Gresik, NU Online
Kaum Muslimin di Indonesia biasa membaca beberapa surat pendek dalam al-Qur’an. Di antaranya adalah surat Al-Ikhlas. Bahkan tidak sedikit yang menjadikan surat tersebut sebagai ‘andalan’ kala acara tertentu.
Bagaimana sebenarnya memaknai kebiasaan itu, apakah memang ada alasan yang dibenarkan sehingga tradisi menjaganya bisa bertahan hingga sekarang. Salah satu jawabannya ada pada kajian yang disampaikan Ustadz Yusuf Suharto, Ahad (22/12).
"Dalam Tafsrir Marah Labid, karya Syekh Nawawi Banten disebutkan riwayat bahwa segala sesuatu itu ada cahaya, dan cahaya al-Qur’an adalah Qulhuwallahu Ahad atau surat al-Ikhlas," katanya pada pengajian dalam rangka reuni alumni MTsN Denanyar, Jombang angkatan 1994, di Gresik, Jawa Timur.
Lebih lanjut dikatakan oleh dosen Pendidikan Agama Islam (PAI) Institut Pesantren KH Abdul Chalim Mojokerto ini, bahwa al-Qur'an juga mempunyai tiga kandungan pokok.
"Seperti dinyatakan Imam Ghazali, kandungan pokok al-Qur’an itu ada tiga, yaitu mengenal Allah, mengenal akhirat, dan mengenal shirathal mustaqim,” jelasnya.
Tim narasumber di Pengurus Wilayah (PW) Aswaja NU Center Jawa Timur tersebut juga menjelaskan keterangan terkait bahwa membaca surat al-Ikhlas seperti membaca sepertiga al-Qur’an.
“Itu maksudnya karena kandungan surat al-Ikhlas adalah tentang mengenal Allah, dan itu adalah bagian sepertiga dari kandungan al-Qur’an. Jadi, bukan berarti bahwa membaca surat al-Ikhlas tiga kali setara dengan membaca al-Qur'an keseluruhan,” ungkapnya.
Pada pertemuan yang berlangsung akrab tersebut, Ustadz Yusuf Suharto menjelaskan tradisi Muslim Nusantara setiap rakaat kedua pada shalat tarawih yang selalu membaca surat al-Ikhlas. Yang kemudian tradisi ini disebut oleh salah seorang penceramah kondang dengan ‘Qulhu ae lek’.
“Ternyata memang dulu ada riwayat, yakni sahabat Nabi dari kalangan Anshor yang setiap menjadi imam shalat tidak lupa selalu membaca surat al-Ikhlas,” urainya.
Karena keberatan, para sahabat yang menjadi jamaah melaporkan kebiasaan yang selalu dilakukan imam masjid Quba ini. Kemudian Rasulullah juga menanyakannya ke sahabat tersebut. Dan ternyata yang bersangkutan suka dengan surat al-Ikhlas, sehingga membacanya setiap menjadi imam.
“Respons Rasulullah ketika sahabat itu istiqamah membaca Qulhu dalam shalatnya tersebut menyebutkan bahwa hubbuka iyyaha, adkhalakal jannata yakni kecintaanmu padanya, yakni al-Ikhlas, memasukkan engkau ke surga,” urainya.
Sehingga dengan demikian, para imam yang ‘langganan’ membaca surat al-Ikhlas atau Qulhu bahkan yang pendek pun dan bahkan dua surat dalam satu rakaat adalah tidak perlu dipersoalkan karena memang boleh.
“Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Kitab al-Adzan dalam bab al-jam'u baynal surataini fil rakaah dalam kitab Shahih al-Bukhary, hadits ke 774,” jelasnya.
Pada kesempatan itu, tuan rumah Amri Yahya menyampaikan bahwa para alumni Pesantren Denanyar yang tinggal di Gresik setiap bulan mengaji kitab Kifayatul Atqiya' yang diasuh Kiai Abdussalam Shohib, Kiai Faruq dan Kiai Wazir Ali.
Pewarta: Ibnu Nawawi
Editor: Aryudi AR