Alasan Presiden Timor Leste Calonkan NU untuk Nobel Perdamaian 2022
Rabu, 20 Juli 2022 | 14:00 WIB
Jakarta, NU Online
Presiden Timor Leste Jose Ramos-Horta mengungkapkan alasan dirinya mencalonkan Nahdlatul Ulama (NU) untuk Nobel Perdamaian Dunia tahun 2022. Ia menegaskan bahwa NU komitmen dalam sikap moderatnya.
“Indonesia adalah negara Muslim terbesar di dunia, tetapi sekaligus negara moderat. Itulah kenapa saya merekomendasikan NU untuk mendapat Nobel Perdamaian Dunia,” kata Presiden Horta saat berkunjung ke PBNU, Rabu (20/7/22).
Secara pribadi, Horta menilai karakter masyarakat Indonesia yang moderat diwakili oleh NU dan Muhammadiyah. Hal itu, membuatnya optimis dua organisasi ini pantas dan layak mendapatkan Nobel Perdamaian ini.
“Saya percaya dan optimis dua organisasi ini layak untuk mendapatkan penghargaan itu,” ucapnya.
Menurutnya, sikap moderat NU dan Muhammadiyah juga mencerminkan keistimewaan Indonesia akan keberagamannya; etnik, budaya, suku, dan bahasa dapat bersatu dalam bingkai kebhinekaan yang dimiliki Indonesia.
“Kemoderatan Indonesia sangatlah penting untuk ditunjukkan, kemampuan perdamaiannya ke dunia,” ungkap tokoh penerima Nobel Perdamaian tahun 1996 itu.
Selain itu, Horta mengakui, kedua ormas Islam ini juga aktif berkontribusi dalam proses pembangunan perdamaian (peacebuilding) di kancah nasional dan internasional. Peran NU dan Muhammadiyah telah mendapat pengakuan hingga di tingkat internasional.
“Ini bukan hanya sekadar pengakuan namun keistimewaan luar biasa dari Indonesia ini memang perlu ditunjukkan,” jelas tokoh kelahiran Dili, 26 Desember 1949.
Ide untuk mencalonkan NU mendapatkan Nobel Perdamaian ini, terang dia, sudah terpikirkan sejak lama namun untuk mencalonkan seseorang atau sebuah lembaga mendapatkan Nobel Perdamaian, harus betul-betul didukung dengan data yang kuat.
“Sejak lama, saya sudah memikirkan ini, tetapi saya belum mengambil inisiatif karena belum ada data pendukung yang memadai,” terang tokoh yang pernah menjabat sebagai Perdana Menteri Timor Leste (2006-2007) itu.
Ide pencalonan itu terealisasi pada tahun 2019, berkat pertemuannya dengan aktivis Indonesia sekaligus diplomat Todung Mulya Lubis. Sayangnya, pada tahun itu NU dan Muhammadiyah belum berhasil mendapatkan penghargaan tersebut.
“Saya banyak mendapat informasi soal NU dari Todung Mulya Lubis yang beberapa tahun lalu berkunjung ke Dili. Informasi itu juga saya dapatkan dari teman-teman saya di lingkungan NU,” ungkapnya.
“Mekipun gagal di pencalonan tahun 2019, namun saya akan tetap melanjutkan untuk mencalonkan kembali NU dan Muhammadiyah untuk Nobel Perdamaian Dunia 2022,” imbuh Horta.
Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Syamsul Arifin