Internasional

Masjid Muslim Indonesia di Amsterdam Segera Diresmikan

Senin, 27 Maret 2017 | 04:24 WIB

Amsterdam, NU Online
Salah satu kantong komunitas Muslim Indonesia di Belanda berpusat di kota kecil di pojok barat Amsterdam, yakni Badhoevedorp. Komunitas yang berhimpun di bawah organisasi Persatuan Pemuda Muslim Eropa (PPME) Al-Ikhlash Amsterdam ini beberapa bulan silam berhasil membeli sebuah gedung dengan pendanaan yang dihimpun dari sedekah para anggota dan simpatisan sendiri maupun donatur utama dari Indonesia bernama H. Anif. Gedung yang beralamatkan di Jan van Gentstraat 140, Badhoevedorp ini dijadikan sebagai Pusat Kebudayaan Indonesia (Indonesisch Cultureel Centrum). 

Di dalamnya terdapat ruang besar yang difungsikan sebagai Masjid Al-Ikhlash, kelas-kelas madrasah, ruang kantor, dan fasilitas workshop atau mini-seminar. 

Selain secara rutin menyelenggarakan jamaah shalat lima waktu, gedung ini juga digunakan untuk pendidikan anak-anak dan remaja setiap hari Ahad, istigotsah setiap Sabtu pertama tiap bulan, kegiatan budaya dan olahraga, maupun diskusi dan temu budaya. Meski gedung baru digunakan kurang dari satu tahun, namun sudah banyak tokoh Indonesia yang berkunjung ke gedung ini dan berdialog dengan masyarakat Indonesia di Belanda. Sebutlah sebagai misal: Wali Kota Surabaya Ibu Risma, Wali Kota Bandung Kang Emil, maupun Gubernur Jawa Tengah Pak Ganjar. Beberapa studytour para mahasiswa dan pelajar dari Indonesia juga pernah berkunjung ke gedung ini.

Peresmian oleh Menteri Agama

Tanggal 28 Maret 2017 mendatang akan menjadi momen yang sangat bersejarah bagi PPME Al-Ikhlash Amsterdam karena Masjid Al-Ikhlash yang berada di Pusat Kebudayaan Indonesia ini akan diresmikan. “Ini adalah momen yang ditunggu-tunggu masyarakat Indonesia di Amsterdam dan sekitarnya yang telah lama ingin memiliki gedung sendiri untuk aktivitas budaya dan keagamaan,” kata KH Muzayyin, salah satu pendiri organisasi ini. 

“Sebelum memiliki gedung ini, kami harus menyewa gedung ke organisasi lain. Bahkan sebelumnya, kami harus pindah dari satu rumah ke rumah lain untuk melaksanakan pertemuan dan ibadah,” kata Hj. Mutqiyah, guru senior di PPME Al-Ikhlash Amsterdam yang masih memiliki hubungan kerabat dengan Almarhum Gus Dur.

Menurut ketua PPME Al-Ikhlash Amsterdam, Rudi Kosasih, peresmian masjid direncanakan akan dilakukan oleh Menteri Agama RI, H Lukman H. Saifuddin, di sela-sela kunjungannya ke Belanda untuk membuka dan memberi ceramah pada konferensi internasional Rethinking Indonesia’s Islam Nusantara di kampus Vrije Universiteit Amsterdam yang diselenggarakan oleh Nahdlatul Ulama (NU) Belanda. 

Insyaallah, dalam peresmian masjid nanti Menteri Agama akan didampingi oleh beberapa Duta Besar RI yang juga menghadiri event internasional tersebut,” kata pemilik usaha restoran ini. Para Duta Besar itu adalah I Gusti Wesaka Puja (Dubes RI untuk Belanda), Achmad Chozin Chumaidy (Dubes RI untuk Lebanon), Agus Maftuh Abegebriel (Dubes RI untuk Arab Saudi), Safira Machrusah (Dubes RI untuk Aljazair), dan Husnan Bey Fananie (Dubes RI untuk Azerbaijan).

Pembangunan Tahap Kedua

Dalam kesempatan yang sama Ketua Panitia, Hasanul Hasibuan, menambahkan bahwa peresmian Masjid Al-Ikhlash ini sekaligus menandai rencana pembangunan tahap kedua. 

“Meski kami baru menghela nafas lega setelah membeli gedung, namun kami sudah memikirkan pembangunan tahap kedua. Acara peresmian Masjid Al-Ikhlash ini akan menandai secara resmi pembangunan tahap kedua tersebut,” kata professional di bidang teknologi informatika ini. 

KH Budi Santoso, tokoh sentral PPME Al-Ikhlash Amsterdam, menjelaskan bahwa pembangunan tahap kedua akan mengoptimalkan lantai kedua yang saat ini baru dimanfaatkan sebagian. 

“Kami berharap kehadiran Bapak Menteri Agama dalam acara peresmian nanti akan menjadi panggilan yang kuat bagi pemerintah maupun masyarakat Indonesia di tanah air agar mendukung aktif perjuangan kami memperkenalkan keindahan Indonesia dan Islam Nusantara di bumi Eropa,” tegas ulama kelahiran Jombang yang juga pengurus Syuriyah NU Belanda ini. 

Manifestasi Global Islam Nusantara

Hansyah Iskandar, mantan ketua dan kini penasehat PPME Al-Ikhlash Amsterdam, menuturkan bahwa kesan positif komunitas Muslim Indonesia yang bersifat toleran dan damai sudah banyak dikenal masyarakat Belanda. Beberapa anggota organisasi ini bahkan merupakan orang Belanda asli yang masuk Islam karena pada awalnya tertarik dengan karakter orang Indonesia yang ramah dan terbuka. 

“Para bule Muslim ini memiliki kegiatan pengajian rutin dua mingguan di masjid kami yang dibimbing oleh Ustadz Abdurrachman Mittendorf yang asli Belanda. Sementara para remaja kami dibimbing oleh Ustadz Ahmad Kasijo yang beretnis Jawa-Suriname dan lulusan pendidikan Arab Saudi,” kata insinyur alumni perguruan tinggi teknik di Delft ini. 

“Dengan gedung milik sendiri yang akan diresmikan nanti, aktivitas dakwah kami yang kental dengan budaya Nusantara akan kian berkembang. Hal ini pada akhirnya akan menguatkan citra Islam yang ramah di tengah mobilisasi kebencian kepada Islam oleh sebagian politisi di Belanda,” katanya penuh harapan.

Pernyataan ini dibenarkan oleh Fatimah Dijo, Kepala Madrasah yang menikah dengan suami yang beretnis Jawa-Suriname. “Murid-murid yang belajar di madrasah kami bukan sebatas anak-anak keturunan Indonesia, namun juga campuran Indonesia dengan Belanda, Suriname, dan Arab,” katanya membanggakan. 

“Bahkan ada beberapa anak yang murni keturunan Maroko belajar di madrasah kami. Orang tuanya beralasan, mereka senang membawa anaknya belajar di sini karena yang ditanamkan pasti nilai-nilai Islam yang cinta damai,” ujar ibu yang berasal dari Malang ini. 

Dihubungi secara terpisah, Syahril Siddik, mahasiswa PhD di Leiden University, mengakui peran penting diaspora Muslim Indonesia seperti PPME Al-Ikhlash ini sebagai manifestasi konkrit Islam Nusantara di kancah global. 

“Mereka adalah duta bangsa Indonesia yang eksistensinya di negeri Belanda dapat memperlihatkan secara langsung kekhasan Islam Nusantara kepada publik Eropa.” Syahril Siddik menambahkan, kekhasan Islam Nusantara ini merupakan bukti bahwa Islam tidaklah monolitik dan bahwa universalisme Islam bisa didialogkan secara kreatif dengan konteks lokal tanpa kehilangan otentisitas. 

“Oleh karena itu, Islam Nusantara dapat menjadi model bagi upaya aktualisasi Islam di Eropa yang menghargai lokalitas dan merangkul keragaman,” tandas pengurus Tanfidziyah NU Belanda ini. Red: Mukafi Niam


Terkait