Pondok pesantren merupakan lembaga yang tidak hanya berupaya mencetak ulama, tetapi juga calon-calon pejuang Muslim yang tangguh dari segala kondisi, termasuk ketika bangsa Indonesia menghadapi penjajahan. Kalangan pesantren tidak mudah tunduk di tangan penjajah. Sebelum mengangkat senjata, mulanya kaum pesantren melawan kolonialisme secara kultural.
Pada zaman penjajahan, pondok pesantren menjadi wadah pergerakan nasional hingga akhirnya bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan. Tak heran ketika banyak tokoh NU yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Pemerintah RI. Berikut 13 tokoh NU bergelar pahlawan nasional berdasarkan penetapan yang dilakukan oleh Pemerintah RI.
1. Hadratussyekh KH Muhammad Hasyim Asy'ari
Hadratussyekh KH Muahmmad Hasyim Asy'ari merupakan tokoh utama pendiri NU. Pendiri dan pengasuh pertama Pesantren Tebuireng, Jombang tersebut adalah satu-satunya penyandang gelar Rais Akbar NU hingga akhir hayatnya. Untuk menghormati beliau, kini jabatan Rais Akbar diganti dengan istilah Rais 'Aam. Ayahanda KH Abdul Wahid Hasyim ini ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada tahun 17 November 1964 berkat jasanya yang berperan besar dalam penguatan pendidikan pesantren dan aktif melakukan perlawanan terhadap penjajah.
KH Hasyim Asy'ari bisa dikatakan merupakan energi para santri, kiai, dan para pejuang pergerakan nasional untuk tetap teguh mempertahankan kemerdekaan. KH Hasyim Asy'ari juga menginisiasi pembentukan laskar pejuang Hizbullah dan Sabilillah.
Puncaknya, saat KH Hasyim Asy'ari dan para kiai di Jawa-Madura sepakat mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad fi Sabilillah untuk rakyat Indonesia. Fatwanya ini menggerakkan setiap orang dewasa yang berada dalam radius 90 km dari medan pertempuran melawan penjajah wajib berperang. Keduanya diputuskan menjadi pernyataan resmi organisasi NU pada 22 Oktober 1945. Kiai Hasyim Asy'ari mendapat gelar Pahlawan Naisonal berdasarkan SK Presiden RI No.294 November 1964.
2. KH Zainul Arifin
Nama lengkapnya KH Zainul Arifin Pohan. Dia merupakan tokoh NU asal Barus, Sumatra Utara. Keturunan raja-raja Barus ini aktif di NU sejak muda melalui kader dakwah. Zainul Arifin merupakan panglima laskar Hizbullah. Ia pernah menjadi perdana menteri Indonesia dan Ketua DPR-GR. Selain itu, ia juga berjasa menjadi anggota badan pekerja Komite Nasional Pusat. Pemerintah menetapkan KH Zainul Arifin sebagai pahlawan nasional pada 4 maret 1963 berdasarkan SK Presiden RI No. 35, 4 Maret 1963.
3. KH Abdul Wahid Hasyim
KH Abdul Wahid Hasyim adalah putra Hadratussyekh KH Hasyim As'yari. Tokoh muda, cerdas, diplomat, dan pejuang. Dia tercatat sebagai salah seorang anggota Badan Penyidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). KH Wahid Hasyim juga menjadi salah seorang anggota perumus dasar negara dalam tim sembilan, termasuk merumuskan butir-butir sila dalam Pancasila.
Kecakapannya dalam bidang ilmu agama menjadikannya ditunjuk oleh Presiden Soekarno sebagai Menteri Agama. Dia juga tokoh yang mentransformasi kurikulum pendidikan di pondok pesantren. Di Pesantren Tebuireng, dia mempelopori masuknya ilmu pengetahuan umum ke dunia pesantren dengan mendirikan Madrasah Nidzamiyah. KH Wahid Hasyim ditetapkan sebagai pahlawan nasional berdasarkan SK. Presiden RI No. 206 Agustus 1964.
4. KH Zainal Musthafa
Ulama lainnya yang ditetapkan sebagai pahlawan nasional adalah KH Zainal Musthafa. Sang ulama ini merupakan tokoh NU dari Tasikmalaya, Jawa Barat dan pernah menjadi salah seorang Wakil Rais Syuriyah PBNU. KH Zainal Musthafa merupakan salah seorang kiai yang secara terang-terangan melawan para penjajah Belanda.
Ketika Belanda lengser dan diganti Jepang, KH Zainal Musthafa tetap menolak kehadiran penjajah. Bersama para santrinya mengadakan perang dengan Jepang. Dan atas jasanya dianugerahi sebagai pahlawan nasional pada 1972. Dia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI No. 064 November 1972.
5. KH Idham Chalid
KH Idham Chalid tercatat pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri Indonesia pada Kabinet Ali Sastroamidjojo II dan Kabinet Djuanda. Juga sebagai Ketua MPR dan Ketua DPR. Sebelum aktif berpolitik dan duduk di kursi parlemen dan kementerian, Kiai Idham merupakan seorang pejuang kemerdekaan dari tanah kelahirannya di Kalimantan Selatan. Selain sebagai politikus, dia juga diamanahi menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tahun 1956 hingga 1984.
Atas jasanya, Kiai Idham ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 7 November 2011. Kemudian pada 19 Desember 2016, Pemerintah mengabadikan sosoknya pada pecahan uang kertas rupiah baru, yaitu pecahan Rp5.000.
6. KH Abdul Wahab Chasbullah
KH Abdul Wahab Chasbullah merupakan tokoh penggerak perjuangan kemerdekaan melalui pendidikan dan wadah-wadah organisasi, termasuk menggerakan pemuda cinta tanah air dalam Nahdlatul Wathan. Kiai Wahab juga dikenal sebagai pendiri kelompok diskusi Tashwirul Afkar (pergolakan pemikiran), dan pendiri Nahdlatut Tujjar (kebangkitan saudagar).
Pengasuh Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang tersebut juga salah seorang penggagas Majelis Islam A'la Indonesia atau MIAI. Ia dipilih oleh para kiai sebagai Rais 'Aam PBNU meneruskan KH Hasyim Asy’ari. Kiai yang wafat pada 29 Desember 1971 tersebut mendapatkan gelar pahlawan pada 8 November 2014 berdasarkan SK Presiden RI No. November 2014.
7. KH As'ad Syamsul Arifin
KH As'ad Syamsul Arifin salah seorang kiai yag turut berperang melawan penjajah. Pengasuh Pesantren Salafiyah Syafiiyah, Sukorejo, Situbondo tersebut menjadi pemimpin para pejuang di Situbondo, Jember, maupun Bondowoso. Di masa revolusi fisik, Kiai As'ad menjadi motor yang menggerakkan massa dalam pertempuran melawan penjajah pada 10 November 1945.
Selepas kemerdekaan merupakan penggerak ekonomi-sosial masyarakat dengan menyerap aspirasi dari warga kemudian mendorong pemerintah daerah, menteri, maupun presiden guna mewujudkan pembangunan yang merata. Kiai As'ad juga berperan menjelaskan kedudukan Pancasila tidak akan mengganggu nilai-nilai keislaman. Atas jasa-jasanya, mendapat anugerah pahlawan pada 9 November 2016 berdasarkan SK Presiden RI No. 91 November 2016.
8. KH Syam'un
KH Syam'un merupakan pengurus NU di Serang, Banten. Pernah hadir di Muktamar Ke-4 NU di Semarang pada 1929, pada Muktamar Ke-5 NU di Pekalongan 1930, dan pada Muktamar Ke-11 NU di Banjarmasin pada 1936.
Selain alim dalam keilmuan, Kiai Syam'un menguasai tiga bahasa asing dan pernah mengajar di Arab Saudi pada masa mudanya, ketika kembali ke tanah air, bergabung dengan kelaskaran.
Kiai Syam'un pernah menjadi perwira tentara sukarela Pembela Tanah Air (PETA). Ia juga pernah menjadi Komandan Batalyon berpangkat daidancho atau mayor tahun 1943.
Pada tahun 1944, Kiai Syam’un dilantik sebagai Komandan Batalion PETA berpangkat mayor. Ia memimpin 567-600 orang pasukan. Saat TKR dibentuk 5 Oktober 1945, pangkatnya naik menjadi kolonel, Komandan Divisi l TKR dengan memimpin 10.000 orang pasukan.
Tahun 1948, ia naik pangkat menjadi brigadir jenderal dan memimpin gerilya di wilayah Banten, sampai wafatnya tahun 1949.
Kiai Syam'un ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 8 November 2018 berdasarkan SK Presiden RI 8 November 2018.
9. KH Masjkur
KH Masjkur adalah tokoh NU yang pernah menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Ia turut berkontribusi dalam merumuskan Pancasila sebagai dasar negara.
KH Masjkur juga tercatat selaku pendiri Pembela Tanah Air (Peta) yang kemudian menjadi unsur laskar rakyat dan TNI di seluruh Jawa. Dia ditetapkan sebagai pahlawan nasional berdasarkan SK Presiden pada 8 November 2019.
10. Andi Mappanyukki
Andi Mappanyukki (Suku Bugis) merupakan seorang Raja Bone. Ia turut membidani lahirnya NU Sulawesi Selatan. Ia juga terlibat dalam perjuangan melawan penjajah Belanda dan Jepang 1945-1949. Dia mendapatkan gelar Pahlawan Nasional RI berdasarkan SK Presiden RI No 089 pada 5 November 2004.
11. Andi Djemma
Andi Djemma merupakan Raja Luwu. Pendiri NU Sulawesi Selatan ini berjuang melawan penjajah Belanda 1946-1948. Ia mendapatkan gelar Pahlawan Nasional RI berdasarkan SK Pres RI No. 073 6 November 2002.
12. Usmar Ismail
Usmar Ismail berasal dari Minang, Sumatra Barat. Dia dikenal sebagai seorang sutradara film, sastrawan, wartawan, dan pejuang Indonesia.
Dia adalah muassis atau pendiri Lembaga Seniman Budayawan Muslim Indonesia (Lesbumi) NU bersama Djamaluddin Malik dan Asrul sani.
Ia dianggap sebagai pelopor perfilman di Indonesia sehingga dijuluki Bapak Film Indonesia. Usmar Ismail pun pernah mengemban amanah sebagai Ketua I PBNU 1964-1970 selain juga aktif di DPR.
Ia mendapatkan gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI No 109 TK 5 November 2021.
13. KH Abdul Chalim Leuwimunding
KH Abdul Chalim dari Leuwimunding, Majalengka, Jawa Barat merupakan ulama pejuang yang menggerakkan kemerdekaan masyarakat pribumi dari bangsa penjajah. Perjuangan KH Abdul Chalim Leuwimunding dimulai setelah pulang dari Negeri Hijaz tahun 1914 M. Melalui jaringan informasi Kekuwuan, beliau mendengarkan Peristiwa Cimareme 1919 dibicaraan di ebrbagai tempat di Jawa Barat, yaitu Gerakan Antikolonial KH. Hasan Arif di Garut.
Bersama kiai-kiai lain di Surabaya, Kiai Abdul Chalim terlibat intens dalam mengorganisasi Taswirul Afkar, Syubbanul Wathan, Komite Hijaz, dan pendirian Jam`iyah NU. KH Abdul Chalim juga mewakili kalangan ulama pesantren di dalam Kongres-kongres al-Islam, termasuk ketika membentuk Komite Khilafah setelah Khilafah dihapuskan pada tahun 1924 oleh Turki Utsmani.
KH Abdul Chalim menjadi kiai khos dalam penggemblengan Hizbullah di Cibarusah; ikut memimpin gerilya di Jawa Barat-Majalengka, dan sering mengambil markas Pertapaan di Banada dan Rajagaluh. Beliau juga memimpin Kontingen Jawa Barat-Majalengka-Cirebon untuk menjawab seruan Resolusi Jihad melawan penjajah yang dikumandangkan Rais Akbar NU di Surabaya, selain Kontingen Cirebon ada yang di bawah KH Abbas.
Setelah terbentuk kepengurusan NU pada tahun 1926, KH Abdul Chalim duduk sebagai Katib Tsani yang menjadi dapur kerja-kerja KH Abdul Wahab Chasbullah (sebagai Katib Awal) di dalam jajaran Syuriyah. Dia juga mendirikan CKM (Koperasi Kaoem Moeslimin). KH Abdul Chalim dianugerahi gelar pahlawan nasional pada 10 November 2023.