Kisah Nyai Mufarihah dan Kiai Mastur Dirikan Pondok Pesantren Tahfiz di Malaysia
Senin, 17 Maret 2025 | 08:00 WIB

Nyai Mufarihah dan Kiai Mastur serta para santrinya di Pondok Pesantren Tahfidz Qur'an di Malaysia. (Foto: dok. istimewa)
Malaya, NU Online
Nyai Mufarihah, lahir di Desa Kalor, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, adalah seorang wanita tangguh asal Indonesia yang berhasil mendirikan Pondok Pesantren Tahfidz Qur'an di Malaysia.
Setelah menamatkan sekolah aliyah di Lamongan, ia melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Qur'an Walisongo Jombang yang dipimpin oleh KH Adlan Aly. Di sana, ia menghafal Al-Qur'an selama dua tahun delapan bulan serta mendalami ilmu fikih, hadis, tasawuf, dan ilmu keislaman lainnya selama lima tahun.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di pondok pesantren, Bu Nyai Mufarihah menerima telepon dari abangnya yang sedang belajar di Universitas Malaya, Malaysia.
“Saat itu, abang saya memberi tahu bahwa ada kebutuhan pengajar hafizah di sebuah pondok pesantren di Malaysia,” ujar Mufarihah. Kesempatan tersebut kemudian membawanya ke Malaysia, di mana ia mengabdi sebagai pengajar selama satu tahun.
Tak lama setelah itu, takdir mempertemukannya dengan Kiai Mastur, seorang warga Malaysia yang kemudian menjadi suaminya. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai tujuh anak, terdiri atas dua putra dan lima putri. Setelah menikah, Mufarihah dan suaminya memutuskan untuk membangun pondok pesantren sendiri daripada terus mengabdi di pondok orang lain.
“Kami ingin memiliki tempat sendiri untuk mendidik para santri dan mengembangkan pendidikan tahfiz di Malaysia,” katanya.
Meskipun Kiai Mastur tidak memiliki pengalaman dalam pembangunan, ia tetap berusaha keras. “Suami saya akhirnya bertemu dengan seorang tukang dari Kediri yang mengajarinya cara membangun,” ungkap Mufarihah.
Dengan kerja keras dan tekad yang kuat, mereka menyelesaikan pembangunan pondok pesantren dalam waktu satu tahun. Pada tahun 2001, Pondok Pesantren Tahfidz Qur'an Daarul Falah resmi berdiri di atas lahan milik mereka sendiri, meskipun awalnya tanpa air dan listrik. “Saat itu, santri kami hanya lima orang,” kenangnya.
Kini, pondok pesantren yang terletak di lahan seluas dua hektare dan dikelilingi persawahan ini berkembang pesat. Ma'had Tahfidz Qur'an Daarul Falah di Sungai Besar, Selangor, Malaysia, telah memiliki lebih dari 100 santri putri. Pondok ini juga telah meluluskan banyak hafizah yang kini mendirikan pondok pesantren sendiri di berbagai daerah, seperti Sabah, Sarawak, Malaka, Selangor, dan Terengganu.
“Kami tidak hanya fokus pada pengajaran Al-Qur'an, tetapi juga mengajarkan kitab kuning, seperti fiqih, tafsir, dan akhlak,” jelasnya.
Kegiatan pengajaran ini dibantu oleh lima ustazah dan dua ustaz. Santri yang belajar di pondok ini berasal dari berbagai negara, termasuk Indonesia, Singapura, Thailand, dan Australia. Nyai Mufarihah menekankan pentingnya semangat belajar dan perjuangan dalam menghafal Al-Qur'an.
“Saya selalu mengingatkan santri bahwa kesungguhan dan keikhlasan dalam menuntut ilmu akan membawa keberkahan,” tuturnya.
Selain mengelola pondok pesantren, Nyai Mufarihah juga melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas Malaya selama 11 tahun, dari jenjang diploma hingga magister di bidang tafsir.
Ia berharap agar santri yang lulus dari pondoknya dapat meneruskan perjuangan dalam menghafal Al-Qur'an serta mendalami ilmu keislaman. “Saya ingin terus belajar agar bisa memberikan ilmu yang lebih baik kepada para santri,” ujarnya.
Nyai Mufarihah juga menegaskan bahwa Ma'had Tahfidz Qur'an Daarul Falah memiliki hubungan erat dengan pondok pesantren Nahdlatul Ulama (NU) di Indonesia. “Saya sendiri belajar di Pondok Pesantren Walisongo Cukir Jombang, yang merupakan bagian dari jaringan NU,” ungkapnya.
Sebagai seorang wanita gigih dan penuh semangat, ia terus mengabdi dan memberikan kontribusi besar bagi pendidikan Islam, baik di Malaysia maupun Indonesia.
Kontributor: M. Irwan Zamroni Ali