Tiga pemuda Desa Maju Mundur, berniat meminang Aisyah, sang kembang desa. Namun, untuk mendapatkan gadis pujaan, mereka mesti menghadap ke ayah Aisyah, Pak Kaji Shodiq, yang juga dikenal sebagai seorang kiai.
Singkat cerita, ketiganya sepakat untuk melamar Aisyah secara bersama. Terserah siapa yang diterima. Mereka pun bertemu dengan Pak Kaji Shodiq.
“Siapa namamu, nakmas?” tanya Pak Kaji kepada salah satu pemuda.
“Ngapunten, pak. Nama saya Ikhlas. Saya anaknya Pak Mujib,” jawabnya pelan.
“Oh, ya sudah, coba kamu bacakan Qulhu,” kata Pak Kaji.
Dengan sedikit bertanya dalam hati, Ikhlas pun lancar menghafal Surat Qulhu atau Al-Ikhlas.
Tiba, giliran pemuda kedua. “Siapa namamu, nakmas?” tanya Pak Kaji
“Nama saya, Aden Falak, pak. Anaknya pak Modin,” ucapnya lebih tegas dibanding yang pertama.
“Oh, iya, iya, anaknya pak Modin. Coba kamu baca surah Al-Falaq!” perintah Pak Kaji.
Seperti halnya peserta pertama, ia dengan mudah menghafal surah al-Falaq, bahkan dengan mata terpejam.
“Nah, tinggal kamu, siapa namamu, nakmas?” tanya Pak Kaji.
Yang ditanya tidak segera menjawab, pandangannya hanya tertuju ke bawah. Sedikit gemetar, ia menjawab. “Nama saya Imron, pak,”
“Kalau begitu, coba kamu bacakan...”
“Tapi, kalau di rumah saya biasa dipanggil Anas, pak!” Jawabnya mendahului ucapan Pak Kaji. (Ajie Najmuddin)