Internasional

Tarawih di Negeri Angin Topan

Kamis, 7 Juni 2018 | 12:00 WIB

Tarawih di Negeri Angin Topan

Suasana di Macau.

Oleh: H Khumaini Rosadi

Macau terkenal dengan angin topannya yang begitu kencang. Jika sudah sampai level delapan, itu akan menyebabkan kerusakan dan barang-barang berantakan. Dianjurkan untuk tidak keluar rumah pada saat angin topan mencapai level delapan ini. "Apalagi sampai level 13, seperti yang pernah terjadi pada dua tahun yang lalu," ungkap Rilis, BMI asal Malang yang sudah delapan tahun tinggal dan bekerja di Macau.

Pada waktu itu sekolah-sekolah dan unit-unit pekerjaan diliburkan. Lumpuh total. Lebih baik sekolah dan kegiatan kerja diliburkan daripada akan menimbulkan korban. Warga pun khawatir akan tertimpa reruntuhan beling kaca jika masih berada di tempat yang membahayakan. Angin ini dapat memecahkan kaca-kaca jendela rumah dan perkantoran.

Angin topan ini sering disebut oleh orang-orang Macau, Taifung. Menurut pengalaman Buruh Migran Indonesia (BMI) yang sudah bepuluh-puluh tahun mengalami kejadian Taifung ini, semua aktivitas dihentikan. Meskipun angin topan kerap terjadi, tetapi semua itu sudah diprediksi oleh Pemerintah Macau dan diantisipasi kepada warga untuk berhati-hati.

Di Macau memang cuaca begitu panas, di siang hari bisa mencapai 35-37 derajat celcius. Di malam hari 29 derajat celcius. Suhunya melebihi panasnya Hong Kong yang mencapai 30-32 derajat di siang hari, di malam hari sekitar 25 derajat celcius. Tapi kalau sudah musim dingin, lebih dingin.

Di Macau, meskipun panas, tetapi semangat Ramadhan Muslimah tetap kuat. Puasa dan tarawih tetap dihidupkan. Bahkan tarawihnya dilakukan setelah jam sepuluh malam. Karena kebanyakan mereka adalah BMI Muslimah yang bekerja di rumah majikan, dan pulangnya jam delapan malam ke shelter atau kos-kosan.

Jumlah yang ikut tarawih pun tidak banyak seperti di Jakarta dan sekitarnya. Paling-paling 20 sampai 30 orang saja. Itu pun sudah tergolong banyak. Malah terkadang jamaahnya hanya lima orang saja. Harap maklum, menjalankan ibadah di negeri seperti ini, ini sudah bagus, masih menyempatkan tarawih setiap malamnya. Belum tentu yang punya banyak kesempatan dan kebebasan waktu untuk melakukan tarawih, malah tidak pernah tarawih sama sekali.

Dalam melaksanakan tarawih pun tidak lama-lama seperti d Indonesia dan Makah. Kalau bisa super cepat dan tetap menjaga tumakninah-nya. Setelah membaca Surat Al-Fatihah lalu membaca surat pendek, kalau bisa dipercepat, karena inilah yang dibutuhkan oleh mereka. Berhubung besoknya, pagi-pagi, mereka sudah harus masuk kerja lagi. Kelamaan tarawihnya akan membuat mereka menahan mengantuk yang begitu dalam. Kasihan.

Jadwal tarawih pun diatur oleh Matim–Majelis Taklim Indonesia Macau yang dipimpin oleh Ibu Zainah–BMI yang sudah bekerja 13 tahun di Macau. Matim lah yang menjadwalkan imam sekaligus penceramah kultumnya bekerjasama dengan Dompet Dhuafa Hong Kong dan Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama Hong Kong. Biasanya kultum dilakukan setelah rangkaian tarawih dan witir selesai.

Subhanallah, semangat BMI Muslimah untuk menghidupkan malam Ramadhan sangat baik sekali. Patut diberikan jempol dan dijadikan pelajaran bagi masyarakat Indonesia khususnya untuk berlomba-lomba dalam kebaikan dan ketaatan. Saya menyadari, ternyata tidak semua orang yang berada di luar negeri itu jelek sebagaimana mungkin anggapan orang. Masih banyak para BMI yang baik. Tetap menjaga kultur ketimurannya. Berusaha membekali dirinya dengan iman dan takwa.

Saya pun mengingatkan kepada diri saya dan kepada pembaca semuanya, marilaha kita menjaga iman kita, dengan tetap menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan tarawih kita. Semoga di akhir Ramadhan ini kita mendapatkan cipratan malam yang mulia. Malam lailatul qadar.

Dimana pun  kita berada, jadilah seperti lebah. Tidak pernah merusak tangkai bunga. Hanya memilih sari pati bunga yang terbaik dan mengeluarkan madu yang baik. Begitu juga dengan kita. Meskipun tinggal jauh dari Indonesia, seperti para BMI di Macau, mereka tetap menjaga imannya, memberikan sesuatu yang terbaik dari miliknya.

Penulis adalah Corps Dai Ambassador Dompet Dhuafa (Cordofa), Tim Inti Dai Internasional dan Multimedia Jam’iyyah Thoriqoh An-Nahdliyyah (Tidim Jatman) yang ditugaskan ke Hong Kong dan Macau.


Terkait