Jakarta, NU Online
Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Alissa Qotrunnada Wahid mengatakan, memperingati Hari Kartini bukan sekadar menggunakan sanggul dan kebaya. Akan tetapi, juga mampu berkiprah dan berkhidmat bagi masyarakat.
Baca Juga
Kartini Nyantri: Inspirasi Perjuangan
“Tidak memperingati Hari Kartini dengan sekadar kebayaan atau sanggulan. Akan tetapi, memperkuat kiprah perempuan dalam berkhidmat di masyarakat,” kata Alissa saat ditemui NU Online di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Kamis (21/4/2022).
Hari Kartini disebutnya sebagai hari pencerahan yang lahir dari ungkapan ‘sambat’, meskipun tak sepenuhnya yang diupayakan terwujud namun berdampak besar bagi kehidupan perempuan Indonesia.
“Hari Kartini itu adalah hari pencerahan bagi perempuan. Kita berutang budi pada Kartini karena walaupun tidak semuanya yang dia ‘sambatkan’ terwujud, tapi itu benar-benar membawa dampak besar,” ucap Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian itu.
Baca Juga
RA Kartini Mengaji Kitab Faidhur Rahman
Salah satu dampak besarnya, lanjut Alissa, terbukanya ruang-ruang untuk berkarir dan mengenyam pendidikan bagi perempuan. “Ide-ide besar Kartini telah mampu menggerakkan dan mengilhami perjuangan kaumnya dari kebodohan yang tidak disadari pada masa lalu,” terangnya.
Putri sulung Gus Dur itu menambahkan, dengan keberanian dan pengorbanan yang tulus Kartini mampu menggugah kaumnya dari belenggu diskriminasi.
“Itu yang kita nikmati sekarang. Saya perempuan bisa punya ruang yang begitu besar ya karena salah satunya ada perjuangan yang sangat panjang,” imbuhnya.
Baca Juga
Kala Kartini Berguru pada Kiai (1)
Kado terindah
Sementara itu, momen peringatan Hari Kartini tahun ini dirasa cukup spesial oleh Wakil Sekretaris Jenderal PBNU, Ai Rahmayanti. Hal ini dikarenakan, RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) telah resmi disahkan menjadi Undang-Undang pada 12 April lalu.
Menurut Ai, pengesahan UU TPKS menjadi kado terindah bagi para perempuan di Indonesia. “Hari Kartini kali ini kita (perempuan) mendapat hadiah dengan ditetapkannya RUU TPKS jadi undang-undang,” kata Ai.
Dengan adanya UU TPKS, sambung dia, maka perempuan yang rentan menjadi korban kekerasan seksual kini memiliki dasar hukum untuk mendapatkan keadilan dan sejumlah hak pemulihan.
“UU TPKS ini bisa memberi jawaban bagi permasalahan kekerasan seksual yang selama ini kerap dialami para perempuan,” terang perempuan kelahiran Garut Jawa Barat ini.
“Tentunya, sembari mengawal implementasi dari UU tersebut,” imbuh Ai Rahmayanti.
Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Musthofa Asrori