Puasa sunah Syawal sangat dianjurkan mengingat kebesaran keutamaan yang terkandung di dalamnya. Orang yang berpuasa sunah selama enam hari di bulan Syawal setelah puasa Ramadhan, seolah mendapatkan pahala puasa setahun penuh. Hanya saja, orang-orang yang memiliki utang puasa Ramadhan dianjurkan untuk mengqadha segera utang puasanya. Setelah utang puasa Ramadhannya terbayar, maka ia boleh melanjutkannya dengan puasa sunah Syawal.
ولو صام في شوال قضاء أو نذرا أو غير ذلك ، هل تحصل له السنة أو لا ؟ لم أر من ذكره ، والظاهر الحصول. لكن لا يحصل له هذا الثواب المذكور خصوصا من فاته رمضان وصام عنه شوالا ؛ لأنه لم يصدق عليه المعنى المتقدم ، ولذلك قال بعضهم : يستحب له في هذه الحالة أن يصوم ستا من ذي القعدة لأنه يستحب قضاء الصوم الراتب ا هـ
Artinya: Kalau seseorang mengqadha puasa, berpuasa nadzar, atau berpuasa lain di bulan Syawal, apakah mendapat keutamaan sunah puasa Syawal atau tidak? Saya tidak melihat seorang ulama berpendapat demikian, tetapi secara zahir, dapat. Tetapi memang ia tidak mendapatkan pahala yang dimaksud dalam hadits khususnya orang luput puasa Ramadhan dan mengqadhanya di bulan Syawal karena puasanya tidak memenuhi kriteria yang dimaksud. Karena itu sebagian ulama berpendapat bahwa dalam kondisi seperti itu ia dianjurkan untuk berpuasa enam hari di bulan Dzul qa’dah sebagai qadha puasa Syawal. (Lihat: Al-Khatib as-Syarbini, Mughnil Muhtaj, Beirut, Darul Marifah, cetakan pertama, 1997 M/1418 H, juz I, halaman: 654).
Kalau pun ia tidak melanjutkan pembayaran utang puasa wajibnya dengan puasa sunah Syawal, ia tetap dinilai mengamalkan sunah puasa Syawal meski tidak mendapatkan ganjaran seperti yang disebutkan di dalam sabda Rasulullah SAW. Adapun mereka yang tidak berpuasa Ramadhan tanpa uzur diharamkan untuk mengamalkan puasa sunah Syawal. Mereka wajib mengqadha segera utang puasanya. Sedangkan mereka yang tidak berpuasa Ramadhan karena uzur tertentu, makruh mengamalkan puasa sunah Syawal.
وَقَضِيَّةُ كَلَامِ التَّنْبِيهِ وَكَثِيرِينَ أَنَّ مَنْ لَمْ يَصُمْ رَمَضَانَ لِعُذْرٍ أَوْ سَفَرٍ أَوْ صِبًا أَوْ جُنُونٍ أَوْ كُفْرٍ لَا يُسَنُّ لَهُ صَوْمُ سِتَّةٍ مِنْ شَوَّالٍ . قَالَ أَبُو زُرْعَةَ : وَلَيْسَ كَذَلِكَ : أَيْ بَلْ يُحَصِّلُ أَصْلَ سُنَّةِ الصَّوْمِ وَإِنْ لَمْ يُحَصِّلْ الثَّوَابَ الْمَذْكُورَ لِتَرَتُّبِهِ فِي الْخَبَرِ عَلَى صِيَامِ رَمَضَانَ . وَإِنْ أَفْطَرَ رَمَضَانَ تَعَدِّيًا حَرُمَ عَلَيْهِ صَوْمُهَا. وَقَضِيَّةُ قَوْلِ الْمَحَامِلِيِّ تَبَعًا لِشَيْخِهِ الْجُرْجَانِيِّ ( يُكْرَهُ لِمَنْ عَلَيْهِ قَضَاءُ رَمَضَانَ أَنْ يَتَطَوَّعَ بِالصَّوْمِ كَرَاهَةُ صَوْمِهَا لِمَنْ أَفْطَرَهُ بِعُذْرٍ
Artinya: Masalah di tanbih dan banyak ulama menyebutkan bahwa orang yang tidak berpuasa Ramadhan karena uzur, perjalanan, masih anak-anak, masih kufur, tidak dianjurkan puasa sunah enam hari di bulan Syawal. Abu Zur‘ah berkata, tidak begitu juga. Ia tetap dapat pahala sunah puasa Syawal meski tidak mendapatkan pahala yang dimaksud karena efeknya setelah Ramadhan sebagaimana tersebut di hadits. Tetapi jika ia sengaja tidak berpuasa di bulan Ramadhan tanpa uzur, maka haram baginya puasa sunah. Masalah yang disebutkan Al-Mahamili mengikuti pandangan gurunya, Al-Jurjani. (Orang utang puasa Ramadhan makruh berpuasa sunah, kemakruhan puasa sunah bagi mereka yang tidak berpuasa Ramadhan karena uzur),” (Lihat: Syamsuddin ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, cetakan ketiga, 2003 M/1424 H, juz III, halaman: 208).
Disarankan, mereka yang memiliki utang puasa Ramadhan baiknya mengqadha utang puasanya terlebih dahulu. Setelah itu mereka baru boleh mengamalkan puasa sunah Syawal.