Ilustrasi warga Aceh bergotong-royong membuat bubur Asyura saat menyambut Bulan Muharram Tahun Baru Islam. (Foto: Antara)
Banda Aceh, NU Online
Salah satu tradisi yang sudah sangat mengakar dalam masyarakat Aceh ketika datangnya bulan Muharram yaitu tradisi memasak Bubur Asyura.
Baca Juga
Hadits Shahih tentang Amalan Hari Asyura
"Masyarakat Aceh memaknai bulan Muharram dengan melakukan berbagai kegiatan secara meriah yang bertujuan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah swt. Salah satu yang biasa dilakukan dan menjadi ciri khas perayaan bulan Muharam adalah dengan memasak bubur Asyura dalam panci besar," ungkap Tgk Muhammad Aminullah pakar Ilmu Sosial dan Budaya IAI Al-Aziziyah Samalanga, Aceh pada Ahad (7/8/2022).
Aminullah mengatakan masyarakat Aceh yang terkenal dengan nilai-nilai keagamaan dan tradisi keseharian. Tradisi memasak Bubur Asyura sendiri merupakan suatu hal yang tidak boleh dialpakan momen hari Asyura (10 Muharram) yang dilakukan dengan berbagai acara, salah satu yaitu patungan (meuripee).
"Proses memasaknya di lakukan di tempat Umum dengan porsi yang besar. Bubur Asyura nantinya akan dibawa pulang ke rumah masing-masing, dibagikan kepada tetangga, dan bahkan menjadi menu "wajib" untuk berbuka puasa Asyura (10 Muharram)," ujar Wakil Ketua PCNU Bireuen itu.
Baca Juga
Doa Hari Asyura atau 10 Muharram
Ia menjelaskan, bahan-bahan untuk melaksanakan tradisi bubur Asyura di setiap wilayah Aceh boleh saja berbeda. Namun, ada satu yang membuatnya sama, yaitu ia menjadi sarana dalam mempererat silaturahmi antar warga.
"Bubur Asyura karena dibuat dalam porsi besar, warga di setiap wilayah di Aceh bergotong-royong memasaknya. Dari mulai menyiapkan bahan, memotong hingga mengaduk bubur untuk mematangkannya dilakukan bersama-sama. Kemudian bubur yang sudah dimasak tersebut akan dibagikan ke setiap rumah yang ada di wilayah itu," ucap doktor lulusan Universitas Sumatera Utara itu.
Aminullah yang juga Dosen Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh itu menerangkan Bubur Asyura terbuat dari tepung kanji yang memiliki rasa manis, karena dimasak bersama bahan lainnya, seperti jagung, ketela, ubi, pisang, berbagai jenis kacang, nangka, daun pandan, dan santan.
"Awal mula tradisi pembuatan bubur kanji Asyura ini berasal dari cerita Nabi Nuh as, nabi yang dikenal membuat bahtera atau perahu besar untuk menghindari banjir bandang," ulasnya.
Aminullah menyebutkan terkait dengan sejarah bubur Asyura bahwa setelah Nabi Nuh as dan para pengikut beliau turun dari kapal, mereka mengadu kepada Nabi Nuh bahwa mereka dalam keadaan lapar sedangkan bekal mereka sudah habis.
Maka Nabi Nuh as memerintahkan mereka untuk membawa sisa perbekalan yang mereka miliki. Maka ada dari mereka yang hanya memiliki satu genggam gandum, ada yang hanya memiliki sisa satu genggam kacang adas, ada yang hanya memiliki satu genggam kacang dan ada yang membawa satu genggam kacang homs sehingga ada tujuh jenis biji-bijian yang terkumpulkan.
"Kemudian Nabi Nuh as memasak semuanya dalam satu masakan sehingga jadilah makanan sejenis bubur. Mereka makan bubur tersebut dan mencukupi untuk mengenyangkan semua pengikut beliau," jelas Aminullah.
Kontributor: Helmi Abu Bakar
Editor: Fathoni Ahmad