Syuriyah PWNU Kalbar: Teologi Aswaja Cara Moderat Atasi Pandemi
Ahad, 8 Agustus 2021 | 15:00 WIB
Pontianak, NU Online
Wakil Rais Syuriyah PWNU Kalimantan Barat, KH Wajidi Sayadi, mengatakan bahwa Nahdlatul Ulama dalam menghadapi pandemi Covid-19 tidak menggunakan teologi Jabariyah ataupun Mu’tazilah. Akan tetapi, memakai teologi Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja).
“Kita tidak menggunakan teologi Jabariah ataupun Mu’tazilah, kita pakai teologi Aswaja dengan berusaha dan berdoa untuk mengatasi pandemi ini,” kata Kiai Wajidi saat memberikan taushiyah pada acara Istighotsah dan Doa Tolak Balak yang digelar secara daring, Sabtu (7/8) malam.
Kiai Wajidi menjelaskan, jika teologi Jabariyah memiliki keyakinan bahwa setiap manusia terpaksa oleh takdir tanpa memiliki pilihan dan usaha dalam perbuatannya sehingga hanya mengandalkan doa saja.
“Sedangkan teologi Mu’tazilah memiliki keyakinan bahwa manusia memiliki kendali penuh atas takdir yang dijalani sehingga hanya mengandalkan usaha saja. Maka teologi Ahlussunnah Wal Jamaah merupakan penengah dari keduanya, dengan tetap berikhtiar dan berdoa kepada Allah SWT,” terangnya.
Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalbar ini menambahkan, selain mematuhi protokol kesehatan serta berbagai aturan pemerintah seperti PSBB, PPKM, dan vaksinasi, masyarakat juga berlu bersinergi untuk melangitkan doa bersama-sama. Karena doa berjamaah dapat mempercepat turunnya rahmat.
“Doa bersama-sama, dalam sebuah hadis dikatakan bahwa tidak akan berkumpul suatu kelompok yang kemudian salah satu itu berdoa lalu, sebagian di antaranya mengaminkan, maka Allah mengabulkan doa tersebut,” tuturnya.
“Semakin banyak yang mengaminkan, maka semakin yakin Allah mengabulkan. Maka itu, perlunya doa berjamaah karena dapat mempercepat turunnya rahmat,” sambung Kiai Wajidi.
Ia mengungkapkan bahwa kekuatan manusia tidak cukup dalam menghadapi pandemi Covid-19. Perlu melibatkan Dzat yang menciptakan virus ini, sehingga masyarakat wajib berdoa meminta pertolongan beristighfar secara bersama-sama.
“Itulah kenapa kita perlu melakukan istighotsah. Karena, istighotsah berasal dari al-ghauts yang berarti pertolongan. Dalam Bahasa Arab, kalimat ini mengikuti wazan yang menunjukkan arti permintaan atau permohonan. Maka, istighotsah berarti meminta pertolongan” jelasnya.
Kiai Wajidi menambahkan, ujian dan cobaan yang datang dari Allah SWT terkadang datang akibat dari dosa dan maksiat yang dilakukan manusia. Oleh karena itu, manusia perlu beristighfar. Karena istighfar dapat menghilangkan noda-noda yang ada pada setiap hamba.
“Istighfar menjadi keniscayaan, menurut Syekh Muhammad Amin al-Kurdi, tidak ada penyakit musibah datang kecuali karena dosa. Maka, dengan istighfar menjadi tembok penghalang musibah dan hilangnya noda-noda,” pungkasnya.
Kontributor: Siti Maulida
Editor: Musthofa Asrori