Fragmen

Mengenang Mahbub Djunaidi

Selasa, 1 Oktober 2013 | 08:31 WIB

Entah kapan kenal atau ketemu langsung dengan Haji Mahbub Djunaidi. Mungkin pertengahan tahun 1965, ketika suhu politik nasional meningkat panas. PKI sudah “unjuk gigi” di segala bidang. Termasuk kebudayaan. 
<>
Saya, aktivis IPNU dan GP Ansor Kab. Garut, Jawa Barat, masih usia 17-an, sudah menulis beberapa sajak dan cerpen, baik dalam bahasa Sunda, maupun bahasa Indonesia. Anehnya, walaupun tulisan-tulisan saya dikirim ke surat kabar milik NU, antara lain Harian Karya, Bandung, tak pernah dimuat. Lebih sering dimuat dalam koran milik Partai Nasional Indonesia (PNI), yang terbit di Bandung, seperti “Harian Banteng” atau koran Partai Komunis Indonesia (PKI) “Warta Bandung”. Padahal tulisan-tulisan saya itu hampir selalu dilampiri rekomendasi pengurus NU Cab. Garut.

Suatu hari, ada kunjungan pengurus DPP Lesbumi, antara lain, Jamaludin Malik.  Konon meresmikan pembentukan Lesbumi Cab. Garut. Sebagai Nahdliyin dan merasa seniman, saya hadir. Mencoba berkomunikasi dengan “seniman” Lesbumi pusat. Namun mereka nampak lebih politikus daripada seniman yang mampu menampung keluhan seniman Nahdliyin muda. Saya kecewa.

Berbeda dengan sikap seniman-budayawan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang PKI. Seniman-budayawan Lekra kaliber nasional, seperti Hr.Bandaharo, Hesri Setiawan, Jubaar Ayub, dan lain-lain, begitu hangat menyebut saya “kawan”. Kehangatan itu terjadi ketika saya ikut sebuah acara Lekra di Garut yang berskala nasional. Walaupun saya disoraki kawan seniman Garut, yang tahu saya “orang hijau”, saya acuh tak acuh saja. Saya anggap mereka “recehan”. Sedangkan tokoh-tokoh Lekra pusat menganggap saya kawan.

Nah, suatu saat ada acara “jurnalistik Islam”, entah diselenggarakan HMI, entah PMII. Saya hadir, karena salah seorang pembicaranya H. Mah bub Djunaidi. Alhamdulillah, saya punya kesempatan luas untuk berkenalan dan berbincang.Termasuk mengadu soal sikap Lesbumi terhadap saya yang “dingin”. Jauh berbeda dengan Lekra PKI yang hangat.

Jawab Bang Mahbub, kala itu Pemred Harian “Duta Masyarakat”, enteng saja :“Itulah bedanya kita dengan Lekra. Kita kan Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Sedangkan mereka Ahli Lenin wal Stalin.” 

Perkembangan selanjutnya, saya sering mengikuti tulisan-tulisan Bang Mahbub, baik di koran dan majalah, maupun  buku. Saya tertarik oleh sebuah cerpennya yang dimuat dan dikritik dalam buku “Analisa” karya HB Jassin (1965). Kemudian tertarik oleh kolom-kolomnya yang padat, serius namun segar. 

Sebuah buku karya Mahbub Djunaidi yang memacu semangat saya untuk menjadi wartawan “perang” adalah buku “Perjuangan Kaum Moro” (A Ma’arif, 1970). Buku tipis, namun sangat informatif dan obyektif tentang “pemberontakan” umat Islam di Filipina Selatan. Buku itu merupakan reportase langsung Bang Mahbub dari lapangan.

Alhamdulillah, 20 tahun setelah buku itu terbit,cita-cita saya menjadi wartawan “perang” terkabul. Sebagai wartawan Harian Pikiran Rakyat Bandung (1980-2004), saya sering dikirim ke daerah-daerah bergolak, baik di dalam negeri (Aceh, Timor Timur, Maluku), maupun luar negeri (Irak, Palestina, Bosnia Herzegovina, dll).

Muasalnya, mungkin do’a Bang Mahbub juga. Tahun 1980, saya secara tak sengaja berjumpa di Penerbit PT Al Ma’arif, Bandung. Beliau masih ingat pertemuan tahun 1965.Ketika saya ulang kembali istilah “Ahlus Sunah wal Jamaah” versus “Ahlul Lenin wal Stalin”, beliau tertawa ngakak. Lalu memberi saya satu eksemplar tafsir Quran bahasa Sunda “Al Kitabul Mubin” karya KH M.Romli.

Sayang buku soal Moro sudah habis. Namun saya sempat menyatakan, ingin mengikuti jejak Bang Mahbub sebagai wartawan yang berani terjun ke daerah bergolak.

“Insya Allah, asal berani saja. Tentu dapat izin istri dan anak serta mendapat bekal yang cukup. Usahakan ada asuransi untuk keluarga kalau-kalau kita tertembak mati di sana,” jawab beliau. 

Alhamdulillah makbul juga.

Buku-buku kumpulan kolomnya, antara lain “Kolom demi Kolom” (1990), novel “Angin Musim” dan lain-lain, tak pernah saya lewatkan. Juga Karya-karya terjemahannya saya ikuti semua. Terutama “Kakilangit Gurun Sinai” terjemahan dari karya Hasanen Haikal, mengenai “Perang Ramadan” Oktober 1973 (1982). Juga terjemahan karya George Orwel “1984” dan “Binatang” (1982). 

Termasuk buku terjemahan buku  “Mengelilingi Dunia dalam 80 Hari”karya Jules Verne (1985), yang sudah saya baca waktu kelas 5 Sekolah Rakyat (sekarang SD) th.1959. 

Tapi terjemahan paling ngetop dari Bang Mahbub, adalah buku “Seratus Tokoh” karya Michael Hart (1982). Berkali-kali cetakulang, dan berkali-kali dibajak. Buku tersebut laris, karena selain terjemahannya enak dibaca, juga berisi penilaian Hart terhadap Nabi Muhammad Saw. Hart menempat Nabi kita yang mulia itu dalam urutan pertama di antara 100 tokoh yang paling berpengaruh dalam mengubah dunia. 

Masih banyak  lagi yang ingin diungkapkan soal Bang Mahbub Djunaidi, yang wafat di Bandung, 1995, dan hampir tiap bulan berkonsultasi dengan Bang Mahbub yang sudah mulai sakit-sakitan tapi tetap semangat jika diajak bicara soal jurnalistik  dan sastra. Selain banyak yang masih harus diingat-ingat, kiranya sudah menjelang dzuhur untuk segera ikut berjamaah di Masjidil Haram, Mekah. Setelah itu, kukirimi beliau surah Al-Fatihah***
Mekah, 1/10/2013

Penulis: H.Usep Romli HM, lahir tahun 1949 di Limbangan, Garut. Nyantri sejak 1960 hingga 1967 di beberapa pesantren di Kab.Garut. Aktip di IPNU dan GP Ansor Garut. Merintis dunia sastra dan jurnalistik sejak th.1963 . Menulis karya dalam bahasa Sunda dan Indonesia. Th.1982 meraih hadiah “PenulisanBuku Terbaik Guru SD” dari Depdikbud, yang kemudian diterbitkan oleh Balai Pustaka “Pahlawan Tak Dikenal” (1983) dan mengalami cetakulang belasan kali untuk proyek buku Inpres dan DAK. Th.2010 meraih Hadiah  “Rancage” untuk karya sastra kumpulan cerpen”Sanggeus Umur Tunggang Gunung” (2009). Th.2011, kembali meraih Hadiah “Rancage” untuk jasa terhadap bahasa dan sastra Sunda. Hadiah “Rancage” diberikan setiap tahun oleh Yayasan Rancage, pimpinan Ajip Rosidi, untuk karya dan jasa bahasa dan sastara Sunda, Jawa, Bali dan Lampung. Kini menjadi pembimbing ibadah haji/umroh BPHU Plus Megacitra/KBIH Mega Arafah Kota Bandung. Kontak person di Mekah No. +966562971925.***


Terkait