Purworejo, NU Online
Pada 15 Juli 2021, Ganjar Pranowo digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang karena kebijakannya yang merugikan warga Wadas dengan mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/20 Tahun 2021 tentang Pembaruan Atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
Gugatan tersebut mendapat penolakan dari warga Wadas karena masih mencantumkan lokasi Desa Wadas. Selain itu, Penerbitan Izin Peruntukan Lahan (IPL) Pembaruan juga mengancam masa depan masyarakat khususnya bagi perempuan Wadas.
Sriyana, salah seorang Wadon Wadas (perkumpulan perempuan Wadas) yang juga terdampak rencana penambangan batu andesit di Desa Wadas menyatakan, jika proyek tersebut tetap dijalankan maka yang paling terancam adalah ibu-ibu di desa karena akan kehilangan sumber mata air.
“Kebutuhan sehari-hari seperti masak, mandi, mencuci tidak bisa lepas dari air. Musim kemarau saja habis airnya apalagi kalau nanti ditambang, bagaimana nasib kami?” kata Sriyana saat dihubungi NU Online, pekan lalu.
Ancaman lain yakni kehilangan penghasilan. “Mayoritas ibu-ibu di sini kan membuat gula aren, karet dan besek yang terbuat dari anyaman bambu yang semua bahannya diambil dari hutan. Nah, kalau ditambang pasti kami akan kehilangan semuanya padahal penghasilan dari besek lumayan sebulan bisa sampai satu juta,” ungkapnya.
Diketahui, pembuatan besek menjadi upaya perlawanan yang dilakukan oleh perempuan Wadas. Besek yang terbuat dari anyaman bambu merupakan simbol ikatan perempuan Wadas dengan bumi Wadas.
Bahan baku besek adalah bambu yang biasanya diambil dari hutan atau kebun warga. Bagi perempuan Wadas, rusaknya hutan, kebun, bukan hanya kehancuran mata pencaharian perempuan tapi juga hilangnya budaya.
Ia berharap, pemerintah segera cabut IPL (Izin Penetapan Lokasi). “Kami berharap IPL jangan diperpanjang lagi karena sampai kapan pun kami tetap menolak Wadas dijadikan tambang untuk pembangunan Bendungan Bener,” harapnya.
Sementara itu, ahli bidang gender masyarakat Wadas, Risma Umar dalam siaran pers bersama Solidaritas Perempuan beberapa waktu lalu menegaskan, warga Wadas terutama perempuan menolak penambangan batuan andesit untuk pembangunan Bendungan Bener karena penambangan merusak alam Wadas yang selama ini menjadi ruang dan sumber kehidupan warga.
“Warga Wadas terancam kehilangan tempat tinggal dan lahan pertanian, hilangnya flora bambu, pencemaran air, polusi udara dan suara. Lebih dari itu, penambangan memiliki dampak berbeda yang dialami oleh perempuan, ” ujarnya.
Dikatakan, penambangan batu andesit dapat menghilangkan empat mata air, merusak 23 mata air hingga kering, terjadi penyusutan debit air dan mengakibatkan air menjadi keruh. Padahal, perempuan memiliki relasi yang lekat dengan air.
Selain itu, tiadanya kajian dan analisis gender serta pelibatan perempuan dalam proses konsultasi publik menjadi indikasi bahwa pemerintah gagal melihat potensi bahaya yang ditimbulkan terhadap kehidupan perempuan.
“Proyek pembangunan Bendungan Bener di Purworejo Pemerintah gagal membaca kemelekatan perempuan dengan alam secara ekonomi, lingkungan, sosial dan budaya,” tandasnya.
Kontributor: Suci Amaliyah
Editor: Syakir NF