Bill Clinton Tuai Reaksi Keras Warga Muslim dan Arab di Amerika, Berpotensi Kurangi Suara Harris
Ahad, 3 November 2024 | 17:00 WIB
Chicago, NU Online
Mantan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton menyebut Israel 'dipaksa' membunuh warga sipil Gaza. Ia juga menyebut Israel menempati 'tanah suci' pertama sebelum Palestina berdiri.
"Hamas memastikan mereka terlindungi. Mereka akan memaksa Anda membunuh warga sipil jika Anda ingin membela diri,” kata Clinton sebagaimana dikutip dari Al Jazeera, pada Jumat (1/11/2024).
Hal itu menuai reaksi keras dari masyarakat Muslim dan warga Arab di Amerika Serikat.
Pembicaraan itu disampaikan di sebuah rapat umum untuk calon presiden dari Partai Demokrat Kamala Harris di Michigan, negara bagian AS yang menjadi bagian swing state. Negara bagian itu juga memiliki jumlah populasi Arab dan Muslim yang besar.
Al Jazeera menyebut sebuah survei baru-baru ini menunjukkan, lebih banyak warga Amerika keturunan Arab yang mendukung kandidat Republik Donald Trump daripada Harris. Jika ini dapat terbukti, tentu menjadi sebuah hal penting di Michigan.
Clinton mengatakan bahwa ia memahami kekhawatiran masyarakat tentang pertumpahan darah di Gaza. Namun, menurutnya, Israel tidak punya pilihan selain menimbulkan kerugian warga sipil yang besar, bahkan ketika Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional.
"Saya akan melakukan apa pun yang saya bisa untuk meyakinkan orang-orang bahwa mereka tidak dapat melakukan pembunuhan untuk keluar dari situasi ini, di kedua belah pihak,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, serangan Israel sejak setahun lalu telah menewaskan lebih dari 43 ribu orang dan 100-an ribu luka-luka. Jumlah tersebut mayoritas merupakan perempuan dan anak-anak.
Tidak hanya menyebut Israel dipaksa membunuh warga sipil Gaza, Clinton juga menuai kecaman keras gegara ia mengatakan bahwa orang Israel berada di Tanah Suci “pertama”.
"Saya mendapat berita untuk [Hamas]—[Israel] sudah ada di sana lebih dulu, sebelum agama mereka ada,” katanya, menghindari referensi ke ratusan ribu warga Palestina yang dibersihkan secara etnis dari rumah mereka pada 1948, selama perang yang mendirikan Israel.
Merespons Clinton, para pemimpin Arab dan Muslim Amerika menyampaikan kecamannya. Abdullah Hammoud, Walikota Dearborn, kota dengan penduduk Arabnya cukup besar, mengatakan pernyataan Clinton dan para pemimpin Demokrat lainnya tidak membantu kasus partai tersebut di komunitasnya.
"Ketika Anda melihat pernyataan Mantan Presiden Bill Clinton, yang berbicara tentang bagaimana Israel dipaksa membunuh warga sipil … itu sangat membuat frustrasi," kata Hammoud kepada Al Jazeera.
Sementara itu, dukungan vokal Clinton terhadap perang Israel-Hamas yang telah berlangsung selama setahun meningkatkan ketidaknyamanan bagi Demokrat di Michigan. Negara bagian itu menjadi medan pertempuran utama yang juga memiliki sebagian besar pemilih Arab Amerika.
"Saya mengerti mengapa anak muda Palestina dan Arab Amerika di Michigan menganggap terlalu banyak orang yang telah meninggal. Saya mengerti itu," kata Clinton sebagaimana dilansir New York Post.
Ia menambahkan bahwa sulit untuk menilai berapa banyak [kematian] yang cukup untuk menghukum mereka [Hamas] atas hal mengerikan yang telah mereka lakukan?
Direktur urusan pemerintahan di Council on American-Islamic Relations (CAIR) Robert S McCaw menyampaikan bahwa upaya Bill Clinton yang tidak berperasaan dan tidak jujur untuk membenarkan serangan pemerintah Israel terhadap warga sipil di Gaza sama menghinanya dengan Islamofobia.
"Sama sekali tidak dapat diterima untuk meremehkan Islam dan secara keliru mengklaim bahwa setiap pria, wanita, dan anak Palestina yang dibunuh oleh Israel adalah perisai manusia," katanya sebagaimana dilansir situsweb resmi CAIR.
"Bahkan Presiden Biden mengakui beberapa bulan yang lalu bahwa pemerintah Israel telah terlibat dalam pemboman tanpa pandang bulu di Gaza. Pemimpin terkemuka seperti Bill Clinton seharusnya menegakkan hak asasi manusia Palestina, bukan merasionalisasi kejahatan perang terhadap warga sipil Palestina," lanjutnya.