Flyer webinar dalam rangka haul ke-10 KH Ma'ruf Irsyad Kudus, Jawa Tengah. (Foto: Dok. Lakpesdam NU Kudus)
Beberapa tokoh hadir pada webinar (seminar berbasis website) di aplikasi Zoom untuk berbagi kisah tentang kenangan bersama KH Muhammad Ma’ruf Irsyad semasa hidupnya. Secara bergantian tokoh yang pernah menjadi santri secara langsung menyampaikan kesan selama berguru kepada kiai kharismatik ini dalam haul online yang diselenggarakan PC Lakpesdam NU Kudus, Kamis (9/4) malam.
Dosen UIN Walisongo Semarang, KH Abdul Muhayya, yang pernah menjadi santri Mbah Ma’ruf selama sembilan tahun mengisahkan, empat pilar dasar pendidikan yang dimiliki KH Ma’ruf Irsyad yaitu learning to know (belajar mengetahui), learning to do (belajar melakukan), learning to be (belajar menjadi), dan learning to live together (belajar hidup bersama) dipegang teguh semasa hidupnya.
”Sebagai pendidik, Mbah Ma’ruf tidak hanya transfer of knowledge (menyampaikan ilmu pengetahuan). Namun, beliau sangat memperhatikan empat pilar penting dalam mendidik yang disebutkan oleh UNESCO,” ungkap Gus Hayya.
Gus Hayya, sapaan akrabnya, menambahkan bahwa sosok Mbah Ma’ruf memiliki belas kasih dan cinta kasih kepada para santrinya. Ini terbukti dengan kebiasaan beliau merapikan sepeda milik santri-santrinya yang berantakan.
Selain itu, lanjut dia, kepribadian lain yang dimiliki Mbah Ma’ruf, seperti lisanul hal (praktek) yang digunakan untuk menegur santri, ‘aliman 'amilan (berilmu dan beramal) dengan sedikit berbicara jika tidak ada manfaatnya, serta keikhlasan yang luar biasa. Beliau juga sosok independen dan berintegritas. Terbukti beliau diterima mengajar di banyak tempat.
Dosen IAIN Kudus, Ihsan, yang pernah berguru dengan KH Ma’ruf Irsyad juga menceritakan pengalamannya selama menjadi murid beliau di Madrasah Qudsiyyah Kudus. Senada dengan pernyataan Gus Hayya, bahwa empat pilar untuk menjadi guru begitu dipegang erat oleh Mbah Ma’ruf.
“Benar yang disampaikan Gus Hayya bahwa Mbah Ma’ruf Irsyad memang memegang empat pilar tersebut. Selain itu, pengalaman yang saya alami sendiri, beliau sangat mengurus santrinya, dan menjalin komunikasi dengan santrinya tidak sekedar hanya sebagai reaksi. Beliau juga sangat istiqomah,” ungkap Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kudus ini.
Menurutnya, KH Ma’ruf Irsyad juga begitu dicintai dan mencintai jamaah, mencintai harmoni dengan tidak pernah menjelekkan orang lain. Beliau juga begitu mencintai kemerdekaan dengan rela keluar dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) waktu itu.
“Waktu itu, beliau menjadi guru PNS atau PGA dengan gaji lumayan. Suatu ketika, Romo Yai diminta untuk memilih partai politik. Namun, karena beliau tidak cocok, lebih memilih keluar dari guru PNS dan PGA,” terang alumnus Pesantren Raudlatul Muta'allimin ini.
Pengalaman berbeda disampaikan oleh murid KH Ma’ruf Irsyad saat di Madrasah Mu’allimat Kudus, Eni Misdayani. Mbah Ma’ruf kerap berpesan untuk menjadi mar’atus sholihah kepada murid-murid yang notabene adalah perempuan semua.
“Di antaranya, dengan taat kepada orang tua sebelum menikah. Namun, setelah menikah harus taat kepada suami. Selain itu, jika menjadi istri harus selalu tersenyum kepada suaminya. Jika mencari suami jangan sampai keluar dari Ahlussunnah Wal Jamaah,” jelas ketua Himmahku ini.
Ia juga menambahkan, Mbah Ma’ruf selalu mengingatkan untuk menjaga kehormatan sebagai seorang perempuan. Karena, jika sudah menjadi ibu maka akan menjadi ‘madrasah pertama’ bagi anaknya kelak.
Selama mengajar, menurutnya, sosok KH Ma’ruf Irsyad begitu humoris dan menjadi favorit bagi para murid. “Jadi, ketika Romo Yai izin untuk tidak masuk karena ada uzur, murid seperti kecewa karena beliau tidak datang. Karena beliau sangat dinantikan oleh murid-murid,” pungkasnya.
Webinar yang diikuti lebih dari 100 orang ini digelar dalam rangka memperingati Haul ke-10 Mbah Ma’ruf Irsyad, Pendiri Pesantren Raudlatul Muta'allimin, Jagalan, Kota Kudus. Haul digelar secara daring karena menghindari pandemi virus Corona (Covid-19).
Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori