Sidoarjo, NU Online
Selama 70 tahun peristiwa Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama dilupakan sejarah bangsa Indonesia. Padahal, peristiwa itu merupakan salah satu pemicu, penyemangat terjadinya peristiwa perang 10 November di Surabaya.
"Itu hari yang penting," ungkap Musytasar PBNU KH Ma'ruf Amin saat berpidato di kegiatan Istighotsah Kubro di Gelora Delta Sidoarjo, Jawa Timur, Ahad (22/10/2018).
Melalui Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama, Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari menyatakan bahwa membela Tanah Air hukumnya fardhu ain, wajib bagi setiap warga yang sudah dewasa.
"Kemudian Resolusi Jihad itu dilupakan orang. 70 tahun kemudian diingat Jokowi dengan ditetapkan sebagai Hari Santri oleh Pak Jokowi," katanya di hadapan ratusan ribu umat Islam yang berpakaian putih-putih.
Oleh karena itu, Kiai Ma'ruf mengajak para santri untuk terus menggemakan Hari Santri.
Ia menambahkan, jauh sebelum peristiwa Resolusi Jihad, sambungnya, para santri dan kiai sudah menyatakan sikapnya dengan mengakui Indonesia sebelum negara ini diproklamasikan.
"Indonesia belum merdeka, para santri menyebut Indonesia negeriku," katanya menukil syair Ya Lal Wathon buah karya salah seorang pendiri NU, KH Wahab Hasbullah.
"Siapa datang mengancammu, akan binasi di bawah dulimu. Itu sebelum NKRI terbentuk. Mars ya lal Wathon, hubbul wathon minal iman," katanya melanjutkan syair itu.
Lebih lanjut Kiai Ma'ruf menunjukka bukti Jokowi memperhatikan para santri adalah menggratiskan kendaraan yang menyebrangi jembatan Suramadu.
"Itu adalah hadiah Hari Santri," pungkasnya. (Abdullah Alawi)