GP Ansor Jatim Soroti Paradoks: Negara Nikmati Hasil Cukai, Petani Tembakau Hidup Merana
Ahad, 9 November 2025 | 18:00 WIB
Ketua PW GP Ansor Jatim, H Musaffa Safril, saat pembukaan Muskerwil di BBPPMPV BOE Malang, Sabtu (8/11/2025). (Foto: NOJ/ Abdo)
Malang, NU Online
Ketua PW GP Ansor Jawa Timur H Musaffa Safril menyoroti paradoks antara besarnya penerimaan negara dari cukai tembakau dengan kondisi kesejahteraan petani tembakau yang masih memprihatinkan.
Ia menegaskan bahwa negara memiliki tanggung jawab moral dan historis untuk memperhatikan nasib para petani tembakau yang selama ini berperan besar dalam menopang perekonomian nasional.
Ia menyampaikan, sebagian besar wilayah penghasil tembakau di Jawa Timur seperti Situbondo, Probolinggo, Bondowoso, Bojonegoro, hingga Madura, merupakan basis keluarga petani yang banyak berasal dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU).
“Sahabat-sahabat sekalian, tahun 2024 penerimaan negara dari hasil cukai tembakau mencapai Rp216,9 triliun. Angka ini bahkan melampaui pendapatan negara dari sektor migas dan BUMN, dan lebih dari separuhnya disumbang oleh Jawa Timur,” ujarnya, sebagaimana dikutip NU Online Jatim.
Safril memaparkan bahwa terdapat tiga sektor utama penyumbang penerimaan negara, yaitu cukai tembakau sebesar Rp216,9 triliun, pendapatan dari sektor sumber daya alam migas dan nonmigas sebesar Rp207 triliun, serta dividen BUMN sebesar Rp85,8 triliun.
Namun demikian, ia menegaskan bahwa masih terjadi ketimpangan antara kontribusi besar petani tembakau dan tingkat kesejahteraan yang mereka terima.
"Ironinya, negara menikmati (hasil cukai), tetapi para petani khususnya petani tembakau tetap merana,” tegasnya.
Safril menuturkan bahwa mayoritas perokok di Indonesia juga berasal dari warga NU. Karena itu, memperjuangkan kesejahteraan petani tembakau tidak hanya terkait dengan aspek ekonomi, tetapi juga bentuk keberpihakan terhadap kesejahteraan Nahdliyin secara luas.
Baca selengkapnya di sini.