Nasional

Anak Harus Bergembira Demi Masa Depan Indonesia

Rabu, 24 Juli 2019 | 10:15 WIB

Anak Harus Bergembira Demi Masa Depan Indonesia

Komisioner KPAI Bidang Trafficking dan Eksploitasi Ai Maryati Solihah (berkerudung merah)

Jakarta, NU Online 
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Trafficking dan Eksploitasi Ai Maryati Solihah mengatakan, dalam rangka memperingati hari anak nasional tahun ini, KPAI memiliki tagline anak Indonesia bergembira. Pada usianya kenapa harus bergembira? 

“Anak Indonesia bergembira ini dibuat untuk program bersama KPPA karena berbagai macam masalah perlindungan anak menghadirkan situasi mecekam bagi anak saat ini seperti diakibatkan situasi politik, ekonomi, dan lain sebagainya. Peristiwa-peristiwa semacam itu, anak mendapat pengaruhnya,” katanya kepada NU Online, di Jakarta, Selasa (23/7). 

Menurut dia, masa kanak-kanak Indonesia harus bergembira karena hal itu sangat berpengaruh bagi masa dewasanya. Kegimbaraan seorang anak, akan berpengaruh pada tumbuhkembangnya seorang anak baik secara fisik maupun psikis. 

“Seorang anak yang hidup dalam lingkungan kekerasan dan broken home misalnya dimungkinkan akan tumbuh menjadi anak yang  introvert di masa dewasanya atau ia menjadi duplikasi dari kehidupan yang dialaminya itu,” jelasnya.  

Namun, menurut dia, menggembirakan anak juga bukan berarti menuruti segala kemauannya, misalnya dengan memanjakannya. Orang tua yang memanjakan anak, secara psikologis juga tidak baik. 

“Bagi KPAI pengasuhan masa kecil secara proposrisonal adalah hulu dalam kehidupan masa depan anak,” tegasnya. 

Menurut dia, jika pengasuhan anak tidak proporsional akan berpengaruh bukan hanya terhadap dirinya, tetapi secara lebih luas berdampak kepada bangsa ini sebab merekalah yang akan mengisinya. 

Lebih lanjut, menurut Ai, Indonesia akan mengalami bonus demografi dimana jumlah angkatan kerja produktif lebih banyak daripada yang tidak. Hal itu tak diiringi dengan kemampuan angkatan kerjanya, bukan menjadi berkah, melainkan menjadi bumerang. 

“Dulu kita masih punya ladang yang luas, dalam 30 tahun mendatang, apakah itu akan bertahan? Dulu dan sekarang masih ada perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja yang banyak, sementara saat nanti tenaga kerja manusia akan banyak digantikan mesin. Perushaan desain saat ini, misalnya nyaris tidak kita lihat di mana kantornya, semua menggunakan teknologi, semuanya virtual. Itu artinya ada banyak sumber daya tidak diperluakan karena beralih ke dunia digital,” jelasnya. (Abdullah Alawi)