As-sanadu minad dîn. Sanad adalah bagian dari agama. Jika saja tiada sanad maka seseorang bisa berpendapat semaunya. Demikianlah pendapat Abdullah bin Mubarak. Jadi sanad inilah yang membedakan antara keilmuan agama Islam dan keilmuan sekuler.
Pada awal masa perkembangan Islam, sanad diberlakukan hanya dalam periwayatan Al-Qur’an dan Hadits. Namun pada masa belakangan, sanad juga digunakan dalam periwayatan kitab-kitab karya ulama salaf.
Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari adalah orang pertama yang menyelenggarakan kajian hadits dan juga tradisi sanad di Indonesia. Demikian sebagaimana pernah dijelaskan KH M Tolchah Hasan dalam suatu kesempatan bedah pemikiran KH Hasyim Asy’ari di Universitas Islam Malang pada tahun 2014.
Kiai Tolchah juga menjelaskan, KH Hasyim Asy’ari membawa tradisi sanad ini dari Syekh Mahfud Termas. Kita mengetahui bahwa Syekh Mahfud Termas, sebagaimana dijelaskan sejarawan Abdurrahman Mas’ud dalam bukunya “Intelektual Pesantren”, adalah pemegang sanad terakhir (the last link) Al-Bukhari.
Namun demikian, bukan berarti bahwa KH Hasyim Asy’ari hanya mendapatkan sanad Sahih Bukhari saja dari Syekh Mahfud, melainkan juga sanad Kutubus Sittah. Juga sanad kitab-kitab lain termasuk kitab-kitab fiqih Madzahib Arba’ah (Mazhab Empat). Jadi pantaslah jika Nahdlatul Ulama menyatakan dirinya bermazhab kepada salah satu imam empat.
Berikut ini kami sajikan sanad kitab Sunan Abi Dawud yang ditulis oleh Al-Imam Al-Hafidh Abi Dawud Sulaiman bin Asy’ats As-Sajistani radliyallahu ‘anhu. Kitab ini juga adalah salah satu kitab yang banyak dikaji di pesantren.
Kitab KIfâyatul Mustafid li Mâ ‘alâ minal Asânid karya Syekh Mahfudh At-Tirmisi memaparkan rantai sanad tersebut. Terkait kitab Sunan Abi Dawud, KH Hasyim Asy’ari mendapatkan hadits dan ijazahnya dari:
- Syekh Mahfudh At-Tirmisi, beliau mendapatkan dari:
- Syekh Sayyid Muhammad Amin Al-Madani, beliau mendapatkan dari:
- Syekh Abdul Ghani bin Abi Sa’id Al-Umari (w. 1296 H), beliau mendapatkan dari:
- Syekh Abid Al-Anshari (w. 1257 H), beliau mendapatkan dari:
- Sayaikh Abdirrahman bin Sulaiman Al-Ahdal (1250 H), beliau mendapatkan dari:
- Ayahnya, yiatu: Sayyid Sulaiaman bin Yahya Al-Ahdal (1197 H), beliau mendapatkan dari:
- Sayyid Ahmad bin Maqbul Al-Ahdal (w. 1163 H), beliau mendapatkan dari:
- Sayyid Yahya bin Umar Al-Ahdal (w. 1147 H), beliau mendapatkan dari:
- Sayyid Abi Bakar bin Ali Al-Ahdal, beliau mendapatkan dari:
- Sayyid Yusuf bin Muhammad Al-Ahdal, beliau mendapatkan dari:
- Sayyid Thahir bin Husain Al-Ahdal, beliau mendapatkan dari:
- Al-Hafidh Abdurrahman bin Ali Ad-Dayba’ As-Syaibani, beliau mendapatkan dari:
- Az-Zain As-Syarji, beliau mendapatkan dari
- Sulaiman bin Ibrahim Al-Alawi, beliau mendapatkan dari:
- Ali Abi Bakar bin Syaddad, beliau mendapatkan dari:
- Abil Abbas Ahmad bi Abil Khair As-Syamakhy, beliau mendapatkan dari:
- Ayahnya, yakni: Syekh Abil Khair As-Syamakhi beliau mendapatkan dari:
- Sulaiman bin Aqil Al-Asqalani, beliau mendapatkan dari:
- Nashr bin Abil Faraj, Al-Hashari, beliau mendapatkan dari:
- An-Naqib Abi Thalib ibn Zaid Al-Alawi, beliau mendapatkan dari:
- Abi Ali At-Tustari, beliau mendapatkan dari:
- Al-Qasim bin Ja’far Al-Hasyimi, beliau mendapatkan dari:
- Abi Ali Muhammad bin Ahmad Al-lu’lu’iy, beliau mendapatkan dari:
- Al-Imam Al-Hafidh Abi Dawud Sulaiman bin Al-Asy’ats As-Sajistani. Penyusun kitab Sunan Abi Dawud.
R. Ahmad Nur Kholis, Alumni Pascasarjana Universitas Islam Malang (Unisma)