Banyuwangi, NU Online
Syarat menjadi seorang pengusaha sukses adalah pantang menyerah. Konsekuensi itu juga dimiliki Abdul Majid Firdaus, pengusaha jajanan kripik asal Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi. Sebelum meraup omzet Rp 6 juta per bulan dan memiliki empat orang karyawan, ia harus melewati pahit dan manisnya perjuangan.
Tahun 2003 adalah sejarah awal merintis usaha jajanan keripik bagi Majid. Ia harus melakoni usahanya dengan penuh kesabaran dan keterbatasan bersama sang istri Siti Nur Qoyimah.
"Hanya bermodalkan sebesar Rp 300 ribu. Saya ingat, waktu itu hanya cukup untuk membeli bahan baku berupa pisang, minyak goreng, dan plastik untuk kemasan," jelas Majid yang juga salah satu Pengurus Ranting NU di Kalipuro saat dimintai keterangan.
Setiap pagi ayah dari kedua anak ini mengawali hari-harinya dengan proses pengupasan bahan baku, perendaman, penggorengan, sampai tahap pengemasan. Ia melakukan proses produksi ini mulai selepas Shalat Shubuh sampai pukul 16.00 WIB.
"Nasib, karena masih belum ada karyawan sama sekali. Jadi, seluruh tahapan itu saya bersama istri yang melakukan secara keseluruhan," tegas Majid.
Berbekal kesederhanaan manajemen pemasaran, ia pasarkan jajanan keripik pisang ke warung dan tetangga terdekat. Ia gunakan kurun waktu satu minggu; tiga hari untuk proses produksi, tiga hari untuk pemasaran, dan satu hari untuk istirahat.
"Memasarkan dengan sepeda ontel yang saya miliki ke beberapa warung terdekat. Selang beberapa hari, saya kontrol kembali, apakah produknya sudah laku," tuturnya.
Saat kontrol ke warung-warung dan para tetangga, ternyata barang masih belum juga laku. Konsumen masih belum semua menerima. Hal yang sama, terjadi selama berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Hampir saja membuat Majid merasa putus asa dan kewalahan. Karena waktu itu, usahanya masih seumur jagung.
Melewati masalah itu, Majid akhirnya membuka diri dan pikiran untuk terlibat dalam pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh dinas-dinas daerah. Banyak sekali pelatihan yang ia ikuti, mulai dari produksi pembuatan kripik, kemasan, sampai pemasaran.
Ternyata semua itu ada manfaatnya. Pada 2005, usahanya mulai tumbuh. Di tahun ini pula, Majid mulai melebarkan sayap pemasaran seiring dengan perkembangan koneksi yang dibangun.
"Setalah mengikuti pelatihan, membuat usaha saya semakin berkembang mulai kualitas produk sampai dengan perkembangan jaringan pemasaran. Ditambah dengan adanya empat orang karyawan yang memiliki dedikasi tinggi. Saya sangat berharap sekali pemerintah terus melakukan edukasi kepada masyarakatnya melalui pelatihan-pelatihan," tutur ayah yang berusia 51 tahun ini.
Majid juga menitipkan produknya di beberapa pusat toko oleh-oleh khas daerah juga bergabung dengan market place milik pemerintah daerah (banyuwangi-mall.com) sampai menembus konsumen di daerah Jakarta, Jepara, sampai Semarang.
"Alhamdulillah, mulai bermodal Rp 300 ribu sekarang meraup omzet sebesar Rp 6 juta tiap bulan dengan varian keripik yang lebih beragam mulai pisang, singkong, talas, sampai jajanan rengginang," ujar Majid.
Ia juga memdapat manfaat saat era kepemimpinan bupati Abdullah Azwar Anas dengan festival-festivalnya yang diimbangi dengan dibukanya stand pameran untuk para pelaku usaha mikro.
Intinya dalam merintis usaha apa pun, kata Majid, tidak pernah berhenti melakukan tiga hal. Pertama belajar, kedua berjuang, dan ketiga berdoa.
"Ini saling terikat, tidak apat dipisahkan. Apalah belajar dan usaha yang kita lakukan, tanpa adanya kemudahan dan ridha dari Allah SWT," pesan Majid. (M.Sholeh Kurniawan/Abdullah Alawi)