Selain itu, Bung Karno juga mengamanatkan peneguhan Pancasila kepada seluruh warga NU. Hal ini cukup berasalan, karena Pancasila juga turut disusun oleh salah satu tokoh NU saat itu, KH Abdul Wahid Hasyim, ayah Gus Dur.
Jelas NU dengan segenap elemen bangsa lain mempunyai saham dalam pendirian negara ini. Oleh karena itu, NU mempunyai kewajiban menjaga tetap tegaknya Indonesia berdasarkan Pancasila dan pilar-pilar negara lainnya seperti UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.
Secara jelas Bung Karno berkata dalam amanat di peringatan Harlah ke-40 tersebut, “Kalau unsur Pancasila pada alim ulama teguh dalam batin, negara kita akan menjadi negara yang paling baik di seluruh dunia”.
Hal itu dikatakan Bung Karno saat menguraikan kembali tentang malam menjelang 1 Juni 1945, yakni jelang lahirnya Pancasila. Pada kesempatan itu, Bung Karno juga menyinyalir adanya banyak kebohongan yang dilemparkan di dalam dan di luar negeri tentang dirinya.
Hubungan Soekarno dengan para ulama pesantren begitu erat dalam meletakkan dasar-dasar pendirian bangsa selain berjuang melawan kolonialisme.
Seperti ketika proses merumuskan Pancasila. Proses perumusan dasar negara ini bukan tanpa silang pendapat, bahkan perdebatan yang sengkarut terjadi ketika kelompok Islam tertentu ingin memperjelas identitas keislamannya di dalam Pancasila. Padahal, sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang dirumuskan secara mendalam dan penuh makna oleh KH Wahid Hasyim merupakan prinsip tauhid dalam Islam.
Tetapi, kelompok-kelompok Islam dimaksud menilai bahwa kalimat Ketuhanan Yang Maha Esa tidak jelas sehingga perlu diperjelas sesuai prinsip Islam. Akhirnya, Soekarno bersama tim sembilan yang bertugas merumuskan Pancasila pada 1 Juni 1945 mempersilakan kelompok-kelompok Islam tersebut untuk merumuskan mengenai sila Ketuhanan.
Setelah beberapa hari, pada tanggal 22 Juni 1945 dihasilkan rumusan sila Ketuhanan yang berbunyi, “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Kalimat itu dikenal sebagai rumusan Piagam Jakarta. Rumusan tersebut kemudian diberikan kepada tim sembilan. Tentu saja bunyi tersebut tidak bisa diterima oleh orang-orang Indonesia yang berasal dari keyakinan yang berbeda.
Saat itu, rombongan yang membawa pesan Soekarno tersebut dipimpin langsung oleh KH Wahid Hasyim yang menjadi salah seorang anggota tim sembilan perumus Pancasila. Mereka menuju Jombang untuk menemui KH Hasyim Asy’ari. Sesampainya di Jombang, Kiai Wahid yang tidak lain adalah anak Kiai Hasyim sendiri melontarkan maksud kedatangan rombongan.
Setelah mendengar maksud kedatangan rombongan, Kiai Hasyim Asy’ari tidak langsung memberikan keputusan.
Prinspinya, Kiai Hasyim Asy’ari memahami bahwa kemerdekaan adalah kemaslahatan bagi seluruh rakyat Indonesia, sedangkan perpecahan merupakan kerusakan (mafsadah) sehingga dasar negara harus berprinsip menyatukan semua. Untuk memutuskan bahwa Pancasila sudah sesuai syariat Islam atau belum, Kiai Hasyim Asy’ari melakukan tirakat.
Penulis: Fathoni Ahmad