Kenang Pendiri yang Diasingkan, Pesantren di Blitar Tanam 76 Bibit Pala
Selasa, 17 Agustus 2021 | 15:30 WIB
Penanaman bibit pala di Pesantren Pesantren Salafiyyah An-Nahdliyyah Maftahul 'Uluum, Jatinom, Blitar, Jawa Timur pada peringatan HUT ke-76 RI, Selasa (17/8/2021). (Foto: istimewa)
Jakarta, NU Online
Pesantren Salafiyyah An-Nahdliyyah Maftahul 'Uluum, Jatinom, Blitar, Jawa Timur memperingati 76 tahun Indonesia merdeka dengan menanam 76 biji pohon pala di kompleks pesantren, Selasa (17/8/2021). Selain sebagai manifestasi rasa syukur, penyemaian ini juga memiliki landasan historis dan filosofisnya tersendiri.
"Pemilihan bibit pala ini tidak lain atas jasa dan perjuangan pendiri Pondok Pesantren Maftahul Uluum Jatinom, KH Mohammad Imam Bukhori dan putranya KH Mohammad Shofwan yang kerena konsistensinya melawan konial Belanda akhirnya ditangkap dan diasingkan di Banda Naira selama 10 tahun," ungkap Gus Ahmad Khubby Ali, putra pengasuh pesantren dalam rilis yang diterima NU Online.
Di Pulau Banda Naira Maluku, lanjutnya, mereka berdua menjadi tahanan politik, seangkatan dengan Bung Hatta, Dr Sjahrir, dr Tjipto Mangunkusumo dan Iwa Kusuma Sumantri. "Selama itu perjuangan KH Imam Bukhori terus berjalan, termasuk juga menyiarkan pendidikan keagamaan di Banda Naira hingga kepulangannya dari pengasingan tahun 1938," sambung Gus Bobby, sapaan akrabnya.
Sepulang dari Banda Naira KH Imam Bukhori membawa bibit buah pala, lalu ditanam dan tumbuh hingga kini di halaman pesantren. "Inilah yang hari ini kemudian mengilhami penanaman biji pala ini, agar semangat perjuangan terus dijaga dan dakwah santri terus mewangi di tengah-tengah masyarakat, sebagai mana fuli atau bunga selaput pala yang harum semerbak," kata pria yang juga menjadi dosen di UIN Sunan Ampel Surabaya itu.
Sebelum penanaman, pesantren tertua di Kabupaten Blitar ini menyelenggarakan upacara bendera 17 Agustus yang diikuti oleh seluruh santri, sebagaimana selalu rutin diadakan setiap tahun. Bertugas sebagai pembina upacara adalah Gus Bobby, putra KH Abdul Hafidz Dhofir.
Dalam amanatnya, ia menekankan semangat cinta NKRI bagi setiap santri. Menjaga NKRI adalah wajib agar senantiasa terjaga hifdzud dien (lestarinya ajaran agama Islam) di Indonesia. Hal ini karena Islam, khususnya Ahlussunnah wal Jamaah, telah mendapatkan ruang untuk melakukan amalan ubudiyyah dan muamalah sebagaimana mestinya.
"Pondok pesantren tumbuh subur di negeri Indonesia. Kegiatan keagamaan difasilitasi negara dan berjalan dengan aman. Oleh karena itu sudah seharusnya masyarakat memelihara kemeedekaan ini dengan terus menjaga persatuan dan kebersamaan dengan seluruh unsur bangsa," ajaknya.
Upacara di pesantren NU yang memiliki lembaga pendidikan formal MTs dan MA ini berlangsung dengan lancar dan khidmad. Diikuti 250 santri dan seluruh ustadz-ustadzah, peserta pria tetap menggunakan sarung sebagai identitas. Mengingat situasi masih pandemi, seluruh peserta mematuhi protokol kesehatan dengan menggunakan masker dan jaga jarak.
Kontributor: Ahmad Naufa Khoirul Faizun
Editor: Kendi Setiawan