Kapur barus merupakan bahan pengawet mayat, bahan untuk mengawetkan mumi. (Ilustrasi: NU Online/freepik).
Baru-baru ini, peristiwa mumifikasi pada mayat yang di sekitarnya terdapat kapur barus banyak membuat orang heran. Banyak orang menduga bahwa kapur barus yang ditemukan di sekitar mayat berfungsi untuk menghilangkan bau tak sedap dari mayat. Namun, kuatnya aroma pembusukan dari mayat tidak dapat tertutupi oleh serbuk kapur barus yang dikenal hari ini, yaitu naphthalene balls.
Mumifikasi atau proses pengawetan mayat sebenarnya sudah dikenal sejak zaman Mesir Kuno. Bahkan, salah satu bahan yang digunakan untuk mumifikasi, yaitu kāfur barus atau kapur barus, berasal dari Nusantara. Mesir Kuno termasuk salah satu bumi dakwah para nabi.
Di antara nabi yang pernah singgah di Mesir adalah Nabi Musa dan Nabi Yusuf ‘alaihimas salam. Nabi Musa terkenal dengan kisahnya bersama Fir’aun, raja Mesir Kuno yang saat ini menjadi mumi. Sedangkan Nabi Yusuf terkenal dengan kisahnya bersama dengan Zulaikha. Namun, jarang yang mengetahui bahwa Zulaikha memiliki Kapur Barus sebagai salah satu benda berharga pada zaman itu.
Penelitian Ladiqi dan timnya menyebutkan bahwa salah satu contoh komoditas yang terkenal secara global dari Nusantara pada masa Mesir Kuno adalah Camphor yang berasal dari pohon Kaafuur Barus (Dryobalanops aromatica). Pohon itu ada di Sumatera, Semenanjung Malaya, dan Kalimantan. Salah satu penggunaannya adalah untuk mengawetkan mumi jenazah raja-raja Mesir Kuno. (Ladiqi dkk, 2019, Identity & Globalization of Nusantara, Conference Paper, ICEASD 2019, Indonesia).
Sebagai komoditas yang sangat mahal pada zamannya, Kapur Barus tidak hanya digunakan untuk mumifikasi. Orang Mesir Kuno pada masa Nabi Yusuf ‘alaihis salam telah memanfaatkan Kapur Barus untuk berbagai keperluan, di antaranya sebagai bahan obat serbaguna, pewangi, anti bakteri, dan bahkan bisa diminum sebagai ramuan untuk kesehatan.
Dalam Kitab As-Sab‘iyyat fi Mawa’izhil Bariyyat pada hamisy Al-Majalisus Saniyyah, ada kisah dialog antara Nabi Yusuf dengan Zulaikha. Dialog tersebut mengungkapkan tentang dalamnya rasa cinta Zulaikha kepada Nabi Yusuf. Cerita tersebut ada pada bagian pembahasan keagungan Hari Jum’at karena salah satu pernikahan penting pada hari Jumat adalah Nabi Yusuf yang menikahi Zulaikha.
Zulaikha menjawab: “Aku adalah orang yang telah membelimu dengan permata, intan, berlian, emas, perak, misik dan kafur (Kafur Barus). Akulah orang yang tidak pernah kenyang dari makanan sejak aku mencintaimu, dan mataku tak dapat dipicingkan semenjak memandangmu,” (Abu Nashar Muhammad bin Abdurrahman Al-Hamadani, As-Sab‘iyyat fi Mawa’izhil Bariyyat pada hamisy Al-Majalisus Saniyyah (Semarang, Maktabah Al-Munawwir, tanpa tahun).
Penyebutan "Kapur Barus" pada kutipan kisah tersebut disejajarkan dengan permata, intan, berlian, emas, perak, dan misik. Semuanya adalah benda-benda berharga yang sangat mahal pada masanya. Orang-orang yang memiliki benda-benda tersebut pastilah orang yang kaya secara material. Benda-benda tersebut diberikan sebagai hadiah mewah untuk orang-orang khusus.
Kisah cinta tentang Nabi Yusuf dan Zulaikha tentu sudah sangat terkenal. Karena dalamnya rasa cinta itu, Zulaikha bahkan gemar memberikan benda-benda berharga kepada orang yang menyebut nama Nabi Yusuf ‘alaihis salam. Maka benda-benda koleksinya seperti emas, perak, bahkan kapur barus akan diberikan oleh Zulaikha kepada orang yang berjasa membawakan kabar tentang Nabi Yusuf untuknya.
Kapur Barus yang asli bukanlah kapur barus yang biasa dikenal sekarang ini. Kapur barus yang biasa dikenal saat ini, yaitu naphthalene, harganya sangat murah dan merupakan hasil sintesis kimiawi. Kapur barus yang asli adalah semacam getah dan cairan dari pohon Dryobalanops aromatica. Pohon inilah yang dikenal sebagai pohon kapur dari daerah Barus Sumatera Utara.
Kapur barus yang berasal dari naphthalene tidak bisa digunakan untuk diminum. Naphthalene balls yang berbentuk bulat dan saat ini dikenal sebagai kapur barus biasa hanya digunakan untuk mewangikan ruangan atau pakaian dan mengusir serangga.
Kapur barus yang asli berasal dari tanaman, atau kāfūr barus, dapat diminum. Kandungan utamanya adalah senyawa Borneol yang sangat bermanfaat untuk kesehatan. Borneol dapat mengencerkan darah sehingga memperlancar peredaran darah dan bermanfaat untuk penyakit jantung maupun pembuluh darah.
Kandungan lain dari kapur barus atau kāfūr barus adalah senyawa camphor. Senyawa ini banyak sekali manfaatnya karena wanginya khas dan dapat dioleskan di kulit. Aromanya mirip seperti balsam yang dikenal hari ini sebagai obat oles. Sifatnya yang antibakteri membuatnya dapat menolak keberadaan bakteri.
Dengan sifat antibakterinya ini, camphor dari kapur barus dapat digunakan sebagai salah satu ramuan pengawet mayat. Karena baunya wangi, Kapur Barus juga dapat digunakan untuk campuran air ketika memandikan jenazah.
Di dalam Kitab Thibbun Nabawi, Kāfūr Barus yang berasal dari pohon Kapur juga disebutkan memiliki banyak khasiat. Al-Hafiz Adz-Dzahabi menyebutkan beberapa khasiat kapur barus.
“Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menyebut 'Kapur Barus' sebagai salah satu bahan yang dapat digunakan untuk memandikan jenazah. Aromanya wangi dan bertahan lama serta dapat diminum. Beberapa khasiat yang lain di antaranya adalah menghentikan mimisan (perdarahan pada hidung), memperkuat indra, dan mengobati diare,” (Al-Hafiz Adz-Dzahabi, Thibbun Nabawi, [Dar Ihyaul Ulum, Beirut: 1990 M], halaman 167).
Penggunaan kapur barus untuk diare tentu dengan cara diminum. Oleh karena itu, kāfūr barus yang disebutkan dalam kitab tersebut adalah yang berasal dari tanaman Dryobalanops aromatica atau pohon khas dari Barus, Sumatera Utara. Demikian juga kapur barus yang disebutkan dalam kisah tentang Zulaikha dan Nabi Yusuf maupun mumifikasi pada Raja Fir’aun sebagaimana yang terkenal pada masa Nabi Musa ‘alaihis salam ternyata juga berasal dari Nusantara. Wallahu’alam bis shawab.
Ustadz Yuhansyah Nurfauzi, apoteker dan peneliti farmasi