Pengasuh Pesantren Raden Rahmat Sunan Ampel, Jember, Kiai Ahmad Nafi’ saat memberikan pengarahan dalam Launching & Bedah Kitab BI HUBBIN NABI MUHAMMAD SHALLALAHU ‘ALAIHI WASALLAM di mushala pesantren yang diasuhnya. (Foto: NU Online/Aryudi AR)
.Jember, NU Online
Tak bisa dipungkiri bahwa kebahagiaan merupakan bidikan utama semua umat manusia. Apapun dan siapapun, perjalanan hidup manusia muaranya adalah kebahagiaan. Namun tidak perlu khawatir, kebahagiaan bukan monopoli orang kaya, bukan pula hanya milik profesi tertentu dengan upah yang tajir.
“Kita cari bahagia, carilah kebahagiaan itu di profesi kita masing-masing, pasti ada dan ketemu,” ujar pengasuh Pesantren Raden Rahmat Sunan Ampel, Antirogo, Kecamatan Sumbersari, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Kiai Ahmad Nafi’ saat memberikan pengarahan dalam Launching & Bedah Kitab BI HUBBIN NABI MUHAMMAD SHALLALAHU ‘ALAIHI WASALLAM di mushala pesantren yang diasuhnya, Sabtu (2/11).
Menurut Kiai Nafi’, jalan kebahagiaan itu bisa ditempuh di mana saja asalkan memenuhi dua syarat. Yaitu menyambung dengan nur Nabi Muhammad SAW dan tunduk kepada apapun yang bersumber ari Al-Qur’an. Ia lalu menukil ayat Al-Qur’an yang berbunyi: Sungguh telah datang kepadamu dari Allah nur dan kitab yang nyata. Dari beberapa tafsir yang ada, lanjutnya, yang dimaksud ruh adalah ruh Nabi Muhammad SAW. Artinya, sebelum Allah menciptakan jagat alam dan isinya, Dia telah menciptakan ruh Nabi Muhammad SAW lebih dulu.
“Makanya kalau mau nyambung kepada Allah, fasilitasnya adalah nyambung dulu kepada Nabi Muhammad, baru kita belajar piranti hukumnya, yaitu Al-Qur’an,” ucapnya.
Pria kelahiran Kebumen itu menegaskan, praktik sambung kepada Nabi Muhammad SAW adalah mencintai beliau seutuhnya. Salah satu caranya adalah memperbanyak membaca shalawat, memahami sejarah hidup beliau, dan tentu saja mengamalkan semua perintahnya dan menjauhi segala larangannya.
“Di situlah kebahagiaan kita capai, kapanpun dan di manapun kita berada,” pungkas Dosen Univesitas Jember itu.
Dalam kesempatan yang sama, Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember, H Nurul Ghufron menegaskan bahwa kebahagiaan bukan diukur oleh banyaknya materi dan uang. Walaupun segala-segalanya butuh uang, tapi uang bukan segala-galanya.
“Rasakan dan syukuri apa yang kita miliki, itulah yang paling indah,” ungkapnya.
Oleh karena itu, katanya, manusia tidak perlu selalu menargetkan sesuatu dalam hidup ini dengan pengandaian yang semu. Bahwa orang harus berusaha, itu betul. Tapi jangan sekali-kali terbebani oleh target yang kadang di luar kemampuan. Sebab jika hidup ini digantungkan dengan target harus ini dan itu, maka kebahagiaan akan semakin menjauh.
“Terus terang saya tak pernah berpikir untuk mejadi pimpinan KPK, membayangkan saja tidak. Tapi saya selalu bersyukur dengan apa yang saya dapat selama ini,” ucapnya.
Pewarta: Aryudi AR
Editor: Ibnu Nawawi