Daerah

Unhasy Gelar Sarasehan Literasi Dalam Rangka Hari Buku Dunia 2017

Senin, 24 April 2017 | 05:19 WIB

Unhasy Gelar Sarasehan Literasi Dalam Rangka Hari Buku Dunia 2017

Foto: Moh Hasyim

Tebuireng, NU Online
Dalam rangka hari Buku Dunia 2017, Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FIP Universitas Hasyim Asy’ari (Unhasy) Tebuireng bekerjasama dengan Komunitas Gerakan Indonesia Membaca (GIM) Jombang menyelenggarakan Sarasehan Literasi, Ahad (23/04) di Ruang Fakultas Teknik Unhasy.

Isu penting yang diangkat dalam peringatan hari Buku Dunia tersebut adalah membumikan gerakan literasi pada masyarakan melalui GIM. Di tengah perkembangan teknologi digital saat ini, peranan literasi dipandang penting. 

Pegiat Literasi Sekolah Seno Bagaskoro yang hadir siang itu mengingatkan, bahwa sebenarnya tantangan utama gerakan membumikan literasi bukanlah teknologi. Tetapi justru bagaimana menularkan energi literasi kepada banyak orang yang belum memiliki kesadaran literasi dan berbeda-beda atau beragam latarbelakangnya. 

“Karena sebenarnya literasi itu terkait erat dengan keragaman. Literasi tidak memandang ras, warna dan lain sebagainya. Literasi tidak mengenal warna kulit, jenis rambut, profesi dan lain sebagainya. Akan tetapi bagaimana menularkan semangat literasi kepada beragam orang yang belum tumbuh kesadaran literasinya,” ungkapnya.

Karena itu, tegas Seno, tantangan utama membumikan literasi pada masyarakan bukanlah teknologi digital yang berkembang pesat saat ini. Akan tetapi bagaimana merubah pola pikir orang-per-orang yang ada dalam masyarakat dengan keragaman yang mereka miliki. Sehingga keberagaman yang ada mendapatkan ruangnya.

Fakta berbeda justru ditemukan Seno, ketika pemuda kelahiran 2001 itu mengunjungi beberapa negara yang justru sangat terbantu dengan adanya teknologi untuk mendukung gerakan literasi. Salah satunya, Korea Selatan yang menerapkan jam belajar sekolah 15 jam sehari. 

“Jadi, siswa di Korsel itu sekolah dari jam 9 pagi sampai jam 11 malam,” paparnya.

Sama halnya di Jepang yang juga terdukung oleh teknologi dan mereka berhasil memanfaatkan teknologi untuk bergerak menuju kemajukan. 

Seno lantas menyebut penyempitan makna literasi yang sekedar pada aktivitas baca dan tulis. Lebih dari itu, literasi menurut Seno merupakan upaya membaca tidak hanya buku akan tetapi masalah atau problema yang ada di sekitar atau masyarakat. Seseorang yang memiliki kesadaran literasi yang baik akan peka dan mampu membaca persoalan yang ada di sekitarnya. 

“Akademisi (yang sudah terliterasi) tidak akan ada gunanya, kecuali dia bisa nyemplung dalam masyarakat dan mampu membaca persoalan dan menemukan solusinya.” 

Sependapat dengan Seno, Motivator Literasi Yusron Aminullah menyebutliterasi sebagai kemampuan menemukan masalah. Yusron menceritakan sebuah kampung di Kawasan Gunung Kidul Jogjakarta yang dijuluki dengan kampung literasi. Akan tetapi, pola hidup masyarakatnya cenderung tidak sehat. Di rumah warganya tidak ada ketersediaan ventilasi yang cukup, bahkan sapi juga menjadi satu di dalam rumah. 

“Sekali lagi literasi itu bukan sekedar memprogram baca dan tulis. Program semacam itu bisa jadi malah menambah masalah. Akan tetapi bagaimanya melalui semangat literasi itu muncul kepekaan untuk membaca dan menemukan masalah, sehingga hidup menjadi lebih baik.”

Budayawan Wiek Herwiyatmo mengajak untuk membumikan gerakan literasi yang tidak hanya ada di Indonesia. Akan tetapi gerakan ini merupakan bagian dari aksi di dunia. 

“Banyaklah membaca buku, alam, situasi, dan saya kira gerakan yang semalam ini dilakukan sudah bagus dan tinggal perlu ditingkatkan,” pungkasnya apresiatif.(Robiah/Mukafi Niam)


Terkait