keinginanku saat ini. Singkatnya, bukan pertemuan yang tak kuinginkan, tapi caranya yang tak bisa kutentukan, lebih tepatnya aku dan kamu bertemu dengan cara tak direncanakan. Kemungkinan pertemuan semacam itu memang seperseribu dari kemungkinan-kemungkinan lain. Tapi karena itu kemungkinan, maka aku tak menganggap itu tidak mungkin. Tinggal masalah waktu saja sebenarnya. Waktu yang entah... 

jika pertemuan tak terduga itu terjadi, mungkin akan kuurai satu per satu apa yang pernah kualami, sedang kualami, dan mungkin kualami. Tentang harapan, tentang keinginan, dan tentang kecemasan. Tentang apa saja. Aku akan senang jika kamu juga mau mengurai apa yang ingin kau urai. Itu pun jika kamu mau. Kalaupun kamu tak mau melakukan itu, karena kamu sedang ada kepentingan lain sehingga harus cepat-cepat pergi, misalnya, atau kamu tidak menginginkan pertemuan tak terduga itu, ya sudah. Aku tak memaksa. Aku akan menatap arah kepergianmu. Mungkin suatu waktu nanti, waktu yang entah, kita –lebih tepatnya aku dan kamu- akan berjumpa dengan cara tak terduga lagi. Mungkin aku akan merasa kehilangan dengan kepergianmu, orang yang kutunggu dalam pertemuan tak terduga. Tetapi ya sudah. Mau apa lagi. Aku sudah terbiasa dengan perasaan semacam itu. 

***
Dan pertemuan tak terduga itu belum pernah terjadi. Meski kemungkinan itu tetap saja mungkin. Dan aku masih berkutat dalam hidupku seperti ini, seperti dulu-dulu, tak beres dan kacau. Seperti yang tak pernah aku ceritakan padamu detail-detailnya. Ternyata aku tidak becus mengurus diri sendiri. Karena itulah aku terus menunggu pertemuan denganmu –dan tentunya dengan cara tak terduga itu. Pada saatnya nanti aku berharap kau mau mendengar ceritaku. Aku cuma berharap. Tentu saja itu terserah kamu mau dan tidaknya. Jika kamu tak mau, ya sudah. Mungkin aku akan menunggu kembali pada pertemuan tak terduga yang tak pernah terjadi itu...  Pada waktu yang entah...

Ciputat, 2007


Terkait