Cerpen

Sujud Terakhirku di Tahajud Malamku

Ahad, 12 Juni 2022 | 13:00 WIB

Sujud Terakhirku di Tahajud Malamku

Ilustrasi

Cerita Pendek Shifatul Aula
Terdengar suara hujan mengguyur kota Tangerang. Masyaallah, sungguh sejuk dan menyegarkannnya kala itu. Sampai-sampai tak terlihat satu orang pun yang beranjak dari tempat mereka.

 

Namun, di sisi lain tampak seorang pria paruh baya yang sedang khusyuk dalam tahajud malamnya. Seakan-akan tak mendengar rintik hujan yang sedang deras itu. Pria itu tak lain adalah Pak Abdurrahman, ia seorang pengusaha juga guru di Madrasah Aliyah Bhakti Dharma.

 

Ia adalah seorang guru agama yang sangat menekankan murid-muridnya agar tidak lupa akan shalat tahajud di sepertiga malam. Ia mengingatkan di waktu tersebut adalah waktu yang baik dan tepat bagi seorang hamba berkeluh kesah dan memanjatkan segala doanya kepada Sang Ilahi Rabbi.


"Assalamualaikum warahmatullah. Alhamdulillah," ucap Pak Abdur mengakhiri shalatnya.


"Sungguh indah sekali karunia-Mu Yaa Rabb," bisik Pak Abdur.


Kemudian ia berdoa meminta ampun kepada Sang Ilahi. Ia juga meminta kemanfaatan akan hujan yang telah Allah turunkan saat itu. Setelah dirasa cukup, ia berdiri dan melipat sajadah, kemudian berjalan menuju kamar anak perempuannya. Ia membangunkan putrinya, berharap agar anaknya itu melaksanakan tahajud seperti dirinya.

*

"Nak. Aluna putri cantikku. Bangun sayang. Tahajud dulu," panggilnya.

 

"Hmmm. Iya Pa. Bentar lagi deh. Aku capek ni," ucap Aluna.

 

"Nak, tahajud itu penting. Kamu bisa berdoa dan mengadu kepada Sang Ilahi," bujuk Pak Abdur.

 

Namun nihil, Aluna malah sama sekali tak merespons apa pun. Pak Abdur memang sangat sabar dalam mendidik dan menghadapi anak perempuannya yang satu ini. Bukan hanya itu, ia juga senantiasa memberikan nasihat-nasihat yang baik pada Aluna, anaknya. Setelah dirasa lama tak ada respons Pak Abdur pun beranjak dari kamar putrinya itu. 

*

"Gimana Pa, Aluna bangun tidak?" tanya Bu Rita, istri Pak Abdur sekeluar dari kamar Aluna.


"Alhamdulillah. Tadi dia bangun", jawab Pak Abdur tak jujur.


"Alhamdulillah," sambung istrinya.


Pak Abdur memang selalu berkata seperti itu ketika sang istri menanyakan putri mereka bangun atau tidak. Ia tak tak ingin Aluna dimarahi oleh ibunya lagi. Ya, Bu Rita memang orang yang tegas terhadap putrinya. Menurutnya, jikalau tidak ditegas, dikhawatirkan putrinya itu akan melunjak dan tak menghormati kedua orang tuanya lagi.


"Ya sudah Pa. Mama lanjut tadarus lagi ya. Sambil nunggu azan subuh," kata Bu Rita.


"Iya Ma. Silakan. Papa juga mau menyiapkan buku-buku untuk dipakai mengajar nanti," sambung Pak Abdur sebelum kemudian mereka pun melanjutkan aktivitas masing-masing. 

*

 
Di kamarnya, Aluna masih nyenyak dalam tidur, seakan-akan tak mendengarkan kesibukan yang terjadi di luar. Beda halnya dengan Reynald, abangnya. Reynald seketika terbangun ketika ia mendengar obrolan kedua orang tuanya juga suara alarm nyaring dari gadget pipihnya. Reynald memang jauh lebih rajin beribadah daripada Aluna, adiknya. Dia lulusan pesantren dua tahun yang lalu.


Selama di pesantren, dia telah banyak mempelajari ilmu-ilmu keagamaan, terlebih mengenai betapa pentingnya tahajud. Jadi dia beranggapan bahwa jika tidak tahajud maka itu tidak menenangkan hatinya.


"Astaghfirullah," ucap Reynald ketika bangun dari tidurnya.


Kemudian dia bergegas untuk membersihkan diri supaya bisa segera menunaikan tahajud. Reynald menunaikan shalat tahajud empat rakaat. Setelah selesai, dia berdoa serta mengadukan segala keluh kesahnya pada Sang Ilahi Robbi.

 

"Ya Allah, Ya Tuhanku. Ampunillah semua dosa-dosaku, kedua orang tuaku, serta adik perempuanku." doa Reynald.
 

Reynald memang tak lupa senantiasa mendoakan adiknya. Supaya dia bisa segera mendapat hidayah istiqomah melaksanakan semua ibadah, baik wajib ataupun sunnah. Reynald tahu bahwa adik perempuannya itu memang susah untuk melaksanakan kewajibannya sebagai seorang Muslimah. Apalagi shalat tahajud yang sangat ditekankan kedua orang tuanya. Dia sangat menyayangi adiknya itu. Bahkan, tak jarang dia kena marah sang mama karena sering membela adiknya.

 

"Aamiin," ucap Reynald menutup doanya.

 

Setelah itu, dia melanjutkan aktivitas menunggu azan subuh dengan melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran. Suara Reynald yang merdu mengalun dengan indahnya menggema memenuhi seluruh ruangan. Kedua orang tuanya yang sedang sibuk dengan aktivitas masing-masing pun turut senang. Karena mendengarkan alunan merdu suara ngaji anak laki-lakinya itu.

 

"Masyaallah. Sungguh merdu sekali suaramu Nak," ucap Bu Rita.

 

Seperti itulah aktivitas keluarga Pak Abdur menjelang subuh sampai subuh tiba. Tak lama terdengar azan subuh menggema. Mereka pun segera bersiap menuju Masjid An-Nur untuk melaksanakan shalat subuh berjamaah. Pagi itu, seperti biasanya masjid itu hanya dipenuhi oleh beberapa jamaah, termasuk Pak Abdur sekeluarga yang hampir tak pernah ketinggalan. Para jamaah di masjid itu terlihat khusyuk seakan mereka berdialog langsung dengan Sang Ilahi Rabbi.

*

 

Gimana, tadi Lun, kamu tahajud tidak?" tanya Bu Rita to the point pada Aluna. Seketika Aluna terdiam. Seakan memikirkan jawaban yang tepat.


"Sudahlah, Bu. Tadi Papa sudah bilang. Aluna bangun," sela Pak Abdur memecah kecanggunggan Bu Rita dan Aluna.


"Tu kan Ma. Papa sudah jawab," ucap Aluna senang. 


"Oke. Harus lebih istiqomah ya," tegas Bu Rita pada Aluna.


Kemudian, Pak Abdur, Aluna, dan Reynald pamit untuk beraktivitas. Tak selang beberapa menit setelah semua orang melanjutkan aktivitas, Bu Rita pun melanjutkan aktivitasnya membersihkan rumah.

*

 

Malam hari pun tiba. Seluruh anggota keluarga Pak Abdur berkumpul di meja makan sambil menikmati hidangan makan malam. 


"Pokoknya malam ini nggak ada yang tidurnya malam banget. Harus tepat waktu. Pukul 10.00 WIB sudah tidur semua," Bu Rita memelotkan matanya ke Aluna. "Besok pagi sebelum subuh harus pada bangun shalat tahajud."


Setelah semua selesai makan malam, Bu Rita dengan dibantu Aluna membereskan meja makan sekaligus mencuci piring-piring kotor. 


"Lun, besok pagi kalau dibangunin langsung bangun ya." kata Bu Rita berjalan menuju ruang keluarga. "Contoh abangmu yang selalu bangun tepat waktu."


"Baik, Ma. Insyaallah," kata Aluna mengikuti Bu Rita berjalan menuju ruang keluarga.


Mereka semua berkumpul di ruang keluarga sambil menonton televisi. Tak lupa Reynald sesekali melontarkan lelucon yang membuat semua keluarganya tertawa saking lucunya. Sungguh keluarga yang harmonis, romantis, dan penuh kasih.
Hingga suatu ketika terjadilah sebuah peristiwa pilu yang menghampiri Aluna dan keluarganya.

 

*

 

Beberapa menit sebelum kejadian...........


"Aluna bangun sayang sudah waktunya tahajud," kata Pak Abdur menepuk pipi Aluna. "Nak. Bangun."


Aluna menggeliat seketika sambil mencoba membuka mata dan berkedip. Namun, dia menutup matanya lagi. Pak Abdur yang melihat respons Aluna mencoba membangunkannya lagi. Hingga tiba-tiba beliau mencium bau asap.


"Bau asap di manakah pagi-pagi begini?" Pak Abdur mengendus memastikan. "Mengapa seperti sangat dekat?"


Pak Abdur beranjak keluar kamar.


"Astaghfirullah," teriak Pak Abdur. "Kebakaran. Kebakaran..."


Pak Abdur bergegas memberitahu istrinya. Kemudian mereka berdua membangunkan Reynald dan bergegas keluar rumah. Setelah di luar rumah, Pak Abdur tiba-tiba teringat akan Aluna yang masih tidur di kamarnya. Ia mencoba menerobos masuk. Suara teriakan sang istri tak dihiraukannya.


"Aluna. Aluna. Kamu di mana, Nak?" teriak Pak Abdur.


"Papa Luna di sini," rintih Aluna ketakutan. "Tolong Luna, Pa."


Tak peduli akan keselamatannya, Pak Abdur menerjang api. Setelah menemukan Aluna, ia bergegas mengajak anak gadisnya keluar rumah. Namun, takdir berkata lain. Kaki Pak Abdur tertimpa kayu rumah yang apinya menyala besar.


"Aluna. Cepat pergi," kata Pak Abdur tegas. "Tinggalkan Papa. Cepat,Nak. Nanti papa nyusul."


"Tapi, Pa," kata Aluna bingung.


Pak Abdur tetap memaksa Aluna keluar duluan. Aluna pun keluar meninggalkan papanya.


Sesampainya di luar, Aluna langsung meminta tolong petugas pemadam kebakaran yang telah datang. Aluna menangis sesenggukan sembari berharap papanya selamat.

 

*

 

"Ini semua gara-gara adikmu Rey. Papamu meninggal di rumah itu," kata Bu Rita menangis sesenggukan. "Semua gara-gara Aluna, Rey."


"Sudah Ma. Mungkin sudah waktunya papa meninggal." Reynald memeluk mamanya. "Semua nggak ada yang salah, Ma. Kita harus bisa ikhlas."


Ya, tepat saat kebakaran, Pak Abdur tak bisa diselamatkan tim evakuasi. Ia ditemukan meninggal dengan seluruh tubuh tertimpa kayu yang terbakar. Aluna yang mengetahuinya langsung pingsan. Sedangkan Bu Rita terus-menerus menyalahkannya. Aluna mencoba meminta maaf berulang kali. Namun, mama belum mau memaafkannya.


"Lun, kamu yang sabar ya. Semua ucapan mama jangan dimasukkan hati." Reynald memeluk adiknya. "Semua kejadian pasti ada hikmahnya."


"Tapi, Bang. Aku sangat merasa bersalah. Karena gara-gara aku Papa..." Aluna menangis sesenggukan tak bisa melanjutkan ucapannya.


"Ada wasiat dari Papa buatmu." Reynald memberikan sekertas wasiat pada Aluna.


Aluna membacanya. Dia tak menyangka sebelum meninggal, papanya telah menulis wasiat untuknya. Isi surat wasiat itu, tak lain bahwa papanya menginginkannya untuk senantiasa shalat tahajud. Sejak itulah Aluna bertekad akan senantiasa shalat tahajud hingga akhir hayatnya.

 

*

 

"Lun, tahajud dulu yuk!" Reynald membangunkan Aluna.


"Baik Bang." Aluna bangun dan bergegas mengambil air wudlu untuk shalat tahajud.


Melihat adiknya bangun, Reynald pun beranjak keluar. Setelah Reynald keluar, Aluna yang sudah berwudlu langsung melaksanakan tahajud empat rakaat seperti biasanya.

 

*


Azan shubuh telah menggema. Reynald menghampiri adiknya yang masih di kamar.


"Lun. Ayo jamaah, sudah azan subuh," ucap Reynald. "Lun. Ayo, Lun. Nanti ketinggalan."

 

Reynald heran, karena adiknya tak bergeming sama sekali. Dia berpikir kalau adiknya ketiduran dalam keadaan sujud. Kemudian, dia mencoba menggoyang-goyang tubuh adiknya. Seketika dia kaget. Ternyata tubuh adiknya dingin. Sangat dingin. Reynald pun mencoba menyentuh hidung adiknya.


"Innalillahi wa inna ilaihi rajiun," bisik Reynald lalu menangis sesenggukan. "Dek. Aluna bangun sayang. Dek."


Tanpa berpikir lama Reynald berteriak memanggil Mamanya. Kemudian Mamanya segera menghampiri.


"Ma, Aluna....," ucap Reynald.


"Aluna. Nak. Bangun sayang." Bu Rita menggoyang-goyang tubuh Aluna. "Maafkan Mama, Lun."


Pagi itu, Aluna telah pergi menyusul papanya. Aluna meninggal dalam keadaan sujud di rakaat terakhir tahajud pertamanya.

***