Tradisi Jelang Ramadhan di Gorontalo: Langgilo, Bacoho, dan Tonggeyamo
Jumat, 8 Maret 2024 | 10:15 WIB
Ilustrasi. Seorang warga Gorontalo tengah melakukan Langgilo, merendam perangkat alat shalat dengan wewangian yang dibuat khusus dari bahan rempah-rempah ke dalam air hangat. (Foto: Dulohupa.id)
Jakarta, NU Online
Umat Islam seluruh dunia bersiap menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan yang penuh berkah dan ampunan dengan sukacita, tak terkecuali warga Indonesia. Muslim di Gorontalo, misalnya, memiliki tiga tradisi unik jelang Ramadhan yakni Langgilo, Bacoho dan Tonggeyamo.
Sebagaimana yang disampaikan Djemy Radji, seorang warga NU di Gorontalo, masyarakat Gorontalo masih melestarikan ketiga adat tersebut setiap tahunnya.
“Ada tiga tradisi biasanya dilakukan warga Gorontalo dalam menyambut Ramadhan. Pertama ada disebut Langgilo, yaitu tradisi merendam perangkat shalat dengan wewangian yang dibuat khusus oleh warga dari bahan rempah-rempah ke dalam air hangat,” jelas Djemy kepada NU Online, Kamis (7/3/2024).
Untuk membuat ramuan Langgilo, diperlukan beberapa bahan rempah berupa jeruk, kelapa parut, daun pandan, daun kunyit, nilam, dan sereh wangi. Semuanya direbus hingga mengeluarkan aroma yang khas.
Kedua, ada tradisi Bacoho atau keramas rambut. Dalam tradisi Bacoho, warga Gorontalo menggunakan berbagai daun wangi sebagai sampo alami untuk membersihkan dan membuat rambut wangi di awal Ramadhan. Bacoho dimaknai sebagai pembersihan raga dalam menyambut Ramadhan, bulan yang suci dan penuh rahmat bagi umat Islam.
Djemy menyebutkan bahan-bahan yang digunakan untuk tradisi Bacoho ini. Di antaranya adalah kelapa yang diparut, kemudian dicampurkan dengan daun jeruk, daun pandan, kulit jeruk, sereh, daun kunyit hingga nilam.
Daun-daun tersebut dicincang, lalu bersama kelapa dibakar di atas bara tempurung kelapa atau dengan cara menuangkan bara ke dalam campuran bahan tersebut.
“Semua bahan-bahan yang digunakan itu disebut manggata,” katanya.
Tradisi menjelang Ramadhan yang ketiga yaitu Tonggeyamo. Praktik ini biasanya digelar pemangku adat (baate), ahli agama (syaraadaa), dan pemerintah daerah dalam menentukan awal Ramadhan di rumah adat Gorontalo.
“Agendanya diisi dengan ceramah tentang asal muasal Ramadhan dan menanti penetapan awal Ramadhan oleh Menteri Agama,” terang Djemy.
Tonggeyamo hampir sama dengan sidang isbat, yang dilakukan sejak zaman kerajaan Gorontalo dan terus dilestarikan hingga saat ini. Pelaksanaanya biasa digelar di rumah dinas atau Yiladia lo Dulohupa (rumah adat untuk bermusyawarah), lengkap dengan pakaian adat khas Gorontalo.