Bagi Gus Dur, interaksi orang yang masih hidup tidak hanya dengan orang-orang yang masih berada di atas bumi, tetapi juga manusia-manusia di bawah liang lahat yang telah dipanggil Sang Kuasa.
Berziarah ke makam orang-orang mulia bagi Gus Dur adalah sebuah keistimewaan spiritual. Di saat bertemu dan berkunjung dengan sebagian orang yang masih sarat dengan kepentingan duniawi, berkunjung ke makam bagi Gus Dur merupakan washilah untuk menemukan bongkahan solusi dari setiap persoalan, karena baginya orang yang sudah meninggal sudah tidak mempunyai kepentingan apa pun.
Sekilas bisa dipahami bahwa ada interaksi metafisik antara Gus Dur dengan ahli kubur. Gus Dur memang disebut mampu berinteraksi langsung dengan sosok yang diziarahinya. Makam-makam orang penting dan berjasa dari yang paling terkenal hingga yang tidak pernah dikenal masyarakat, pernah Gus Dur kunjungi. Dari upaya spiritualnya itu, masyarakat sekitar jadi tahu ada orang-orang mulia yang penuh dengan kearifan.
Misal ketika berkunjung ke Daerah Tuban, Jawa Timur, tentu saja Gus Dur tidak melewati untuk berziarah ke makam Mbah Bonang dan KH Abdullah Faqih Langitan. Namun, ada sebuah makam wali di daerah tersebut yang tidak banyak diketahui masyarakat, yakni makam Mbah Kerto.
Hal itu diceritakan oleh Muhammad AS Hikam dalam Gus Durku, Gus Dur Anda, Gus Dur Kita (2013). Setelah Gus Dur mengunjungi makam Mbah Kerto, tidak sedikit masyarakat yang akhirnya mengetahui salah seorang wali di Tuban tersebut. Sehingga kearifannya bisa digalih lebih mendalam sebagai teladan baik bagi generasi masa mendatang.
Begitu juga ketika KH Abdul Halim Leuwimunding, Majalengka, Jawa Barat awalnya kurang dikenal. Karena menurut keterangan pihak keluarga, KH Abdul Halim memang tidak ingin terkenal. Padahal Kiai Abdul Halim Leuwimunding merupakan kiai pendiri NU satu-satunya dari Jawa Barat. Bahkan, Kiai Abdul Halim banyak mencatat dokumen-dokumen strategis dalam setiap sejarah penting bangsa ini karena posisinya sebagai Katib Tsani dalam kepengurusan PBNU awal (1926).
Nama KH Abdul Halim baru lebih dikenal luas setelah Gus Dur berziarah ke makam Kiai Abdul Halim di Leuwimunding, Majalengka pada Maret 2003. Kiai Abdul Halim juga tersorot saat rombongan Kirab Santri Nasional 2015 Surabaya-Jakarta singgah dan berdoa di makam kiai tersebut.
Mengapa Gus Dur berziarah ke makam KH Abdul Halim Leuwimunding? Alkisah pada awal 2003, sejumlah pengurus dan anggota Banser NU Majalengka sowan pada Gus Dur di kediamannya di Ciganjur. Saat tiba di Ciganjur, Gus Dur ternyata masih belum datang dari kunjungan ke Perancis.
Setelah Gus Dur datang dari kunjungannya di luar negeri, para aktivis Banser itu diterima di kediamannya. Dalam perbincangan tersebut, Gus Dur bertanya dari mana para tamunya. Saat diberitahu bahwa para Banser itu dari Leuwimunding, Majalengka, sontak Gus Dur agak kaget. Bukan karena kedatangan para anggota Banser tersebut, melainkan ada seorang tokoh ulama penting di Leuwimunding.
Segera Gus Dur mengagendakan ziarah ke makam Kiai Abdul Halim, dalam rangkaian acara kunjungannya ke Cirebon dan sekitarnya. Dalam sambutannya sekitar 45 menit di depan warga Leuwimunding di area makam Kiai Halim, Gus Dur mengemukakan peran besar Kiai Halim di masa sebelum berdirinya NU, saat pendirian, dan dalam perkembangan NU.
Kebiasaannya berziarah kubur ke makam orang-orang mulia setempat merupakan upaya Gus Dur menjaga peradaban dan membangkitkan kearifan lokal dari tokoh-tokoh yang diziarahi.
Jasad seseorang boleh saja dikatakan telah tiada, tetapi pemikiran, teladan, dan jasa-jasanya penting untuk selalu diingat. Kearifan orang-orang penting di suatu daerah bisa saja hilang ketika masyarakat sekitar telah melupakan sosoknya sehingga ziarah sebagai pengingat mempunyai energi positif.
Penulis: Fathoni Ahmad