Jember, NU Online
Penampilan Jember Fashion Carnaval (JFC) di Kabupaten Jember yang berakhir Ahad (4/8) lalu sedikit ternoda. Pasalnya, dalam sesi terakhir JFC yang mengusung tema tribal grandeur (keagungan suku-suku bangsa) itu, penonton disuguhi tampilan berbau porno. Betapa tidak, sejumlah peserta wanita dengan pakaian ‘terbuka’ yang melambangkan suku tertentu, berlenggak lenggok di ‘catwalk’ sepanjang dua kilometer itu. Bahkan artis Cinta Laura yang menjadi pembuka penampilan JFC, jelas-jelas menggunkaan pakaian minim. Hal tersebut menjadi soroton warga Jember. Bahkan banyak yang menilai JFC kali ini sudah tercerabut dari identintas budaya kedaerahannya (Jember) yang melebeli diri sebagai kota relijius.
Tak kurang dari Ketua MUI Cabang Jember, KH Abdul Halim Subahar yang turut menyoroti penampilan JFC. Menurutnya, penampilan JFC kali ini bertentangan dengan budaya dan adat Jember. Sebutan-sebutan yang kerap dimunculkan terkait budaya Jember seperti Jember bershalawat, Jember kota santri dan sebagainya, itu semua menunjukkan identitas daerah yang sangat islami.
“Tapi yang terjadi dengan panampilan JFC justru bertentangan dengan budaya Jember. Jauh-jauh datang ke Jember, kok (Cinta Laura) hanya pamer aurat,” ucapnya kepada NU Online di Jember, Senin (5/8).
Tidak cuma Cinta Laura, sejumlah peserta juga berpakaian lebih ‘ngeri’. Mereka berlenggak-lenggok, menyusuri jalan raya mulai dari samping selatan alun-alun Jember hingga Gedung Olahraga Pemuda, Kaliwates. Bahkan ada yang memajang habis aurat bagian bawahya meski masih dilapisi kain yang terpotong-potong. Namun ketika berjalan, pakaian pelapis itupun terkuak hingga terjadilah tontonan porno aksi.
“Kostum seperti itu tidak pantas dipertontonkan di ruang publik. Nggak ada yang bisa dibanggakan. Penampilan begitu akan merusak moral generasi muda,” urainya.
Sorotan juga datang dari mantan Ketua Pengurus Cabang (PC) Lesbumi Jember, H Rasyid Zakaria. Menurutnya, secara moral, tontonan JFC tidak boleh keluar dari adat Jember yang notabene menjunjung tinggi nilai-nilai Islam. Bagaimanapun semangatnya dan apapun targetnya, penampilan JFC tidak boleh berseberangan dengan adat Jember.
“Jangan cuma karena ingin mengejar reputasi internasional, lantas adat ketimuran yang kita pakai ditabrak. Jangan seperti itu, apalagi pusat pertujukannya di depan masjid jamik Jember. Untuk apa kita punya reputasi internasional tapi moral masyarakat ambruk,” tegasnya.
Pewarta : Aryudi AR