Akademisi UNISAI dan UIN Ar-Raniry: Pemulihan Pendidikan Pascabencana Masih Terabaikan
Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:00 WIB
Kampus Unisai Samalanga beberapa hari pasca musibah banjir bandang dan longsor. (Foto: NU Online/Helmi Abu Bakar)
Banda Aceh, NU Online
Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh menilai penanggulangan pascabencana di sektor pendidikan masih kerap luput dari perhatian serius. Padahal, pendidikan merupakan fondasi penting dalam pemulihan sosial, psikologis, serta keberlanjutan masa depan generasi korban bencana.
Pandangan tersebut disampaikan dosen UIN Ar-Raniry Banda Aceh Tgk. Muhammad Aminullah menanggapi dampak banjir bandang dan tanah longsor yang melanda sejumlah wilayah di Aceh pada akhir 2025.
Menurut Aminullah, penanganan bencana selama ini masih terfokus pada kebutuhan darurat seperti evakuasi, logistik, dan hunian sementara. Sementara sektor pendidikan, baik dayah, sekolah formal, maupun balai pengajian, belum sepenuhnya menjadi prioritas dalam agenda rehabilitasi dan rekonstruksi.
“Di beberapa wilayah terdampak, masih terdapat dayah, sekolah, dan balai pengajian yang belum tersentuh pembersihan lumpur dan puing pascabanjir. Ini tentu sangat memprihatinkan,” ujar Aminullah, Jumat (26/12/2025).
Ia yang juga dosen Universitas Islam Al-Aziziyah Indonesia (UNISAI) Samalanga menjelaskan, kerusakan fasilitas pendidikan menyebabkan proses belajar mengajar terhenti dalam waktu cukup lama. Ruang kelas, asrama santri, kitab-kitab, serta sarana pembelajaran lainnya banyak yang rusak berat, bahkan tidak lagi dapat digunakan.
Aminullah menambahkan, pendidikan memiliki peran strategis dalam memulihkan trauma anak-anak korban bencana. Kembalinya aktivitas belajar dinilai dapat membantu memulihkan rasa aman dan menumbuhkan harapan bagi peserta didik.
“Sekolah dan dayah harus menjadi ruang aman bagi anak-anak untuk bangkit dari trauma. Karena itu, pemulihan pendidikan harus berjalan seiring dengan pemulihan fisik dan ekonomi masyarakat,” jelasnya.
Pandangan serupa disampaikan dosen UNISAI Samalanga sekaligus pengurus PCNU Bireuen, Tgk. Iswadi atau Abah Iswadi. Menurutnya, pemulihan pendidikan pascabencana harus dipandang sebagai kebutuhan mendesak, bukan sekadar program pelengkap.
“Pendidikan merupakan denyut kehidupan masyarakat. Jika dayah dan sekolah lumpuh terlalu lama, dampaknya akan sangat panjang, terutama bagi anak-anak dan santri,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa dayah dan balai pengajian memiliki peran strategis dalam membangun ketahanan mental dan spiritual masyarakat pascabencana. Oleh karena itu, pembersihan serta pemulihan lembaga-lembaga pendidikan tersebut perlu dilakukan secara cepat dan terkoordinasi.
“Dayah bukan hanya tempat belajar, tetapi juga pusat pembinaan akhlak dan pemulihan psikososial masyarakat. Jika lembaga ini diabaikan, proses pemulihan umat akan berjalan lebih lambat,” katanya.
Abah Iswadi juga menyoroti keterbatasan kemampuan pengelola pendidikan untuk bangkit secara mandiri. Banyak pimpinan dayah, guru, dan tenaga pendidik turut menjadi korban bencana, kehilangan rumah dan harta benda.
“Tidak adil jika mereka dibiarkan berjuang sendiri. Dibutuhkan sinergi pemerintah, ormas Islam, dan masyarakat luas untuk menghidupkan kembali lembaga pendidikan,” tegasnya.
Kedua akademisi tersebut sepakat bahwa penanganan pascabencana di Aceh perlu dilakukan secara lebih menyeluruh dan berkelanjutan. Pemulihan sektor pendidikan harus menjadi bagian integral dari strategi rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah terdampak.
“Jika pendidikan pulih, maka masa depan masyarakat Aceh akan ikut pulih. Jangan sampai dunia pendidikan kembali menjadi sektor yang terlupakan setiap kali bencana datang,” pungkas Aminullah.
=============
Para dermawan bisa donasi lewat NU Online Super App dengan mengklik banner "Darurat Bencana" yang ada di halaman Beranda atau via web filantropi di tautan berikut: filantropi.nu.or.id.