Seorang anak dan ibunya sedang asyik bercngkerama menikmati indahnya alam raya. (Ilustrasi: Freepik)
Banyak sekali orang tua yang tidak sadar bahwa mereka sedang 'mengekspolitasi' anak untuk kepentingan tertentu, terutama ekonomi. Eksploitasi itu melalui sharing segala aktivitas anak di media sosial. Oleh karenanya, orang tua diminta agar berhati-hati.
Hal tersebut mengemuka dalam serial kajian Islam yang ke-12 hasil bekerja sama antara Pimpinan Cabang Lembaga Kajian Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama (PC Lakpesdam NU) Kota Malang dengan Pimpinan Cabang Lembaga Ta'lif Wan Nasyr (PC LTN NU) Kota Malang, Jawa Timur.
Kajian yang dilaksanakan secara daring melalui aplikasi Zoom, Jum'at (8/5) ini bertema Share and Parenting di Era Learn Form Home. Kajian daring tersebut mengundang dua pembicara utama, Merry Frida Tri Palupi (akademisi dari Untag Surabaya) dan Dosen Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Mohammad Mahfur.
Merry, sapaan akrabnya, menyatakan bahwa banyak sekali orang tua yang tidak sadar bahwa mereka sedang 'mengekspolitasi' anak untuk kepentingan tertentu, terutama ekonomi.
"Saya mengambil contoh, selebgram Ashanty dengan Rahel Venya yang followers Instagram-nya jutaaan. Dari jumlah pengikut jutaan tersebut bisa diambil keuntungan secara finansial,” ujar perempuan lulusan program doktoral Universitas Padjajaran ini.
Bahkan, lanjut dia, sejak dalam kandungan, mulai dari foto USG, kelahiran dan lain-lain, berbagai aktivitas tersebut digunakan sebagai promo iklan untuk mendapatkan endorsment dari sponsor dan lain sebagainya.
Menurut dosen berjilbab ini, dalam kajian kritis, apa yang dilakukan orang tua ketika mengeksploitasi anaknya bisa terjebak dalam kesadaran palsu. Kesadaran palsu ini mengarahkan seseorang pada alienasi atau keadaan merasa terasing karena tekanan pada struktur sosial.
“Sharenting atau share and parenting merupakan aktivitas pengasuhan orang tua yang seringkali menggunakan medsos secara teratur, dengan membagikan foto atau video anak mereka ke akun medsos," lanjut peneliti gender, kajian perempuan dan anak ini.
Seperti baru-baru ini perseteruan antara Denny Siregar dengan keluarga Agus Harimurti Yudhoyono akibat dari sharenting ini. Anak Annisa Pohan dengan AHY yang dijadikan bahan politik oleh Denny Siregar karena memposting tugas sekolahnya yang kebetulan menyinggung tentang lockdown. Hal ini menimbulkan pro kontra, bahkan konon akan sampai dilaporkan ke pihak berwenang.
"Praktik sharenting memiliki beberapa potensi berbahaya, terutama pada anak. Ada kasus foto anak seorang artis yang diambil secara digital kemudia 'dijual' di komunitas pedofil. Juga bisa menyebabkan anak menjadi rentan menjadi korban penculikan baik secara fisik, maupun digital. Serta yang tidak kalah berbahaya anak menjadi mudah frustasi," tutur Dosen Universitas Islam Blitar ini.
Orang tua sering tidak sadar, bahwa apa yang dilakukan menjadi celah eksploitasi. Walaupun dalam wawancara dengan salah satu narasumber, seorang artis yang juga mama muda merasa kaget dan tidak percaya kalau anaknya menjadi 'korban' eksploitasi orang tua. Menurut artis itu, pemikiran eksploitasi anak terlalu jauh. Karena pikiran orang tua adalah mengembangkan potensi anak sebesar-besarnya.
"Padahal praktik sharenting yang dilakukan tanpa didasari pemahaman terhadap literasi media, akan sangat mudah menimbulkan hasrat untuk dipuji yang pada gilirannya mengarah pada bentuk eksploitasi terhadap buah hatinya," pungkasnya.
Dua dunia
Pemateri lainnya, Mohammad Mahfur, memandang dari perspektif psikologi. Menurut Dosen Pascasarjana UIN Maliki Malang ini, pada masa learn from home saat ini ada ruang waktu baru dalam keluarga.
"Dulu, rumah identik dengan ruang leisure (bersantai). Sekarang kita dipaksa rumah menjadi dua dunia yang harus diatur dengan baik: ruang disiplin dan ruang santai. Di mana bekerja, belajar, dan melakukan aktivitas produktif lainnya yang biasanya dilakukan di luar rumah sekarang harus dilakukan di rumah. Ini kalau tidak diatur dengan baik, akan berpotensi menimbulkan ketegangan dan konflik baru," tuturnya.
Menurut Wakil Sekretaris PCNU Kota Malang ini, sekarang pola pengasuhan anak perlu bergeser dari sekedar atensi (perhatian). Jadi, harus bisa sampai tahap intensi (keseriusan). Sehingga bukan hanya quality time saja yang penting. Akan tetapi, hubungan intens yang aman juga perlu diciptakan bersama dalam keluarga.
“Menjadi orang tua, di era pandemi harus memiliki fleksibilitas gaya pengasuhan. Tak kalah penting, orang tua perlu memiliki multiple task for parenting. Yaitu kemampuan berperan menjadi banyak fungsi. Kapan sebagai orang tua, sebagai teman, maupun guru bagi anak-anak,” papar Rektor Kampus Desa ini.
“Orang tua dituntut lebih kreatif untuk meningkatkan bahan dan materi yang ada di rumah dan sekitarnya sebagai pengayaan untuk tumbuh bersama dalam keluarga,” pungkasnya.
Turut hadir Ketua PCNU Kota Malang Isroqunnajah, Ketua PC Lakpesdam NU Kota Malang M Faisol Fatawi, Ketua PC LTN NU Kota Malang Achmad Diny H, Wakil Sekretaris PCNU Kota Malang Zulkarnain, dan pengurus NU lainnya. Beberapa dosen dari berbagai kampus dan para aktivis mahasiswa juga tampak hadir.
Diskusi daring ini diikuti sejumlah warganet dari berbagai wilayah di Indonesia, seperti dari Jawa Barat, Batusangkar Sumatera Barat, dan Pekalongan Jawa Tengah. Lebih dari 90 peserta aktif sampai akhir.
Kontributor: A Diny Hidayatullah
Editor: Musthofa Asrori