Setiap tanggal 14 Agustus kita memperingati Hari Pramuka. Berbicara mengenai Pramuka atau kepanduan, di lingkup NU juga dulu pernah memiliki organisasi kepanduan, yang keberadaannya bahkan sudah ada sebelum jam’iyyah NU didirikan pada tahun 1926.
Pada tahun 1924, berawal dari KH Abdul Wahab Chasbullah yang kala itu bersama Abdullah Ubaid merintis organisasi kepemudaan Syubbanul Wathan, kemudian juga membentuk organisasi Ahlul Wathan.
Dua organisasi ini yang kelak menjadi cikal bakal berdirinya GP Ansor dan Banser. Ahlul Wathan yang berjumlah ratusan anggota ini dipimpin oleh Inspektur Umum Kwartir Imam Sukarlan Suryoseputro.
Ketika itu, latihan yang dilakukan seperti pendidikan baris berbaris, lompat dan lari, angkat mengangkat, ikat mengikat (Pionering), Fluit Tanzim (belajar kode/isyarat suara), isyarat dengan bendera (morse), perkemahan, belajar menolong kecelakaan (PPPK), Musabaqoh Fil Kholi (Pacuan Kuda) dan Muromat (melempar lembing dan cakram).
Kontingen di Jambore Pandu Dunia
Setelah berdiri Anshoru Nahdlatoel Oelama (ANO) pada tahun 1934, yang kemudian berganti nama menjadi Gerakan Pemuda (GP) Ansor, kepanduan dijadikan sebagai salah satu perangkat organisasi bernama “Pandu Ansor”.
Pandu Ansor ini pernah beberapa kali menggelar kegiatan Djambore Kepanduan Ansor yang diikuti perwakilan Pandu Ansor se-Indonesia dan Cabang Istimewa NU di beberapa negara seperti Singapura, yang pernah mengikutinya pada gelaran Djambore Kepanduan Ansor ke-3 yang dihelat di Jakarta.
Pada tahun 1950-an hingga 1960-an, wadah kegiatan seperti “Pandu Ansor” bersama “Drum Band Pemuda Ansor” dan Banser, menjadi magnet sendiri di kalangan para pemuda untuk tertarik masuk ke dalam Ansor atau NU
Pada perkembangannya, seiring dengan terjadinya dinamika pada gerakan pandu di Indonesia, pada tahun 1961 seluruh organisasi kepanduan di Indonesia, termasuk Pandu Ansor, melebur menjadi satu dalam wadah “Pramuka”.
Untuk mengakhiri catatan ini, ada sebuah momen yang paling diingat beberapa anggota Pandu Ansor, hingga sekarang. Yakni, saat mereka menjadi salah satu perwakilan Kontingen Pandu Indonesia untuk dikirim mengikuti Jambore Pandu Dunia ke-X di Makiling, Los Banos (Laguna) Filipina, 17-26 Juli 1959.
KH Sholahudin Wahid, salah satu anggota “Pandu Ansor” yang ikut dalam rombongan berangkat ke Filipina, bercerita kala itu Kontingen Indonesia terdiri dari sembilan orang Gugus Pimpinan dengan Dr Soedarsono sebagai Kepala Misi, 42 orang Pandu Gugus Perintis, 20 orang anggota Gugus Training Centre (Departemen Agama).
Rombongan berangkat menggunakan kapal DKN 502 milik Kepolisian dengan awak 20 orang. Dalam perjalanan 11 hari dari Jakarta ke Manila sempat hilang (lepas kontak) selama beberapa hari saat menempuh badai selepas Selat Sulawesi.
“Saya, Rozy Munir, dan beberapa kawan mewakili Kepanduan Ansor,” tutur Gus Sholah.
Pada sumber lain yang kami temukan, Husni Minwary Ketua Pandu Ansor Jawa Barat ikut melatih kontingen dari Indonesia berjumlah 100 orang yang dipusatkan di Jakarta.
Yang tercatat sebagai senior kala itu adalah Mc Husni Minwary Wk (Bawean), Danial Tanjung, Idham Chalid, M Anshary Sjams, Fathurazi (Jakarta) dan Najid Muchtar (Jakarta). Sedangkan anggota Pandu Ansor yunior diantaranya adalah Rozy Munir (Mojokerto) dan Sholahudin Wahid (Jombang).
Penulis: Ajie Najmuddin
Editor: Fathoni Ahmad