Nasional

Alasan NU Tidak Terapkan Kalender Hijriah Global Tunggal

Kamis, 20 Februari 2025 | 07:00 WIB

Alasan NU Tidak Terapkan Kalender Hijriah Global Tunggal

Ilustrasi rukyatul hilal. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Nahdlatul Ulama tidak menerapkan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) yang tengah ramai diwacanakan di dunia Islam. Hal ini karena kesatuan hukum dan rukyatul hilal membatasi hal tersebut. Karenanya, NU konsisten menggunakan rukyatul hilal sebagai penentuan kalender Hijriah.


Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU)dalam Webinar Falakiyah LF PBNU yang digelar secara daring dan luring di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2025). 


"Dengan demikian, dari awal berdiri sampai sekarang, NU tidak pernah tertarik pada ittihadul mathali' (penyatuan kesatuan wilayah hukum)," katanya dalam agenda yang mengusung topik Mengapa Nahdlatul Ulama tidak Menerapkan Kalender Hijriah Global? itu.


Kiai Salam menjelaskan, NU telah secara tegas menyatakan bahwa rukyatul hilal sebagai metode penetapan awal bulan Hijriah yang absah.


"Yang pertama, dulu tahun 1954, itu NU langsung punya pendapat bahwa penetapan awal bulan, pengumuman awal Ramadhan dan Syawal berdasarkan Hisab, mendahului penetapan atau siaran Departemen Agama, hukumnya tidak boleh," ungkapnya.


"Jika berdasarkan rukyatul hilal atau istikmal (penggenapan), maka itu sah," imbuh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya itu.


Kiai Salam pun mengungkapkan bahwa persoalan menyangkut keberlakuan penentuan awal bulan diputuskan dalam Muktamar ke-30 di Lirboyo tahun 1999. Salah satu putusannya larangan bagi umat Islam dan pemerintah Indonesia untuk
memedomani rukyat hilal internasional atau global. Sebaliknya, dianjurkan untuk merujuk kepada satu wilayah negara.


"Karena Indonesia tidak berada dalam kesatuan hukum dengan negeri-negeri yang mengalami rukyat," terangnya.


Sejalan dengan itu, Anggota LF PBNU Khafid menjelaskan, KHGT lahir dari pertemuan sejumlah pakar fiqih, astronomi, dan pemerhati kalender Islam di Istanbul, Turki tahun 2016. Salah satu putusannya soal penyelarasan sistem KHGT. Menurutnya, hal ini jauh panggang dari api. Ia mempertanyakan pihak mana yang akan bertanggung jawab mengaturnya.


"Iya, karena kalau kita bicara masalah mathla' global ini, pertanyaannya adalah siapa yang akan menjadi otoritas dalam hal ini. Negara mana yang akan mengkoordinir ini? Apakah masing-masingnya akan berjalan sendiri-sendiri?" ujarnya.


Sistem global semacam itu, terang Khafid, dapat tercapai jika ditopang dengan kekuatan otoritas memadai. Pandangan ini ia sandarkan kepada penetapan kalender hijriah yang dilakukan Umar bin Khatab sebagai pemegang otoritas (khalifah).


"Artinya, untuk bisa memperlakukan suatu sistem, itu memerlukan otoritas," tegas Direktur Pemetaan Wilayah dan Nama Rupabumi itu.