Seorang pemuda asal Madura bernama Matrawi tetap mengayuh becak di desa kelahirannya di saat kawan-kawan sejawatnya telah menjadi guru, dokter, insinyur, pengusaha, dan menteri.
Namun demikian, Matrawi merupakan pemuda yang penuh dengan gairah belajar apa saja. Saat memilih menetap di Sumenep, Matrawi bertemu teman lamanya yang tamatan ITB dan kini menjadi Menteri yang bahkan langsung menawari biaya kursus kilat untuk Matrawi.
“Siapa tahu nanti sampeyan bisa jadi pilot pesawat terbang,” kata kawannya itu.
“Bua apa jadi pilot pesawat?” tanya Matrawi yang belum terlalu memahami.
“Lah, katanya sampeyan pengin bisa dekat dengan Gus Dur,” jawab Pak Menteri mengingatkan sosok Gus Dur kepada Matrawi.
“Beh, memang hanya jadi pilot pesawat supaya bisa dekat-dekat dengan Gus Dur saat kunjungan kerja ke luar negeri?” ucap Matrawi.
“Dan memang Gus Dur cuma akan naik pesawat untuk jalan-jalan di dalam negeri?” imbuhnya.
Obrolan tersebut terhenti karena Pak Menteri sudah harus melakukan kunjungan ke daerah lain. Tiga bulan kemudian, dari ajudannya, Pak Menteri mendengar kabar bahwa teman lamanya kini sudah pindah ke Jombang.
Tapi di kota kelahiran Gus Dur itu, Matrawi tetap menarik becak. Dengan percaya diri, Matrawi meminta ajudan Pak Menteri untuk menyampaikan surat untuk kawan lamanya itu.
“Apa kata saya, cong. Bukan cuma pilot pesawat yang akan bisa dekat dengan Gus Dur. Saya baca koran katanya Aceh sudah hampir merdeka. Irian Barat juga. Lama-lama ‘negara’ Gus Dur hanya tinggal di Jombang. Masa di Jombang Gus Dur jalan-jalan di dalam negeri naik pesawat?” tulis Matrawi dalam suratanya. (Fathoni)
Sumber: buku “Kelakar Madura Buat Gus Dur” (Sujiwo Tejo, 2018)