Jakarta, NU Online
Ramadhan merupakan bulan penuh rahmat. Pada bulan suci ini, umat Islam berlomba-lomba mencari kebaikan, salah satunya menuntut ilmu. Apalagi saat ini, menuntut ilmu tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Hal itu seperti yang dilakukan oleh PP IPNU yang bekerja sama dengan Ikatan Mahasiswa Tegal (IMT) Ciputat dalam menyelenggarakan kajian kitab Washiyatul Musthofa. Kajian tersebut dilakukan di Beskem IMT Ciputat dan disiarkan secara langsung melalui akun Facebook Santri Online selama bulan Ramadhan setelah shalat Tarawih.
Kitab Washiyatul Musthofa berisi tentang pesan-pesan yang disampaikan Nabi Muhammad SAW kepada Ali bin Abi Thalib. Sesuai dengan hadis yang mengatakan bahwa jika Nabi Muhammad adalah tempatnya ilmu, Ali adalah kuncinya.
Sebelum acara kajian dimulai, peserta diminta untuk bersama-sama membaca shalawat Asghili karya Kiai Abdullah Syafii dari Betawi.
Shalawat yang biasanya dikumandangkan di antara Adzan dan Iqomah itu menurut HM Aqib Malik sebagai doa supaya terselamatkan dari kekacauan dan upaya jahat yang dilakukan oleh orang-orang dzolim.
“Zaman sekarang kedzaliman dan kekacauan zaman sudah sangat terasa di sekeliling kita,” ungkap pria yang akrab disapa Gus Aqib.
Pada kajian tersebut, Gus Aqib menyampaikan bahwa wasiat pertama yang disampaikan Nabi kepada Ali adalah berkaitan dengan makanan. Makanan merupakan salah satu faktor yang menentukan kepribadian seseorang.
Menurutnya, jika seseorang memakan makanan halal, hal itu bisa membuat hati menjadi luwes, berpikir positif, dan mudah menerima kebenaran. Namun sebaliknya, jika seseorang memakan makanan yang syubhat atau tidak jelas, hal itu menyebabkan hati menjadi gelap sehingga susah menerima kebenaran.
“Apalagi, jika memakan makanan yang haram, hal itu dapat menyebabkan hati menjadi mati,” tambah Ketua Bidang Pesantren PP. IPNU itu pada Ahad malam, (28/05).
Hati buta juga tidak semata-mata karena makanan. Ia menambahkan bahwa barangsiapa yang menjauh dari ulama, maka hatinya akan mati dan akan buta dari ketaatannya kepada Allah.
Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa Allah tidak akan menerima shalat seseorang tanpa wudhu. Begitu juga apabila seseorang bersedekah dengan barang yang haram, Allah tidak akan menerimanya.
“Haram itu ada dua. Haram karena dzatnya, atau karena faktor eksternal dari dzat itu sendiri. Seperti halnya orang korupsi, jika alasannya uangnya nanti untuk bersedekah, ya tidak diterima. Itu alibi saja,” ungkapnya.
Dalam kajian tersebut, ia menutup kajian tersebut dengan mengingatkan kepada kita agar senantiasa menjaga Al-Qur'an sebagai pedoman hidup.
Menurutnya, barang siapa yang tidak menghalalkan apa yang dihalalkan dalam Al-Qur'an dan tidak mengharamkan apa yang diharamkan di dalam Al-Qur'an, orang itu seperti halnya meletakkan Al-Qur'an di belakang punggungnya sendiri.
“Namun, jika belum bisa memahami A-Qur'an, berpeganglah pada ulama yang alim, yang benar-benar tahu tentang tafsir beserta ilmu ‘alatnya. Jangan sok pinter, takut salah menafsirkannya,” pungkasnya. (M. Ilhamul Qolbi/Mukafi Niam)