Bagaimana Seharusnya Sikap Anak jika Dijodohkan Orang Tua? Ini Jawaban Gus Rifqil dan Ning Imaz
Selasa, 6 Juni 2023 | 16:00 WIB
Jakarta, NU Online
Tradisi perjodohan masih berlangsung hingga saat ini. Di antara alasan orang tua menjodohkan anaknya adalah untuk menjaga trah atau nasab. Gus Rifqil Muslim Suyuthi dan Ning Imaz Fatimatuz Zahra menjelaskan bagaimana sikap yang harus dilakukan seorang anak jika dijodohkan oleh orang tuanya.
Menurut Gus Rifqil, sebagian anak tidak bisa menolak jodoh pilihan orang tuanya. Alasan umum yang sering disampaikan adalah ingin membahagiakan orang tua atau tidak mau mengecewakan orang tua.
"Kalau niatnya memang sudah benar mau membahagiakan orang tua, kamu harus siap dengan segala konsekuensinya," kata Gus Rifqil dalam tayangan Youtube NU Online: 5 Tips saat Dijodohkan diakses Selasa (6/6/2023).
Di antara konsekuensi tersebut, sambung Gus Rifqil, adalah harus siap menjadi suami atau istri yang baik walaupun pada saat yang sama rasa cinta itu belum tumbuh dalam hatinya.
"Sebenarnya ini tidak perlu terjadi, kamu memaksakan untuk mencintai, ketika di awal sebelum menikah berani untuk mengatakan 'tidak' kepada orang tuanya," ucap Gus Rifqil.
Masalahnya, kata Gus Rifqil, banyak orang yang tidak berani menolak perjodohan dengan dalih tidak mau menyakiti orang tua atau mau membahagiakan orang tua dengan cara menikah.
"Tapi akan menimbulkan masalah baru ketika setelah menikah justru pernikahannya tidak harmonis, tidak cinta, mungkin punya pria idaman lain atau wanita idaman lain," kata Gus Rifqil.
Menurutnya, harus ada ketegasan dan kejelasan terhadap pilihan seorang anak. Jika memang benar ingin membahagiakan orang tua, seorang anak harus berkomitmen untuk meninggalkan semua masa lalu dan fokus pada masa depan dengan jodoh pilihan orang tua.
"Fokus ke istrimu, fokus ke suamimu karena kamu sudah siap untuk menikah. Tapi kalau memang tidak mau, ya dari awal bilang; saya tidak mau karena saya sudah punya calon," tambahnya.
Jika pernikahan tersebut dipaksakan, Gus Rifqil menyebutnya ‘memubadzirkan perkara yang halal’. Diceritakannya, akibat tidak adanya komitmen itu, ada orang yang hanya sebatas melakukan formalitas; yang penting menikah setelah itu cerai.
“Bahkan ada juga istrinya belum belum disentuh sama sekali tapi statusnya masih menikah. Ini lebih menyiksa lagi dan itu dosa, na’udzubillah,” jelasnya.
Mengingat hal tersebut, Gus Rifqil menegaskan bahwa jika ada perjodohan, seorang anak harus berani berkomitmen dengan segala konsekuensi dari keputusan yang akan diambil.
Berkomunikasi dengan baik
Sementara itu, Ning Imaz menjelaskan bahwa jika terjebak dalam situasi perjodohan, seorang anak mestinya mampu berkomunikasi dengan baik pada orang tuanya.
“Jadi kalau misalnya tidak mampu menjalani kehidupan dengan pilihan orang tua, utarakan saya belum bisa, saya tidak mampu, begini alasannya. Harus ada kompromi dan komunikasi yang baik. Insyaallah jika jalannya baik, caranya baik pasti orang tua akan menerima,” jelasnya.
Menurut Ning Imaz, tidak masalah jika di awal perjodohan belum bisa menerima 100 persen, asalkan sejak awal sudah membangun komitmen karena dalam prosesnya bisa diupayakan.
“Jika dari awal komitmen anggaplah 60 persen itu sudah lebih baik daripada dari awal benar-benar tidak ada sama sekali,” imbuhnya.
Ning Imaz menegaskan, dalam mengarungi bahtera rumah tangga tidak selalu berjalan mulus. Mengingat hal tersebut, ia mendorong kepada orang yang akan menikah untuk menyiapkan diri dengan kesungguhan diri agar terbentuk mental dan spiritual yang matang.
Pewarta: Aiz Luthfi
Editor: Kendi Setiawan