Hukum Perkawinan Janda sampai Penggunaan Tabungan Sekolah Dibahas di NTB
Ahad, 27 Desember 2020 | 17:30 WIB
Mataram, NU Online
Tingkat perceraian di Lombok, Nusa Tenggara Barat tergolong sangat tinggi. Tindakan perceraian atau ucapan talak sering kali dilakukan oleh pihak laki-laki dil uar proses pengadilan. Padahal, dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur bahwa perceraian harus dilakukan dimuka pengadilan dan didahului oleh upaya perdamaian. Dalam praktiknya lebih banyak perceraian dilakukan di luar pengadilan.
Persoalan tersebut adalah salah satu yang dibahas dalam Bahtusl Masail Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Nahdlatul Ulama NTB, Ahad (17/12). Protokol kesehatan cegah Covid-19 pun diterapkan. Para ustazd, tuan guru, dan kiai itu bukan saja berasal dari Kota Mataram.
Para ulama mengatakan ketika janda dan duda ini akan menikah lagi secara resmi, Kantor Urusan Agama (KUA) akan menanyakan bukti surat cerai dari perkawinan sebelumnya. Kalau tidak maka rencana pernikahannya akan terhambat, apa lagi kalau walinya tidak berada ditempat. Pertanyaannya, siapakah yang menjadi wali nikah kasus tersebut. Bolehkah janda tersebut mengangkat wali muhakkam padahal itu ada syarat-syaratnya.
Forum juga membahas status talak di Pengadilan Agama. Persoalan yang dibahas di sini, bagaimana pandangan fiqih mengenai ucapan talak sebanyak tiga kali, namun dalam putusan hakim sering kali diputuskan hanya talak satu kali. Selain itu, apakah masyarakat bisa memilih antara mengikuti ucapan talak sebanyak tiga kali di luar pengadilan atau melalui proses pengadilan.
Persoalan ketiga, pemasangan kabel dan pipa air pada tanah umum atau milik pribadi. Forum membahas bagaimana pandangan fiqih terhadap penggalian tanah untuk menanam kabel, pipa air ditanah pribadi atau umum. Bolehkah pemilik tanah yang digali meminta ganti rugi yang tanahnya dilalui?
Keempat, hukum menggunakan uang tabungan sekolah. Bagaimana hukum menggunakan uang tabungan sekolah tanpa sepengetahuan pemiliknya tabungan untuk kepentingan pribadi walau akan diganti pada akhir tahun? Bagaimana hukum meminjamkan uang tabungan itu kepada pihak ketiga dengan iming-iming keuntungan tanpa sepentahuan pemilik?
Persoalan kelima tentang audit perbankan syariah. Bagaimana hukum penghitungan nisbah bagi hasil perbankan yang hasilnya tidak diketahui oleh nasabah namun dalam akad telah disebutkan nisbahnya. Hukum perhitungan atau audit keuangan yang tidak menggunakan sistem islami.
Bahstul masail dihadiri para ustazd, kiai, dan tuan guru yang mendatangi Pondok Pesantren Al Mujibiyah, Kota Mataram sejak pagi. Protokol kesehatan cegah Covid-19 pun diterapkan. Para ustazd, tuan guru, dan kiai itu bukan saja berasal dari Kota Mataram namun juga Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, dan Lombok Utara.
Kegiatan Bahtsul Masail yang keenam ini dilaksanakan oleh LBM NU NTB bekerjasama dengan Ikatan Santri Alumni Salafiyah Syafiiyah (IKSASS) Rayon Kota Mataram.
"Kita ingin kedepan LBM NU NTB bisa bekerjasama dengan berbagai pihak untuk mengadakan bahtsul masail yang membahas berbagai persoalan masyarakat," kata Ketua LBM NU NTB, Ustadz Qamarullah pada sambutan pembukaan acara.
Hadir membuka kegiatan ini ketua PWNU NTB, TGH Masnun Tahir, Syuriyah PWNU NTB, TGH Lalu Shohimun Faisal. Pada sambutan pembukaan Masnun Tahir berpesan kepada seluruh peserta yang hadir untuk menjaga dan meneruskan program bahtsul masaail karena perannya sangat strategis untuk mejawab persolan-persoalan keumatan.
"Kegiatan bahtsul masail itu bagian dari upaya hifzul akli (memelihara akal). Kalau akal tidak berhasil kita jaga dan gagal kita pergunakan merumuskan hukum, tentu nasib dan masa depan kita akan kacau. Apa lagi bahtsul masail itu juga didalamnya ada proses penggalian istinbat hukum," pesannya.
Pada forum bahtsul masail kali ini bertindak sebagai perumus tim LBM NU NTB, mushahih di antaranya TGH L Shohimun Faisal (Syuriyah PWNU NTB), TGH Subki As Sasaki (Syuriyah PCNU Lombok Barat), dan TGHEsrarul Haq (Syuriyah PCNU Lombok Tengah).
Hasil kelima rumusan hukum dari persoalan yang dibahas akan dikirimkan ke PBNU.
Kontributor: Yusuf Tantowi
Editor: Kendi Setiawan