Aliansi Aktivis dan Akademisi Desak Presiden Prabowo Tolak Gelar Pahlawan untuk Soeharto
Rabu, 5 November 2025 | 20:00 WIB
Jakarta, NU Online
Lebih dari 500 akademisi, guru besar, dan aktivis dari berbagai bidang menyatakan penolakan terhadap rencana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto. Mereka menilai langkah itu melukai ingatan sejarah dan mengabaikan penderitaan korban rezim Orde Baru. Deklarasi penolakan disampaikan dalam konferensi pers di Kantor LBH Jakarta, Menteng, Selasa (4/11/2025).
Dalam pernyataan itu, Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid menegaskan agar Presiden Prabowo Subianto tidak mengabaikan suara publik yang menolak keras usulan Dewan Gelar Pemerintah.
“Pada dasarnya, kami menyatakan bahwa gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden Soeharto harus dibatalkan,” ujar Usman.
Usman menegaskan, Presiden Prabowo harus menolak usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto yang diajukan oleh Dewan Gelar Pemerintah.
“Saudara Presiden (Prabowo) harus menolak itu, menolak usulan gelar pahlawan yang diajukan oleh Dewan Gelar di dalam pemerintahan,” tegasnya.
Usman menyebut, ada empat alasan pokok di balik penolakan tersebut yakni pelanggaran berat hak asasi manusia, praktik korupsi dan nepotisme yang merajalela, pemberangusan kebebasan publik, serta ketimpangan sosial-ekonomi yang diwariskan hingga kini.
“Yang ketiga, juga diikuti dengan pemberangusan kebebasan berpendapat, kebebasan pers sampai dengan kebebasan akademik,” ungkapnya.
Ia menambahkan, masa pemerintahan Soeharto juga meninggalkan warisan ketimpangan sosial dan ekonomi yang dirasakan hingga kini.
“Dan yang terakhir adalah adanya ketimpangan sosial-ekonomi yang terjadi selama pemerintahan Soeharto,” lanjutnya.
500 akademisi dan aktivis teken penolakan
Deklarasi ini dihadiri sejumlah tokoh seperti sejarawan Asvi Warman Adam, rohaniwan Franz Magnis Suseno, dan mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman.
Sebelum pernyataan sikap dibacakan, lebih dari 500 akademisi dan aktivis telah menandatangani surat resmi kepada Presiden Prabowo yang berisi desakan agar menolak usulan Dewan Gelar. Surat itu sudah disampaikan ke Sekretariat Negara.
Koalisi masyarakat sipil juga menyiapkan langkah hukum apabila pemerintah tetap memberikan gelar tersebut.
“Kami juga menerima banyak usulan untuk menyiapkan sebuah langkah hukum untuk mengajukan atau mempersoalkan seandainya Presiden tetap mengeluarkan keputusan untuk menganugerahi Soeharto dengan gelar pahlawan nasional,” kata Usman.
Ia menuturkan, selain upaya hukum, sejumlah kelompok pemuda juga berencana menggelar aksi protes sebagai bentuk penolakan publik terhadap rencana pemberian gelar tersebut.
“Langkah lainnya tadi juga ditekankan, kelompok-kelompok pemuda akan menggelar protes-protes,” sambungnya.
Rohaniwan sekaligus teolog Katolik, Franz Magnis Suseno atau Romo Magnis turut menyuarakan sikap moralnya. Ia mengakui bahwa Soeharto memiliki jasa dalam pembangunan dan stabilitas politik, namun mengingatkan bahwa gelar Pahlawan Nasional menuntut integritas tanpa cela.
“Tidak bisa disangkal bahwa Soeharto yang paling bertanggung jawab satu dari lima genosida terbesar di abad 20,” ujar Romo Magnis.
Ia menegaskan bahwa pelanggaran HAM, pembunuhan massal pasca-1965, penembakan misterius (Petrus), represi mahasiswa, hingga kekerasan menjelang reformasi tidak dapat dihapus oleh keberhasilan pembangunan.
Selain itu, ia juga menyoroti praktik korupsi yang menguntungkan keluarga dan kroni Soeharto. “Dia memperkaya keluarga, dia memperkaya orang-orang yang dekatnya bagi saya ini alasan yang sangat kuat bahwa Soeharto jangan dijadikan pahlawan nasional,” tegas Romo Magnis.