Membekali para santri dengan ilmu falak, pengurus Pondok Pesantren Baitul Qur'an Pringsewu, Lampung melakukan praktik pengukuran arah qiblat memanfaatkan fenomena alam yang dinamai dengan Rashdul Qiblat. Kegiatan ini sesuai dengan pengumuman dari Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) nomor 27/LF-PBNU/VII/2018 tentang peduli Rashdul Qiblat.
Pengasuh Pondok Pesantren penghafal Al-Qur'an ini, KH Abdul Hamid Al Hafidz mengatakan, berdasarkan surat tersebut, pada 15 dan 16 Juli 2018, pukul 16.27 WIB, matahari melintas tepat di atas Ka’bah di Makkah, Arab Saudi. Fenomena alam ini menjadi kesempatan mengetahui arah qiblat dengan tepat melalui pengamatan seluruh ujung bayang-bayang benda tegak lurus yang secara otomatis mengarah ke arah kiblat atau ka'bah.
"Disamping mempraktikkan langsung agar para santri memahami caranya, ini juga sesuai dengan imbauan LFNU agar memanfaatkan momen ini untuk mengukur kembali arah kiblat tempat-tempat shalat," jelasnya, Senin (16/7).
Pada kesempatan tersebut para santri menancapkan sebatang bambu ketanah dengan terlebih dahulu diukur posisi tegak lurusnya. Kemudian tepat pada waktu yang sudah ditentukan, seluruh santri dipandu oleh Kiai Hamid mengamati bayangan yang dihasilkan dari bambu tersebut sekaligus menandai arah yang dihasilkan.
"Walaupun kondisi matahari tidak terlalu terik, tapi alhamdulillah terlihat bayangan dari sinar matahari yang mengenai batang bambu yang disiapkan," ungkapnya.
Selain menjelaskan langkah-langkah pengukuran, Kiai Hamid pun menjelaskan bahwa fenomena Rashdul Qiblat hanya terjadi dua kali dalam setahun, yaitu pada tanggal 28 Mei (atau 27 Mei di tahun kabisat) sekitar pukul 16.18 WIB dan 16 Juli (atau 15 Juli di tahun kabisat) sekitar pukul 16.27 WIB.
"Jam-jam tersebut merupakan waktu dzuhur di kota Makkah. Secara geografis kota Makkah berada di 39o49’34” LU dan 21o25’21” BT. Dari Indonesia, koordinat ini berada pada arah barat laut dengan derajat bervariasi antara 21o-27o menurut koordinat (garis lintang dan garis bujur) masing-masing daerah," jelasnya kepada santri.
Ia menegaskan juga bahwa arah kiblat Indonesia bukanlah ke barat. Jika ke barat maka semua wilayah Indonesia yang terletak di 34o7’ LU dan seterusnya (ke utara), seperti Aceh, akan lurus dengan Negara Ethiopia atau melenceng ke selatan sejauh 1750 km dari Mekkah. Begitu juga yang terletak di 4o39’ LS sampai 3o47’ LU, menghadap barat berarti lurus dengan Negara Kenya.
Mendengar penjelasan ini para santri yang merupakan para anak yatim piatu ini sangat antusias mendengarkan serta mengikuti praktek mengukur arah qiblat dengan Rashdul Qiblat tersebut.
"Semoga mereka dapat mengambil inti materi praktik pengukuran menggunakan Rashdul Qiblat dan ke depan dapat diamalkan dalam kehidupan bersama masyarakat," pungkasnya. (Muhammad Faizin)