Anggota Majelis KUPI (Konferensi Ulama Perempuan Indonesia), Fatmawati Hilal. (Foto: tangkapan layar youtube Swara Rahima)
Jakarta, NU Online
Perayaan Idul Fitri sebagai tanda usainya puasa Ramadhan satu bulan penuh selalu disambut penuh suka cita oleh umat muslim hampir di seluruh penjuru dunia dengan menggemakan takbir dan melaksanakan sholat id. Momen Idul Fitri pun dimanfaatkan untuk berkumpul mempererat ikatan silaturahmi untuk saling memaafkan antar-satu individu dengan yang lainnya.
Anggota Majelis KUPI (Konferensi Ulama Perempuan Indonesia), Fatmawati Hilal menyebutkan kata fitrah yang digambarkan sebagai kembalinya seseorang kepada keadaan suci dan keterbebasan dari segala dosa disebutkan sebanyak 20 kali dalam 17 surat dan dalam 19 ayat yang terkandung dalam Al-Qur'an.
"Imam Al-Qurtubi memaknai kata fitrah sebagai ketetapan Allah bahwa manusia dilahirkan putih, suci, bersih dan tanpa dosa. Sedangkan menurut Imam Ibnu Katsir, fitrah adalah mentauhidkan Allah, dan Imam Al-Maraghi menyebut fitrah sebagai kecenderungan manusia kepada kebenaran," kata Fatmawati dalam Kajian KUPI yang tayang di kanal Youtube Swararahima, Selasa (11/5).
Dari keterangan itu, Fatmawati mengatakan, bahwa makna Idul Fitri adalah fitrah manusia yang terlahir dalam keadaan suci tanpa dosa cenderung pada kebenaran dengan mentauhidkan Allah. Maka, sudah semestinya keadaan yang suci dan bersih itu dipertahankan dengan keistiqomahan dalam berbuat baik.
"Untuk mempertahankan fitrah ada 5M yang harus kita lakukan. Mu'ahadah (mengingat), mujahadah (bersungguh-sungguh), muraqabah (mendekatkan diri), muhasabah (introspeksi diri), dan mu'aqabah (memberi sanksi diri) apabila melakukan kesalahan," papar Fatmawati.
Kelima hal tersebut, menjadi alarm setiap individu untuk selalu menyelaraskan hubungan vertikal dan horisontal dalam kehidupan sehari-hari, sebab menurut Fatmawati, puasa yang dilakukan sebulan penuh dengan penuh keikhlasan serta ketakwaan akan melahirkan manusia-manusia takwa yang mengisi 11 bulan di luar Ramadhan.
"Kesalehan spiritual kesalehan ritual harus berbanding lurus dengan kesalehan sosial,"tutur Ketua Prodi Ilmu Falak UIN Alauddin Makassar ini.
Lebih lanjut, Ia menerangkan yang seharusnya diisi pada akhir-akhir Ramadhan adalah memperbanyak introspeksi diri dengan meningkatkan kualitas ibadah sebagai ajang evaluasi ibadah-ibadah sebelumnya, karena di 10 malam terakhir pada bulan Ramadhan terdapat malam istimewa, yaitu, Lailatul Qadar.
"Akhir-akhir Ramadhan seharusnya menjadi ajang introspeksi diri bukan malah sebaliknya disibukkan dengan urusan-urusan duniawi," terangnya.
Kemudian, Fatmawati mengingatkan kembali makna Idul Fitri sebagai bentuk seseorang menuju fitrah adalah memperbanyak bertaubat dengan mendekatkan diri kepada Allah.
"Mereka yang memanfaatkan Ramadhan sebaik-sebaiknya, berpuasa dengan sebenar-benarnya puasa maka mereka inilah yang pantas mendapatkan gelar minal 'aidin wal faizin," ungkap Ketua Ikatan Da'iyah (IKADI) Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan ini.
Kontributor: Syifa Arrahmah
Editor: Fathoni Ahmad