Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bakal menyelenggarakan forum Religion Twenty (R20) dalam rangka menyambut Harlah 1 Abad Nahdlatul Ulama. Kegiatan yang mengundang tokoh-tokoh agama dunia tersebut rencananya akan dilaksanakan pada awal November 2022 mendatang.
Dalam forum tersebut, setidaknya ada dua pembahasan utama yang didiskusikan oleh tokoh-tokoh agama yang hadir. Pertama, potensi konflik yang muncul akibat pemahaman ekstrem yang dipahami oleh penganut agama-agama.
“Potensi konflik yang didorong oleh wawasan keagamaan yang ekstrem dari masing-masing agama,” ujar Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dalam Rapat Koordinasi Panitia Pelaksana R20 di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (12/8/2022).
Menurut Gus Yahya, hal tersebut perlu dicari solusinya. Sebab, sampai hari ini, agama masih menempati posisi bagian dari masalah. “Ini penting dicari solusinya untuk mengakhiri agama dari posisi sebagai ‘bagian dari masalah’, tapi bisa menjadi ‘solusi dari masalah’,” ujarnya.
Adapun permasalahan kedua yang dibahas dalam forum tokoh agama dunia itu adalah tawaran nilai luhur dari agama sebagai bagian dari ekonomi dan politik global.
“Agama bisa menawarkan nilai-nilai luhur dan spiritualnya untuk dimasukkan ke dalam struktur ekonomi dan politik global,” kata Pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu.
Gus Yahya juga menjelaskan bahwa forum R20 merupakan wadah untuk mendiskusikan persoalan yang paling penting dalam hubungan antaragama.
“Religion 20 (R20) adalah upaya untuk menciptakan platform dialog antaragama yang lebih jujur dan realistis sekaligus membahas masalah paling urgen di dalam hubungan antaragama,” kata putra KH Cholil Bisri Rembang ini.
“Dengan R20, kita ingin membicarakan topik-topik yang dipikirkan dari dalam lingkungan agama-agama,” lanjut kiai yang berbicara lantang mengenai kemanusiaan di berbagai forum dunia itu.
Ia juga menuturkan, bahwa forum R20 sudah dipikirkan jauh hari. “R20 ini bukan gagasan mendadak, tapi hasil dialog yang lama dari jaringan tokoh-tokoh agama sejauh ini. Melalui proses panjang inilah lahir R20,” jelasnya.
Selain itu, Gus Yahya juga menegaskan bahwa R20 berbeda dengan dialog-dialog lintas agama terdahulu. Ia melihat, setidaknya ada dua kekurangan dialog terdahulu.
“Pertama, dialog itu kurang terbuka dan terlalu penuh ‘sopan santun’ karena masing-masing masih ewuh pekewuh membicarakan agama orang lain,” katanya.
“Hal ini jadinya tidak menyentuh masalah inti,” imbuh kiai kelahiran Rembang, Jawa Tengah 56 tahun yang lalu itu.
Kedua, lanjut Gus Yahya, dialog itu membahas aspirasi yang tidak berasal dari dalam agama itu sendiri, tapi dari luar. “Karena itulah perlu dialog antaragama yang jujur dan terbuka,” pungkasnya.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Musthofa Asrori