Robert W Hefner Nilai 1 Abad NU Tunjukkan Peran Penting di Pentas Global
Sabtu, 18 Februari 2023 | 13:30 WIB
Guru Besar Universitas Boston, Robert W Hefner (kiri) saat diwawancarai Ketua Lakpesdam PBNU KH Ulil Abdal Abdalla. (Foto: NU Online)
Jakarta, NU Online
Rangkaian peringatan 1 Abad NU telah dilaksanakan, mulai peluncuran pada Juni 2022 lalu sampai Puncak Resepsi pada awal Februari 2023. Di antara rangkaian kegiatan tersebut, ada dua kegiatan internasional yang dihelat Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), yakni Forum Religion 20 (R20) dan Muktamar Internasional Fiqih Peradaban.
Dua acara tersebut berhasil mengalihkan pandangan para tokoh agama-agama dunia dan ulama-ulama kaliber internasional ke Indonesia, khususnya NU. Robert W Hefner, Guru Besar Universitas Boston, melihat hal tersebut sebagai sebuah ajang pembuktian peranan NU dan Indonesia di pentas dunia.
"Sebuah penyaksian peranan Indonesia dan peranan Nahdlatul Ulama di tingkat global, peranan yang baru, yang penting, merupakan salah satu perkembangan yang harus kita semua terima dengan senang hati," ujarnya saat diwawancara KH Ulil Abshar Abdalla, Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU, sebagaimana ditayangkan Youtube NU Online, Sabtu (18/2/2023).
Forum R20 yang dihelat bersamaan dengan penyelenggaraan G20 di Indonesia pada November 2022 lalu menunjukkan perkembangan NU dan Indonesia yang signifikan. Menurutnya, keberhasilan NU dapat menggelar acara yang demikian sangat luar biasa. Betapa tidak, NU dapat menyuarakan ke publik internasional, bahwa agama tidak boleh diabaikan begitu saja dalam pengambilan setiap kebijakan dan dalam berbagai dimensi kehidupan lainnya. Sebelumnya, visi misi moralitas yang dibawa agama tidak memegang peranan dalam urusan internasional.
"Kita pada tingkat global semakin meyakini bahwa ini saatnya untuk mengakui dan menghargai peranan positif yang dapat diselenggarakan oleh umat agama dan terutama oleh umat Islam. Dan, di antara umat Islam itu, kita harus mengakui bahwa Nahdlatul Ulama memegang peranan yang sangat luar biasa pada tingkat regional dan juga global," ujarnya.
Robert berpendapat, sumbangsih NU dalam penyelenggaraan R20 itu tidak main-main, tetapi sangat istimewa. Keistimewaan ini bukan saja dari muatannya yang positif bagi arah peradaban dunia ke depan, melainkan juga ketepatan waktunya yang memang sudah seharusnya dimulai.
"G20 harus membawa pengertian kepahaman kepentingan agama diperhitungkan dan diperhitungkan dengan katakanlah sumbangan Nahdlatul Ulama ini saya lihat, R20 ini sebagai sesuatu yang betul-betul penting istimewa dan baru dan tepat waktunya," kata akademisi yang usianya genap 70 tahun pada 2023 ini.
Sementara itu, Muktamar Internasional Fiqih Peradaban tidak kalah pentingnya, menurut pengamatan Bob, sapaan akrab Robert W Hefner. Sebab, muktamar ini justru mematahkan pandangan bahwa semakin modern suatu bangsa, kian mereka sekular. Hal demikian terbukti dengan pembahasan muktamar yang mengaitkan fiqih dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Piagam PBB.
"Ada semacam kesadaran baru di lingkungan internasional, jadi semacam penolakan, katakanlah, tidak terlalu keras terhadap tesis sekularisasi yang lama itu, yang menganggap bahwa masyarakat yang semakin modern, semakin meninggalkan agama mereka. Nah, itu jelas dibuktikan salah. Tetapi itu juga tidak berarti bahwa semua agama atau semua aliran agama itu sama saja," terangnya.
Sebagaimana diketahui, bahwa fiqih sebagai sebuah produk intelektual dalam Islam tidak pernah beku karena selalu berdialektika dengan realitas lingkungan dan zaman. Hal ini pula yang saat ini tengah terjadi, NU mendialogkan fiqih itu dengan realitas keberadaan Piagam PBB dan PBB. Hal ini, menurut Bob, yang menjadi keistimewaan NU, bahwa fiqih memiliki peranan penting dalam konteks nyata di setiap zamannya.
"Keistimewaan NU adalah sejak berdirinya NU suatu abad yang lalu fiqih itu memegang di dalam kehidupan masyarakat secara riil secara konkret dan konteks riil. Lihatlah peranan NU dalam membentuk nasionalisme. Jiwa dan kultur nasionalisme Indonesia," katanya.
Memang demikian fiqih sejak dahulu, dikembangkan sesuai dengan zaman tanpa mengubah prinsip-prinsipnya. Fiqih dihidupkan kembali dalam semacam dialog riil dengan konteks di sekitarnya. Dalam konteks sekarang yang paling baru, bahwa bangsa hidup pada suatu zaman yang sangat internasional dan global. Namun, pada waktu yang sama, komunitas global itu seolah-olah sebagian mereka bingung.
"Mereka semakin yakin bahwa agama itu harus memegang peranan. Tetapi agama mana atau suara mana? Dalam hal ini mulai dari R20 dan sebetulnya sebelumnya," katanya.
Bob menyampaikan bahwa sejak 90-an, NU sudah mulai bergerak berbicara di era kepemimpinan KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. NU di masa itu berperan sesuai dengan tantangan zaman, tantangan demokrasi, kewarganegaraan, sampai dunia internasional.
Kesadaran akan isu-isu demokrasi dan kewarganegaraan terus tumbuh di dalam NU. Meskipun hal itu belum selesai, tetapi NU memiliki bahan yang cukup lengkap. Ini yang tidak ia temui pada tingkat internasional, khususnya PBB. Karenanya, NU harus tampil menyediakan bahan-bahan tersebut.
"Sekali lagi, NU, tokoh-tokoh NU, pimpinan-pimpinan NU sekarang ini mampu menghadapi tantangan yang baik ini, bukan tantangan buruk. Ini sesuatu yang kesempatan baru dan diambil NU dengan menurut saya dampak konsekuensi yang sangat signifikan, sangat mengesankan," pungkasnya.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan