dr Heri Munajib mengatakan lewat SalamDoc, para dokter melayani konsultasi kesehatan santri secara gratis. (Foto: PDNU)
Jakarta, NU Online
Masih adanya wabah Covid-19 memancing masyarakat, termasuk para dokter NU untuk bersama-sama mencari solusi sebagai bagian dari amar maruf nahi munkar. Para dokter NU pun turut bangga karena dikesempatan menjadi satu bagian dalam pencegahan Covid-19 dan upaya mewujudkan kesehatan santri.
Dokter Syifa Mustika dari Satgas NU Peduli Covid-19 Malang Raya menyampaikan hal itu dalam Webinar Mengenal Lebih Dekat SalamDoc Telemedicine Berbayar Fatihah beberapa waktu lalu. Webinar diadakan oleh Satgas NU Peduli Covid-19 Malang Raya.
Salah satu yang dihadirkan oleh para dokter NU adalah aplikasi layanan kesehatan santri SalamDoc. Menurut dokter Syifa, SalamDoc adalah jawaban dari kegalauan bagaimana memberikan edukasi dari Satgas NU Peduli Covid-19 yang selama ini terus terang terjadi hambatan dalam pencegahan terkait dengan akses kesehatan.
"Tidak semua pesantren memiliki poskestren. Terkait adanya SalamDoc adalah jalan kita untuk membantu dan bersinergi dengan komunitas pesantren baik dalam pencegahan penyakit Covid-19 sendiri dan penyakit lainnya,” ujar dokter Syifa.
Ia juga mengaku bangga karena SalamDoc sebagai jawaban untuk menyambut era 2021, sebagai era digital keluarga NU tidak tertinggal. "Kita punya SalamDoc tinggal disosialisasikan. Tidak cuma webinar satu dan kedua, tapi terus digaungkan," ujarnya.
Ketua Satgas NU Peduli Covid-19 Dr Makky Zamzami mengatakan webinar tersebut juga sekaliguas membantu menyosialisasikan dan megevaluasi penanganan Covid-19. Ia juga mengaku bangga karena hadirnya SalamDoc membuktikan bahwa di NU banyak dokter yang 'gila NU'.
"Aplikasi ini (SalamDoc) nggak bisa kalau dokter NU nggak 'gila' dulu, karena susah sekali mencari dokter yang siap membantu pesantren. Tapi dengan adanya SalamDoc, banyak para dokter NU siap membantu pesantren dengan Alfatihah," ujar Dokter Makky.
Dokter Heri Munajib, inisiator SalamDoc mengatakan SalamDoc lahir bukan dengan proses yang instan, namun panjang berliku. "Menjadi dokter yang 'gila' NU nggak mudah, tapi butuh perjuangan lebih," kata Dokter Heri menanggapi Dokter Makky.
Ia menceritakan, awalnya pesantren mengaja kesehatan santri dengan ‘Santri Husada’. Lewat Santri Husada, dilakukan kampanye bagaimana kesehatan di pesantren harus diwujudkan, karena pada faktanya banyak pesantren yang belum menerapkan pola hidup bersih dan sehat. Terbukti usai kegiatan banyak sampah berserakan. Sanitasi di pesantren juga banyak yang kurang diperhatikan.
Sedangkan santri rentan terkena penyakit meski dipandang penyakit ‘kecil’ seperti diare dan sakit gigi. Ide ini (SalamDoc) bertujuan untuk memaksimalkan layanan Santri Husada namun dengan lebih modern karena berbasis layanan virtual. Karena itu pada awalnya ditertawakan banyak orang. Namun Dokter Heri memantapkan niat dan bertemulah dengan RMI serta pihak Cronos yang membantu membuat aplikasinya.
"Saya ingat dulu saat di pesantren untuk mengobati sakit diare atau sakit gigi saja susah mencari obatnya. Pengurus pesantren belum tentu punya waktu karena kesibukan mengajar. Layanan santri yang sakit bisa berjam-jam ditangani. Bayangkan kalau santri baru diberi obat setelah sakit enam jam atau sembilan jam," kata Dokter Heri saat ditanya apa hal utama yang mendasarinya semangat mengembangkan SalamDoc.
Selain itu, sebagai santri yang sekaligus dokter apa yang bisa diberikan olehnya. Ini pun menambah semangat mengembangkan SalamDoc.
Hal serupa disampaikan Abdullah Soedarmo, CEO Cronos. Sebagai orang yang selama ini berkecimpung dalam dunia IT dan pembuatan aplikasi, ia mengaku terpanggil membantu menciptakan kesehatan para santri.
Perlu diketahui SalamDoc adalah aplikasi layanan kesehatan santri dihadirkan berkat kerja sama dengan RMI PBNU, PDNU, dan Cronos. Para dokter yang tergabung sebagai tim layanan bergerak dengan jiwa relawan untuk memberikan konsultasi gratis.
Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Alhafiz Kurniawan