Kediri, NU Online
Kiai muda dari Pesantren Al Falah Ploso Kediri, Jawa Timur, KH Abdurrahman Al-Kautsar alias Gus Kautsar mengaku prihatin atas banyaknya kiai, habib, dan masyayikh yang wafat di tengah pandemi Covid-19.
“Kita semua tahu bahwa pandemi hari ini merupakan pukulan luar biasa bagi seluruh dunia namun yang jauh lebih menyakitkan dan menyiksa adalah banyaknya para guru, masyayikh yang meninggalkan kita semua,” ungkap putra KH Nurul Huda Djazuli itu.
Menurutnya, para kiai, guru, habib, masyayikh, dan sepuh-sepuh yang dipanggil oleh Allah swt tidak akan bisa tergantikan. “Sebagai santri dan masyarakat, kita tidak mampu menemukan sosok yang setara atau pengganti yang layak kelasnya tidak jauh dari guru-guru yang telah meninggal,” ujar Gus Kautsar.
Ia khawatir dengan situasi banyaknya kiai yang wafat di tengah pandemi Covid-19 ini, justru akan tampil generasi-generasi baru yang jauh tidak sebanding, terutama dalam aspek keilmuan dan cara berdakwah atau syiar agama. Generasi-generasi penerusiyu khawatir cenderung lebih menggunakan pikiran atau fatwa berdasarkan logika yang dibangunnya sendiri, tanpa sandaran yang bersifat syar’i sebagaimana kiai dan ulama terdahulu.
“Misalnya, saat melontarkan kata-kata yang tampak menarik di muka umum namun sebetulnya hal itu cenderung melemahkan dan membuat orang lain antipati,” Gus Kautsar mencontohkan.
Ia berharap kekhawatiran-kekhawatirannya tidak akan terwujud. Karenanya, generasi muda saat ini harus benar-benar melanjutkan perjuangan-perjuangan para kiai dan ulama dalam menegakkan panji-panji agama.
“Jangan sampai keramat orang tua kita berhenti atau selesai pada kita saja. Para santri dan keturunan pesantren harus bisa merasakan kenikmatan dan karomah yang sama bahkan lebih,” terangnya.
Dengan cara apa? yakni, terus membangun pribadi lebih baik, memiliki keilmuan yang mumpuni, dan mengikuti arahan dari para sesepuh sampai Rasulullah saw. Oleh karena itu, kuncinya adalah jangan bosan ngaji sebab totalitas para pendahulu adalah khidmat berilmu, dalam hal ini ngaji.
“Karena ngaji itu kemudian mampu mengangkat siapa pun atau jika tidak ngaji segagah apapun, bangunan yang sudah dilakukan oleh para pendiri akan hancur lebur,” jelasnya.
Kontributor: Suci Amaliyah
Editor: Syamsul Arifin