Kudus, NU Online
Mustasyar PBNU KH Sya’roni Ahmadi mengingatkan peringatan hari lahir (harlah) Nahdlatul Ulama sebaiknya berdasarkan pada hitungan tahun Hijriyah yakni 16 Rajab 1344 H bertepatan 31 Januari 1926 M.
<>
“Kadang-kadang banyak yang keliru memeringati harlah NU setengah hijriyah dan miladiyah seperti 16 Rajab 1926. Warga NU harus mengerti, NU menggunakan hitungan tahun hijriyah,” katanya dalam acara peringatan Isra’ Mi’raj dan peringatan harlah ke-90 NU di halaman gedung MWCNU Kaliwungu Kudus, Ahad siang (9/6).
KH Sya’roni menjelaskan tahun kelahiran NU tercatat dalam kalimat bahasa Arab yang hingga kini masih dipasang pada Masjidil Aqsho Menara Kudus. Sebagai penulisnya, seorang keturunan ke-12 Sunan Kudus yakni pengusaha Ubin Damaran Kudus mendiang KH Ahmad Kamal.
“Bunyinya ma tatil bid’ah biqiyami hujjah liahlissunniyah. Bila huruf-huruf tulisan Arab itu dihitung berjumlah 1344. Kalau dengan tahun sekarang (1434) berarti tepat usia NU-90 tahun,” terangnya seraya menceritakan KH Ahmad Kamal bersama KHR Asnawi Kudus menjadi mustasyar PBNU pada masa Rais Akbar KH Hasyim Asy’ari.
Mengenai Istilah harlah, menurut KH Sya’roni, tidak perlu dirubah dengan istilah lainnya. Hari lahir, jelasnya, berasal dari kata maulid atau milad, kalau hari ulang tahun sama halnya dengan haul (peringatan satu tahun orang mati).
“Kalau kelahiran NU diperingati dengan istilah hari ulang tahun berarti NU sudah mati. Makanya warga NU harus teliti, peringatannya sudah sesuai memakai hari lahir (harlah),” tegasnya lagi di depan ribuan Nahdliyin dan badan otonom NU yang hadir.
Dalam mauidhah hasanahnya, Mbah Sya’roni mengajak NU mencetak kader-kader ilmuwan yang berakhlakul karimah sehingga menjadi orang yang terhormat.
“Kriteria orang terhormat itu adalah seseorang yang berilmu dan berakhlakul karimah,” jelasnya seraya mengutip maqolah Arab.
Redaktur : Mukafi Niam
Kontributor : Qomarul Adib