Izin Penambangan Emas Terbit, Warga Trenggalek Terancam Bencana Alam Dahsyat hingga Bencana Kemaksiatan
Kamis, 27 Oktober 2022 | 06:00 WIB
Warga Trenggalek berkunjung ke PBNU Jakarta, Rabu (26/10/2022). Mereka mengadukan sejumlah persoalan di antaranya keluarnya UP PT Sumber Mineral Nusantara (SMN) yang mengancam Sumberbening di Kecamatan Dongko dan delapan kecamatan lain di Trenggalek. (Foto: NU Online/Syakir NF)
Jakarta, NU Online
Seperti namanya, Sumberbening, desa itu begitu asri alamnya. Hijau pepohonan dan tanaman, serta bening air menjadi pemandangan yang tak terbantahkan di desa ini. Air yang melimpah merupakan anugerah yang tak terdefinisikan. Sebagaimana disebutkan Al-Qur’an, air adalah sumber segala kehidupan.
Tak aneh, jika desa ini berhasil mendapatkan juara Adipura Desa se-Kabupaten Trenggalek. Hal ini bukan semata karena alam yang memang asri, tetapi juga warganya yang senantiasa menjaga keasriannya tersebut. Bukan hanya karena iming-iming penghargaan Adipura, tetapi demi kemaslahatan bersama.
Namun, semua itu kini terancam karena keluarnya izin usaha pertambangan (IUP) PT Sumber Mineral Nusantara (SMN). Bukan hanya Sumberbening di Kecamatan Dongko, luas izin tersebut mencakup delapan kecamatan lain dari 14 kecamatan yang ada di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, yaitu Tugu, Karangan, Suruh, Pule, Gandusari, Munjungan, Kampak, dan Watulimo. Luasnya mencapai lebih dari 12 ribu hektar.
Izin tersebut dinilai seperti tidak memperhatikan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Pasalnya, pertambangan tersebut dinilai dapat menghancurkan ekosistem lingkungan dan alam wilayah tersebut.
Rusaknya lingkungan
Rohmad Widodo dari Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda (GP) Ansor Trenggalek menyampaikan, bahwa tanpa ada penambangan emas pun, Trenggalek mengalami bencana luar biasa, seperti banjir bandang pada bulan ini. Sebagaimana dilansir Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terdapat 11 kecamatan terdampak banjir bandang itu, yaitu Kampak, Dongko, Gandusari, Tugu, Pule, Suruh, Bendungan, Trenggalek, Pogalan, Karangan, dan Durenan.
"Ada tanda alam tidak boleh diapa-apakah. Tidak sentuh alat berat saja bencana," kata Rohmad saat berkunjung bersama rombongan Aliansi Rakyat Trenggalek ke Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada Rabu (26/10/2022).
Akibat dari bencana itu, sejumlah warga bahkan direlokasi karena wilayahnya sudah tidak bisa ditinggali. Hal itu disebabkan tanah di tempat tinggal mereka tersebut bergerak.
Senada dengan Ansor, Dian Meiningtias dari Fatayat Nahdlatul Ulama Trenggalek juga menegaskan akan kekhawatiran itu. Sebab, tambang sangat memungkinkan rusaknya lingkungan hingga kehilangan sumber air. Padahal, air di desa tersebut juga dialirkan ke berbagai desa lain di sekitarnya.
Sementara itu, kebutuhan air sangatlah banyak, bukan saja untuk kebutuhan pribadi, seperti bersuci dan bercuci, hingga masak, tetapi juga untuk mengairi tetumbuhan, khususnya sayur-mayur, yang sengaja ditanam di rumah-rumah.
Hal serupa juga diungkapkan Suripto dari Aliansi Rakyat Trenggalek. Ia menyampaikan, bahwa pertambangan emas PT SMN tersebut dapat mematikan sumber air yang menjadi sarana penghidupan warga sekitar. "Kita bisa hidup tanpa emas, tapi tidak bisa hidup tanpa air," katanya.
Tidak hanya itu, SMN juga memasukkan kawasan lindung terkait dengan lempengan rawan bencana longsor (mega trust) yang seharusnya dijaga dan dipertahankan. Jika tidak dijaga, hal tersebut tentu akan mengancam warga sekitar karena bencana di depan mata.
Selain itu, lanjut Suripto, IUP juga bukan hanya melanggar gegara dapat menimbulkan bencana alam dahsyat, tetapi juga akan merusak situs cagar budaya, yaitu Prasasti Kamulan dan Prasasti Kampak.
Baginya, penerbitan IUP tidak sekadar melanggar hukum, tetapi juga menabrak teoekologis, hubungan dengan Tuhan (hablun minallah) dan ikatan dengan lingkungan (hablun minal alam). Pelanggaran ini, menurutnya, kafir lingkungan.
"Alam ini bukan untuk dieksploitasi, tapi harus mampu diwariskan alam ini," ujarnya.
Naiknya kemaksiatan
Bukan saja bencana alam, masyarakat Trenggalek juga mengkhawatirkan bencana kemaksiatan. Pasalnya, industrialisasi pertambangan itu memungkinkan masuknya kemaksiatan, seperti judi hingga peredaran narkoba. Hal ini terjadi di sejumlah area pertambangan baru di wilayah Jawa.
Respons PBNU
Menanggapi aduan tersebut, Ketua PBNU Mohammad Syafie’ Alielha (Savic Ali) menyampaikan, bahwa memang hal tersebut harus diperjuangkan. PBNU dan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, menurutnya, memiliki konsern yang sama untuk mengatasi berbagai macam problem agraria. Sebab, negara merdeka tidak lain memang untuk rakyatnya, bukan untuk yang lain.
"PBNU pasti akan membantu. Kita harus berusaha agar ada peraturan yang baik untuk masyarakat," tegas Savic Ali.
Gus Yahya, kata Savic, memiliki pengalaman dalam mengadvokasi Kiai Nur Aziz yang ditahan dan divonis penjara 8 tahun dan denda 11 miliar rupiah. Kemudian, kiai tersebut akhirnya diberikan grasi oleh Presiden.
Lebih lanjut, Savic menyampaikan, bahwa manusia tidak bisa hidup dengan baik jika lingkungan kehidupannya tidak mendukung dengan baik. Karenanya, ia mendukung dan akan mengupayakan apa yang menjadi aduan dari masyarakat Trenggalek. Apalagi, industrialisasi pertambangan juga dapat menggerus tradisi amaliah yang dilakukan warga NU, seperti tahlilan dan semacamnya. Hal itu disebabkan pola hidup masyarakat yang akan berubah akibat industri tersebut.
Oleh karena itu, Savic menegaskan, bahwa hal yang harus diperjuangkan bukan saja mencabut kembali IUP dari PT SMN, tetapi juga mengedukasi masyarakat agar peduli dan sadar terhadap potensi lingkungannya untuk tetap dijaga keasriannya. Sebab, menurutnya, seharusnya pertambangan tidak boleh dilakukan jika berjarak dari pemukiman kurang dari 100 km.
Menurutnya, perlu ada halaqah-halaqah lingkungan yang digelar di wilayah Trenggalek tersebut supaya masyarakat sadar akan pentingnya menjaga lingkungan tetap asri. Dengan begitu, kehidupan yang layak tetap terjamin.
Sebagai informasi, pada kesempatan tersebut, PBNU juga menerima aduan dari Masyarakat Adat Desa Pantai Raja, Kabupaten Kampar, Riau. Mereka mengadukan tanah yang diserobot oleh PT Perkebunan Nusantara V yang menjadi bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Bukan saja tanahnya direbut, masyarakat juga dikriminalisasi.
Ada pula masyarakat dari Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Mereka mengadukan keberadaan mereka yang kerap mendapatkan intimidasi akibat tanahnya yang berhasil mereka dapatkan kembali dari penguasaan sebuah perusahaan.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan