Daerah

Kenapa Gus Dur Banyak Dikagumi Perempuan?

Selasa, 18 Desember 2018 | 18:00 WIB

Kenapa Gus Dur Banyak Dikagumi Perempuan?

Foto: Istri Gus Dur (Ist.)

Bandarlampung, NU Online
Desember adalah Bulan Gus Dur. Bulan di mana bangsa Indonesia kehilangan seorang putra terbaiknya. Sembilan tahun sudah Gus Dur meninggalkan kita, tepatnya pada hari Rabu 30 Desember 2009. Namun pemikiran-pemikiran Presiden RI ke-4 ini masih tetap hidup.

Bukan itu saja, Gus Dur semakin dikagumi, dicari, dan digali dalam rangka mengupas tuntas setiap persoalan demi persoalan yang terus ada dan bermunculan di Indonesia saat ini. Gus Dur pun tetap selalu dirindukan oleh masyarakat Indonesia secara mayoritas.

Bukan hanya kaum adam yang mencintai Gus Dur. Kaum Hawa pun mengagumi sosok ulama yang pernah menjadi ketua PBNU ini. Lima alasan kekaguman perempuan terhadap Gus Dur diungkapkan oleh Pengurus Lembaga Kajian dan Pengembangan SDM NU (Lakpesdam NU) Provinsi Lampung, Siti Mahmudah yang pernah menjadi salah satu pemenang Lomba Karya Tulis Internasional di UIN Sunan Kalijaga dengan mengangkat pemikiran Gus Dur tentang konsep pribumisasi.

“Saya adalah salah satu perempuan dari banyak perempuan Indonesia yang menjadi pengagum seorang Gus Dur. Mengapa Gus Dur dikagumi oleh banyak perempuan di Indonesia khususnya? Karena alasan yang pertama Gus Dur memilih monogami,” katanya kepada NU Online, Selasa (18/12).

Menurutnya, Gus Dur memilih setia kepada satu istri dalam rangka mewujudkan keluarga yang sakinah, mawadah warahmah (harmonis). Perempuan Indonesia merasa tidak sudi untuk menjadi pengagum tokoh laki-laki yang melakukan praktik Poligami. Mengutip pernyataan mantan Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Professor Amin Abdullah, Siti mengungkapkan bahwa perempuan zaman sekarang sudah tidak bisa dianggap bodoh lagi. Maka menurutnya bodohlah laki-laki yang masih berani praktik poligami di zaman ini.

Alasan yang kedua karena Gus Dur merupakan tipe suami yang sangat mencintai istri. Gus Dur siap sedia berbagi membantu istri dengan mengerjakan pekerjaan domestik di rumahnya.

“Gus Dur itu hebat banget menurut Mbak Alissa Wahid. Beliau sudah sangat biasa mengerjakan pekerjaan rumah, mulai dari mengganti popok saat anak-anaknya bayi, memasak, mencuci pakaian, menyetrika, membersihkan rumah, sampai mengambil raport Mbak Alissa di sekolah,” tambahnya.

Alasan yang ketiga karena Gus Dur adalah seorang ayah yang begitu menyayangi keempat anak perempuannya. Gus Dur selalu mampu membuat anak-anaknya senang dan bahagia dalam naungan dan asuhannya. Beliau tidak pernah memaksakan kehendak untuk anak-anaknya. Anak-anak perempuan Gus Dur tetap dipersilahkan menentukan pilihan hidupnya. Dengan syarat mereka siap mempertanggungjawabkan pilihan hidupnya.

Alasan keempat menurut Dosen UIN Raden Intan Lampung ini adalah karena Gus Dur selalu membela kaum lemah. Ia mengisahkan bagaimana dulu Gus Dur pernah membebaskan seorang Inul Daratista dari tuduhan dan amukan masa atas penampilannya yang dianggap erotis, seksi dan mengundang birahi laki-laki.

“Perjuangan Gus Dur atas diri Inul bukan terletak pada gaya ngebornya, tapi lebih pada hak hidup seorang Inul adalah harga mati yang mesti dihargai. Inilah ciri Gus Dur yang selalu menjadi pembela orang yang lemah, apalagi posisinya Inul adalah seorang perempuan yang patut dibela,” ujarnya.

Alasan kelima karena Gus Dur tokoh penting dalam kesetaraan gender. Gus Dur mewarisi sifat ayahnya, KH. Wahid Hasyim yang saat menjadi Menteri Agama RI merupakan pelopor sekolah hakim perempuan pertama pada tahun 1950-an.

“Pada saat Gus Dur  menduduki jabatan sebagai Presiden RI, beliau telah mengubah Menteri Urusan Peranan Wanita, menjadi Menteri Urusan Pemberdayaan Perempuan. Gus Dur memelopori terbitnya Inpres Nomor 9 Tahun 2000 mengenai Pengarusutamaan Gender (PUG),” jelasnya.

Instruksi inilah yang menurut Siti menjadi embrio dari berbagai kebijakan yang ramah perempuan di antaranya tindakan afirmasi kuota 30% perempuan di ranah politik. Pada perkembangannya inpres ini ditingkatkan menjadi UU Keadilan dan Kesetaraan Gender.

“Gus Dur ingin memberikan pemahaman kepada masyarakat Indonesia bahwa negara juga mesti menempatkan perempuan setara dalam pembangunan. Konstalasi pemikiran feminis Gus Dur berlandaskan dua sumber, yakni Pancasila dan Teologis,” terangnya.

Sila ke dua dari Pancasila yang menjadi landasan filosofis dalam bernegara yakni Kemanusiaan yang Adil dan Beradab menjadi landasan perempuan mendapatkan hak yang setara dengan laki-laki secara yuridis maupun konstitusi. (Red: Muhammad Faizin)


Terkait