Jakarta, NU Online
Mulai Rabu (1/6/2022) lalu, umat Islam sudah memasuki bulan Dzulqa'dah tahun 1443 H. Bulan ini termasuk bulan yang dimuliakan oleh Allah swt.
Setidaknya, ada empat keutamaan yang dimiliki bulan kesebelas dari tahun Hijriyah ini, sebagaimana dilansir NU Online.
Pertama, Dzulqa'dah merupakan salah satu di antara empat bulan yang dimuliakan (asyhurul hurum). Bahkan, bulan ini menjadi permulaannya. Tiga bulan lainnya adalah Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.
Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur'an Surat At-Taubah (9) ayat 36:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ (سورة التوبة: ٣٦)
Artinya: “Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, sebagaimana dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan yang diagungkan (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab)” (QS at-Taubah: 36).
Bulan ini diberi nama Dzulqa'dah karena masyarakat Arab tidak berangkat perang di bulan ini (qu'ud 'anil qital).
Kedua, Dzulqa’dah adalah satu di antara tiga bulan haji, yaitu Syawal, Dzulqa’dah dan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Tidak sah ihram untuk haji pada selain waktu tersebut. Allah swt berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 197.
اَلْحَجُّ اَشْهُرٌ مَّعْلُوْمٰتٌ (البقرة: ١٩٧)
Artinya: “Musim haji itu pada bulan-bulan yang telah dimaklumi (ditentukan)” (QS al-Baqarah: 197).
Ketiga, Rasulullah saw tidak pernah melakukan umrah kecuali pada bulan Dzulqa’dah. Sahabat Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu meriwayatkan sebuah hadits berikut.
اعْتَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَرْبَعَ عُمَرٍ، كُلَّهُنَّ فِي ذِي القَعْدَةِ، إِلَّا الَّتِي كَانَتْ مَعَ حَجَّتِهِ، عُمْرَةً مِنَ الحُدَيْبِيَةِ فِي ذِي القَعْدَةِ، وَعُمْرَةً مِنَ العَامِ المُقْبِلِ فِي ذِي القَعْدَةِ، وَعُمْرَةً مِنَ الجِعْرَانَةِ، حَيْثُ قَسَمَ غَنَائِمَ حُنَيْنٍ فِي ذِي القَعْدَةِ، وَعُمْرَةً مَعَ حَجَّتِهِ (رواه البخاري)
Artinya: “Rasulullah saw berumrah sebanyak empat kali, semuanya pada bulan Dzulqa’dah kecuali umrah yang dilaksanakan bersama haji beliau, yaitu satu umrah dari Hudaibiyah, satu umrah pada tahun berikutnya, satu umrah dari Ji’ranah ketika membagikan rampasan perang Hunain dan satu lagi umrah bersama haji” (HR al-Bukhari).
Keempat, Dzulqa’dah adalah 30 malam yang disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya;
وَوَاعَدْنَا مُوسَى ثَلَاثِينَ لَيْلَةً وَأَتْمَمْنَاهَا بِعَشْرٍ فَتَمَّ مِيقَاتُ رَبِّهِ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً، وَقَالَ مُوسَى لِأَخِيهِ هَارُونَ اخْلُفْنِي فِي قَوْمِي وَأَصْلِحْ وَلَا تَتَّبِعْ سَبِيلَ الْمُفْسِدِينَ (سورة الأعراف: ١٤٢)
Artinya: “Dan Kami telah menjanjikan kepada Musa untuk memberikan kepadanya kitab Taurat setelah berlalu tiga puluh malam (bulan Dzulqa’dah), dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh malam lagi (sepuluh malam pertama bulan Dzulhijjah), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya menjadi empat puluh malam. Dan Musa berkata kepada saudaranya, yaitu Harun, “Gantikanlah aku dalam memimpin kaumku, dan perbaikilah dirimu dan kaummu, dan janganlah engkau mengikuti jalan orang-orang yang berbuat kerusakan” (QS al-A’raf: 142).
Pewarta: Syakir NF
Editor: Aiz Luthfi