Instika Guluk-guluk Jaga Kekayaan Daerah dengan Buku Saku Bahasa Madura
Rabu, 9 September 2020 | 13:30 WIB
Penyerahan buku kosakata Madura oleh peserta KKN Instika Guluk-guluk kepada santri. (Foto: NU Online/Firdausi)
Sumenep, NU Online
Hampir seluruh pesantren tradisional di Madura menggunakan bahasa halus daerah sebagai komunikasi harian. Hal ini demi menjaga sopan santun dengan lawan bicara.
Upaya untuk mempertahankan bahasa Madura tersebut dilakukan peserta Kuliah Kerja Nyata dari Rumah (KKN-DR) Posko 44 Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika) Guluk-guluk, Sumenep, Jawa Timur. Salah satunya dengan memberikan kenang-kenangan kepada santri Pondok Pesantren Annuqayah Daerah Latee I dan II yang berwujud buku saku atau kosakata bahasa Madura, Rabu (9/9).
Nyai Barratun Naqiyah menjelaskan bahwa dalam hal sopan santun, bahasa Madura dibagi menjadi tiga tingkatan. Pertama enja' iya yang biasa dipakai orang tua kepada anaknya. Kedua enggi enten biasa untuk seseorang kepada yang usianya sederajat. Ketiga yakni enggi bhunten yang lawan bicaranya lebih tua.
Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) Posko 44 tersebut menegaskan bahwa jika santri terbiasa menggunakan bahasa halus, maka sangat memungkinkan bisa mengaplikasikannya saat berada di tengah masyarakat. Apalagi di pesantren tradisional model pemaknaan kitab kuning menggunakan aksara Arab pegon berbahasa Madura halus atau kromo.
"Inilah yang melatarbelakangi pembuatan buku saku tersebut dicetak atau digandakan banyak dan dibagikan kepada santri," katanya.
Tidak sampai di situ, tujuan program tersebut untuk menambah perbendaharaan kosa kata bahasa Madura halus. Dengan demikian santri dapat mengaplikasikannya saat berkomunikasi dengan orang lain, seperti orang tua, kiai atau ibu nyai, guru, dan temannya.
Dirinya mengutarakan bahwa isi di dalam buku saku tersebut disertai bahasa Madura kasar atau enja' iya, kemudian disertai pula bahasa Madura halus atau enggi bhunten.
"Kosa katanya sangat beragam, mulai dari tema anggota tubuh manusia, pekerjaan atau kata sifat, kata kerja, kata perintah, dan lain-lainnya," terangnya.
Di kesempatan berbeda, Millatul Athiyah menegakkan bahwa pembuatan buku saku merupakan usulan dari DPL yang didasarkan pada program yang diajukan oleh peserta KKN-DR.
Ketua Posko 44 tersebut menjelaskan proses pembuatan buku saku diawali dengan mengumpulkan beragam kosakata dengan tema berbeda oleh peserta KKN-DR.
"Setelah terkumpul, barulah kami konsultasikan dan diedit oleh beberapa orang yang kompeten atau para ahli di bidang bahasa daerah dan carakan Madura," ungkapnya.
Gus Ainur Ridha selaku Ketua Pengurus Pesantren Latee II sangat bersyukur terhadap penerbitan buku saku tersebut walaupun secara keseluruhan belum dihafalkan oleh santri.
"Alhamdulillah berkat buku saku ini santri dengan mudah menghafalnya karena buku tersebut sangat praktis dibawa ke mana-mana," ujarnya.
Posko 44 KKN-DR Instika Guluk-Guluk memiliki 4 program yang terpilih dari 15 proposal pengabdian yang diajukan oleh masing-masing peserta. Di antaranya adalah pelatihan bimbingan dan konseling bagi divisi keamanan dan ketertiban (Kamtib) pesantren. Ada pelatihan bimbingan teknis pelaksanaan pembelajaran cooperative learning team tournamen kepada guru diniyah awwaliyah khusus yang berdomisili di pesantren.
Juga pengembangan perpustakaan pesantren melalui pembenahan tata ruang dan penambahan buku. Hal itu sebagai upaya meningkatkan minat baca santri. Yang juga dilakukan adalah program unggulan yakni pemberdayaan dan kedisiplinan santri dalam menggunakan bahasa Madura halus sebagai bahasa komunikasi sehari-hari.
Kontributor: Firdausi
Editor: Ibnu Nawawi